🍘15🍘

16.4K 2K 111
                                    

Anya membawa dua koper menuju ke lantai lima belas apartemen milik Arlan. Sementara, laki-laki yang kini berstatus suaminya malah sibuk bertelepon sana-sini dengan tangan kosong. Jujur saja, Anya merasa tak terima diperlakukan begini, dalam kontrak, tugas Anya hanya menjadi istri Arlan, yang diperlukan saat di depan media, Ayah juga orang yang tidak mengetahui kontrak tersebut. Tidak ada rangkapan menjadi seorang kuli angkut.

Arlan ini bodoh atau ... entahlah, Anya tidak mengerti, Bagaimana jika nanti ada yang melihat kelakuannya ini? Baru sehari pernikahan, media pasti sudah mengabarkan hal yang tidak-tidak. Anya menunggu di belakang Arlan kala laki-laki itu memasukan kata sandi apartemen. Sesaat, ponsel yang menempel di telinganya dimasukan ke dalam saku. Ia lalu berbalik dan menatap Anya.

“Kata sandinya, 100001,” ujar Arlan tiba-tiba, lalu masuk begitu saja ke dalam apartemen.

Anya mematung sesaat, mengingat perkataan Arlan di dalam hatinya, 100001. Sebelum kembali mengangkat kopernya juga koper Arlan ke dalam.

Saat mencapai ruang tamu, laki-laki itu mengacungkan tangannya. Mempergingati. “Jujur, saat ada kamu, saya merasa apartemen ini enggak bersih dari kuman, dan saya capek jika harus menerus mencuci tangan atau membersihkan barang-barang yang terasa kotor, pun karena saya sibuk. Jadi saya sangat meminta tolong agar kamu bisa menjaga kebersihan.”

“Yaelah, gue harus sebersih apalagi sih?” tanya Anya putus asa, bahkan tadi Arlan menyuruh ia untuk mandi berulang kali. Dan itu sangat tidak etis. Setidaknya bagi sosok seperti Anya yang bahkan, sering mandi tanpa menggunakan sabun. “Capek banget gue idup sama lo.”

“Itu risiko kamu, Anya. Pokoknya, jangan sampai kamu kotorin apartemen ini.”

“Gue bukan babi yang suka kotor-kotoran!” Anya mengembuskan napasnya berat. “Ini koper harus di kemanain?”

“Simpan di situ, akan saya bersihkan lebih dahulu. Dan, kamu sudah tahu kan, kamar kamu di mana? Jangan sampai kamu masuk ke kamar Galih.”

“Galih juga tinggal di sini?”

Arlan mengangguk sembari duduk di single sofa dengan nyaman. Sebelah kakinya bertumpu di atas kaki yang lain. “Pekerjaan saya banyak, jadi terkadang Galih harus menginap di sini, karena dia asisten pribadi saya.”

“Terus siapa yang bersihin apart?”

“Setiap pagi dan sore akan datang seorang asisten rumah. Yang akan membersihkan dan memasak.”

“Gue masih bisa buka toko bunga?”

“Bisa. Lalu ... tolong hubungi Miss Nita, dan buang semua baju-baju jelek kamu itu. Beli baju baru sebanyak yang kamu bisa. Miss Nita akan mengurus gaya berpakaian juga make up kamu. Dan tentang Ibu, saya juga udah menyuruh suster khusus untuk membantu mengurus dan menemaninya. Mengingat saat ini kamu kan tinggal sama saya.”

Anya menatap langit-langit apartemen, meratapi nasib hidupnya. “Okey, makasih.”

Arlan mengangguk. Lalu memperhatikan raut Anya. “Ada ... yang mau ditanyakan?”

“Lo enggak capek sama OCD lo? Maksud gue, apa lo enggak mau berobat gitu?” Dan, Anya memanfaatkan kesempatan itu sebaik mungkin. Ia tak ingin hidup repot dengan Arlan. Anya tak mampu jika harus selalu bersih dan suci.

“Saya sudah berobat, tapi tidak sering karena saya sibuk dengan banyak urusan lain.”

“Pokoknya nanti, lo harus sering berobat, lo harus sembuh. Katanya enggak enak terus-terusan cuci tangan dan bersihin ini-itu. Gue cuma menyarankan ya, lagi, itu semua kan keputusan lo yang mau atau enggaknya nurutin omongan gue.”

A MARRIAGE PROPOSAL (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang