🐋22🐋

16.1K 2.2K 248
                                    

Udah masuk part 22 dong😐😐 enggak nyangka banget.
Spam 🐋🐋🐋 biar aku cepet up date. Love you!

_____________

Anya melirik pada sosok yang kini memasuki apartemen.

Tuan muda Arlan baru pulang.

Penampilannya terlihat sangat berantakan, kusut di mana-mana. Kemeja slimfit putih yang menutupi tubuh tegak Arlan sudah keluar dari dalam celana. Kancing teratasnya terbuka sebanyak dua buah. Bagian lengan juga disingkap sampai siku. Memperlihatkan tangan si pemilik yang padat dan kekar. Urat-urat bertonjolan memanjang.

Dasinya kini entah berada di mana, sementara jas yang tadi pagi terpakai rapi sudah tersampir di pundak. Sekali lagi, Arlan terlihat sangat berantakan.

Yang Anya tahu, dua minggu terakhir ini, Arlan memiliki jadwal yang lebih padat. Katanya, perusahaan akan merilis brand skincare baru. Yang entah, membuat Anya bingung sendiri. Hampir setiap hari, Arlan pulang larut malam, bahkan, saat ada di apartemen pun, laki-laki itu kembali menekuni pekerjaannya.

Anya berdecak kasihan.

Kini ia berada di ruang tamu, tengah mengerjakan tugas mata kuliah audit subtantif untuk dikumpulkan besok siang.

"Capek banget muka lo Mas." Anya mau tak mau menghampiri Arlan yang tengah sibuk melepas sarung tangan. "Sini jas sama tasnya."

"Makasih." Dengan tak yakin, ia menyerahkan barang-barang ke tangan Anya.

Ini adalah salah satu terapi kecil yang disarankan oleh dokter untuk bisa menyembuhkan OCD-nya.

"Mau gue siapin apa? Teh atau kopi?"

"Chamomile please."

"Sure." Anya bergerak mengikuti langkah Arlan menuju kamar. Hubungan mereka semakin dekat setiap harinya. Bahkan, Anya merasa bahwa kini, baik ia atau pun Arlan sudah melanggar kesepakatan yang mereka setujui. Kesepakatan pernikahan kontrak.

Tapi ya, bagaimana, Anya sendiri merasa nyaman dengan Arlan. Dan mungkin, ia sudah menaruh hati kepada laki-laki itu.

🐋🐋🐋

Arlan keluar dari kamar dalam keadaan segar. Rambutnya lembab, bahkan masih meneteskan air di beberapa bagian, yang langsung ditampung oleh handuk yang ia sampirkan di pundak.

Terlihat Anya masih sibuk dengan laptopnya yang kini menyala terang. Sesekali, terdengar gumaman sebal. Mungkin Anya sudah terlalu lelah. Saat mendekat, Arlan dapat melihat satu cangkir teh di tengah meja.

Tanpa basa-basi, Arlan langsung mendudukan diri, ikut bersila di samping Anya, duduk di karpet berdua. Teh yang tersiap untuknya langsung dicecap. Sudah sedikit dingin, dengan rasa agak pahit, pas, seperti yang Arlan suka.

Hening berlangsung beberapa menit, sebelum Arlan bertanya, "Kamu sibuk banget?"

"Kayak yang lo liat Mas."

"Dikumpulinnya kapan?"

Jemari tangan Anya yang tengah bergerak lincah di atas keyboard pun terhenti. "Besok. Kenapa sih, tanya-tanya terus?"

"Enggak apa-apa cuma, saya perhatiin, kamu selalu ngerjain tugas di akhir waktu terus. Jadinya bergadang kan? Padahal bergadang itu enggak baik buat kesehatan."

"Lo juga sering kok, bergadang. Sok-sok'an ceramahin orang."

"Kalau saya kan terpaksa. Enggak punya banyak waktu. Jadi harus mengerjakan apa yang bisa dikerjakan. Sementara kamu? Waktu kamu pasti banyak luangnya. Dunia kerja dan kuliah berbeda, Anya."

A MARRIAGE PROPOSAL (END)Onde histórias criam vida. Descubra agora