Dua kulkas (?)

Beginne am Anfang
                                    

Keduanya memutari rak-rak yang beragam snack didalamnya. Mereka berdua seperti kakak-adek bukan ayah-anak.

Para pembeli yang melihat keduanya berdecak kagum, bagaimana tidak? Keduanya sangatlah tampan. Bahkan ada yang terang-terangan memuji keduanya tetapi mereka hanya acuh saja. Apalagi dengan wajah datar keduanya. Ya Arvin, bocah itu seperti Arlan. Ia tidak melirik orang-orang bahkan bocah itu dengan tampang datarnya hanya bersikap acuh.

Setelah membeli snack keduanya berniat membayar. Tetapi terhenti tidak kala, Varo dan Gilang berdiri dihadapan keduanya dengan tatapan cengo. “Ar? Ini anak siapa goblok?! Lo nyulik anak ye?” Tuduhan dari Varo geleng-geleng. Sepertinya Varo ini lupa jika Arlan pernah bilang ia mengadopsi seorang anak.

Plak

Gilang menampar tengkuk cowok itu,
“Lo goblok apa bego?! Arlan kan pernah bilang kalo bininya ngebet banget ngadopsi anak.”

Mendengar ucapan Gilang membuat Varo sempat terdiam. Hingga akhirnya cengiran dibibirnya terlihat. “Lah iya, gue lupa hehehe.”

Sementara Arlan, ia hanya menatap keduanya.

“Eh, haii cil kenalin gue Varo. Cowok terganteng.” Ucapan dari laki-laki itu kembali terdengar saat ia memperkenalkan dirinya kepada bocah di sebelah Arlan itu.

Sementara Arvin hanya menatap tangan Varo yang berniat salaman. Ia tidak membalas ataupun menerima jabatan tangan cowok itu.

Melihat tangannya yang masih mengambang diatas udara membuat Varo menggeleng. Ia pun kembali menarik tangannya, buset dirinya di PHP-in sama bocah. “Buset cuek amat lo cil.” Gerutu laki-laki itu.

Namun walaupun dicuekin, Varo tidak menyerah. Laki-laki itu berjongkok, menyamakan tinggi mereka. “Nama lo siapa cil?”tanyanya lagi.

“Arvin.”

Varo dan Gilang tercengang, hanya satu kata yang bocah itu ucapkan. Berbeda dengan Arlan yang tersenyum smirik. Ah bocah itu sama sepertinya.

Tiba-tiba saja Varo berdiri, dan mendekatkan tubuhnya kearah Gilang. “Bukan anak Arlan, tapi sifatnya kenapa mirip dah.” Bisik Varo kepada cowok itu.

Melihat kedua umat itu yang malah berbisik membuat Arlan berdecak. Membuat dirinya membuang waktu saja. “Gue duluan.” Pamit cowok itu seraya menarik tangan Arvin untuk segera pergi.

Setelah pergi kedua anak manusia berbeda usia itu, Varo menggeleng seraya berkacak pinggang. “Dua kutub bertambah.” Gumam Varo yang masih bisa didengar oleh Gilang.

Sementara Gilang terkekeh sembari mengangguk. “Hadeh, gimana ya nasib bini Arlan? Punya dua kulkas.”

Varo ikut terkekeh. “Frustasi dia hahaha.” Tawa laki-laki itu diikuti oleh Gilang.

“Eh, btw kenapa kita gak nanya tu anak kenapa tadi pagi dia gak sekolah?” ucap Varo tiba-tiba mengingat tadi pagi bahwa Arlan tidak masuk sekolah.

Kalian fikir dengan tidak adanya Arlan mereka akan tetap sekolah? Hoho bukan sohib namanya jika tidak ikut sekolah. Ya, sepertinya curut-curut Arlan ini sangat lah butuh dengan sosoknya. Lihat, ia tidak sekolah saja mereka juga tidak ikut sekolah.

🍀🍀🍀

Malam ini, ketiga nya sedang makan bersama di sebuah restoran bintang lima. Mereka bertiga makan disini, dikarenakan Clara yang tidak masak. Gadis itu masih sedikit panas. Jadi, dari pada tidak makan. Arlan mengajak mereka kesini saja.

ARCLA ( Arlan& Clara)  [END] [PROSES REVISI]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt