💐05💐

18.2K 2.2K 32
                                    

KOMEN + VOTE?

THANKYOU UDAH MAU NGEHARGAIN KARYAKU.

💐💐💐

ANYA pulang ke rumah dengan sekotak martabak telur, ia membelinya untuk sang ibu. Tak lupa, sebungkus soto yang tadi Deryl berikan dibekal juga, sengaja untuk makan malam. Jadi Anya tak perlu capek-capek masak lagi. Tinggal menghangatkan soto yang ada saja.

"Assalamu'alaikum," ujar Anya. Seperti biasa, ia masuk dari pintu yang terhubung dengan garasi rumah. Keadaan sepi, namun, kini, terdengar seseorang yang tengah sibuk di kamar mandi.

Anya mengangguk. Mungkin sang ibu tengah ada urusan di sana. Gadis itu menyimpan tasnya di sofa, kemudian bergerak ke arah dapur. Untuk memindahkan martabak yang ia bawa ke dalam sebuah piring. Lalu bergegas menghidupkan kompor dan menghangatkan sotonya. Hari ini ia memang lebih sering merasa lapar. Entah kenapa.

Melipir sebentar untuk menyimpan martabak ke meja makan, Anya pun melihat Aina keluar dari dalam kamar mandi. Wajahnya lebih pucat, cara berjalannya sempoyangan sehingga membuat ia khawatir. Mendekat, sigap Anya membantu dan membopong sang ibu. Mendudukannya di kursi kemudian.

"Sebentar ya, Bu. Anya ambilin dulu air hangat."

Sembari mengambil air hangat, Anya pun mematikan kompor, namun tetap membiarkan sotonya di wajan. Untuk sekarang, ia tak memikirkan perutnya yang sejak tadi pedih minta diisi. Ia sungguh khawatir dengan keadaan Aina.

Saat membawa air putih ke meja makan. Anya melihat Aina yang memegangi daerah bagian perutnya. "Diminum dulu, Bu."

"Makasih." Aina menerimanya, meneguk hingga habis kemudian.

"Obat Ibu di mana? Biar Anya ambilkan ya."

"Di kamar." Aina menerbitkan senyum kecil. Tak lama, ia melihat Anya bergegas ke kamarnya. Dan saat itu, pandangan Aina semakin kabur. Semakin kabur. Semuanya putih lalu gelap.

Maka karena itu pula, Anya dibuat kaget saat keluar dari dalam kamar. Dan melihat ibu sudah tergeletak tak berdaya di lantai rumah. Sebisa mungkin, Anya mengangkat tubuhnya. Mendudukan, memeluknya erat-erat. Kemudian, dengan cepat Anya mengambil ponsel, memesan taxi online untuk bisa ke rumah sakit.

💐💐💐

Anya duduk di kursi tunggu, sedang ibu sudah diperiksan oleh dokter-dokter yang ada.

Tangan Anya masih gemetar. Badannya tersandar lemas. Dengan mata terpejam erat. Hati Anya merapal doa. Ia tak ingin hidup sendirian, ia tak ingin kehilangan ibunya, surganya. Anya belum sempat membahagiakan Ibu. Anya belum sempat berbakti sama sekali.

"Mbak Anya."

Panggilan tersebut membuat Anya mengerjap. Seorang dokter yang sering ia temui sudah berdiri di hadapannya.

"Bisa ikut bersama saya sebentar?"

Anya mengangguk, mengikuti langkah dokter itu menuju ke suatu ruangan. Duduk dengan hati berdebar-debar. Ia memang tak ingin menduga-duga, tapi perasaanya sejak tadi sudah buruk. Apalagi wajah dokter Candra kini terlihat sangat serius.

"Bagaimana, Dokter?"

"Sudah saya bilang, kalau Bu Aina tengah memasuki kondisi metastasis. Itu berarti, sel kankernya sudah menyebar ke jaringan tubuh atau organ tubuh yang lain." Dokter Candra menarik napas. "Kamu tahu kan, kalau ini berita yang buruk. Kondisi ibu kamu sekarang sangat rentan. Maka dari itu kami menyarankan untuk melakukan tindakan. Kanker serviks ibu Aina sudah masuk ke stadium 4A. Atau kankernya sudah menyebar ke beberapa organ yang dekat dengan serviks. Tepatnya kepada kandung kemih dan rektrum, bagian akhir dari usus besar."

A MARRIAGE PROPOSAL (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang