🦛17🦛

15.3K 1.9K 85
                                    

Happy banget liat komen kalian di bab sebelumnya. Di bab ini, komen yang banyak juga ya. Biar aku semangat up date❤️❤️

🦛🦛🦛

ANYA melirik lingkaran jam yang menempel di dinding. Jarum pendek dan panjang berdesakan di angka sepuluh pas.

Dan Anya cemas karena kini sang suami belum pulang. Merasa tak betah juga harus sendirian di apartemen yang terlalu luas ini.

Jatah cuti lima hari Arlan sudah habis. Tadi pagi, laki-laki itu berangkat ke kantor dengan wajah malas dan mood yang berantakan. Lalu mungkin pekerjaannya sudah sangat menggunung sehingga Arlan melemburkan diri. Entahlah.

Tak tentu, Anya menatap langit-langit, desahan malas keluar dari bibir. Ia menggaruk jidat sebelum bergulingan di kasur luasnya. Apartemen ... terasa sepi tanpa kehadiran Arlan. Anya tak suka sendirian, ia sedikit penakut, apalagi pada hal-hal mistis.

Puas dengan kegiatan tidak jelasnya, gadis itu pun mengambil ponsel, menyalakan musik dan membuka instagram, menuju ke akun sang suami. Dengusan disusul kekehan geli menghias wajah Anya kala ia melihat beberapa unggahan Arlan di sana. Senyum Anya melebar kala foto beberapa malam lalu, di mana Arlan tiba-tiba mencium pipinya muncul.

Anya merasa beruntung karena ekspresi wajahnya yang tengah terkaget-kaget itu nampak agak imut.

Jempol Anya kemudian bergerak, menekan kolom komentar dan membaca deretan cuitan yang ada di sana. Ternyata, banyak wanita yang merasa iri akan keberuntungannya.

Anya, sosok wanita biasa yang dinikahi CEO terkenal kaya raya dan tampan. Macam cerita-cerita novel roman yang banyak terjual di pasaran.

Sering kali, Anya merasa sakit hati juga insecure. Memang kalau orang kaya raya harus menikah dengan orang yang setara juga ya? Andai Anya jadi istri sungguhan Arlan, mungkin ia sudah dibuat gila dengan komentar tak bermoral netizen.

Tak mau ambil pusing, Anya pun menutup kolom komentar. Dan kembali memperhatikan ia dan Arlan yang berada dalam satu frame. Anya jadi teringat, Arlan mengeluhkan wajah dan bibirnya kering karena di cuci berulang kali saat pulang dari restoran. Padahal, malam itu, setelah memeluk dan mencium Anya, Arlan nampak normal dan baik-baik saja. Tapi, Arlan tetaplah Arlan. OCD menuntutnya untuk merasa tetap bersih.

Sesaat suara seseorang yang tengah memasukan pin di pintu membuat Anya semangat, Arlan pulang. Jadi dengan cepat, Anya pun meninggalkan pembaringan dan berjalan ke arah depan.

Namun, kening Anya mengerut kala menemui Galih yang tengah tergopoh-gopoh membopong Arlan dan mendudukkannya di sofa.

“Dia kenapa?” tanya Anya bingung.

“Pak Arlan mabuk,” ujar Galih.

“Mabuk?” Ekspresi bingung terpampang jelas. Anya pikir Arlan bukan orang seperti itu mengingat, ia sering melihat sang suami melaksanakan salat. “Kenapa bisa?”

“Biasanya kalau begini, Pak Arlan lagi banyak pikiran.”

Anya masih menatap Arlan terheran-heran.

“Lo nginep di sini kan?”

Galih menggeleng. “Saya harus kembali ke kantor, ada beberapa hal yang harus diurus Mbak. Agar besok Pak Arlan tidak terlalu banyak bekerja.”

“Yaudah, biar Arlan gue yang handle.”

“Baik Mbak, saya permisi.”

Anya mengangguk, membiarkan Galih keluar. Detik berikutnya, ia berjongkok di hadapan sang suami, memperhatikan wajahnya yang merah, rambut dan bajunya yang berantakan. Arlan kenapa? Apa yang tengah ia pikirkan?

A MARRIAGE PROPOSAL (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang