Chapter 49

733 118 5
                                    

Viori memberikan ekspresi bingung, tidak tahu apa yang harus dikatakan. Selain latar belakang keluarganya yang menyedihkan dan menyeramkan disaat yang bersamaan, kehidupan dipenuhi misteri. Cerita asli yang Viori baca di kehidupan sebelumnya lebih banyak berfokus dengan kisah cinta Lucius dan Mathilda, dan keraguan diri Mathilda yang ingin membalas dendam kepada Lucius yang makin lama makin disukainya. 

"Aku... tidak begitu mengerti rasanya memiliki keluarga." untuk sepesekian detik Viori hampir saja menceritakan tentang kehidupannya yang sebelumnya. Ia berusaha berbicara seambigu mungkin karena sejujurnya ia tidak tahu bagaimana keadaan keluarga Viori yang sebenarnya. Ia tidak ingin mengambil resiko mengatakan hal yang salah dan menanam kecurigaan. 

Diluar ekspektasi, Lucius mengulas senyum dengan mata sedih. "Aku juga." Matanya memandang ke dedaunan yang diinjaknya. Tubuhnya yang jauh lebih tinggi daripada Viori tiba-tiba terlihat seperti anak kecil yang merenung sedih. Seluruh pengalaman perangnya terasa sirna, tiba-tiba Viori melihat diri Lucius yang masih kecil, yang tidak pernah mendapatkan waktu untuk tumbuh dewasa dengan bahagia, yang selalu merasa terancam dan tidak pernah tenang. 

"Aku sebenarnya tidak pernah berharap bisa punya keluarga, tapi kurasa saat ini itu bukanlah hal yang tidak mungkin." Lucius masih mengapit tangan Viori, menjaganya kali-kali ia jatuh saking khawatirnya Lucius. 

'Apa maksudnya? Sekarang ia bisa punya keluarga? Dengan siapa?' Pikiran Viori berjalan cepat, secara reflek ia menunjuk dirinya sendiri, "Keluarga denganku?" Pertanyaan Viori seolah membuat Lucius kaget, ia sedikit tertawa dan menutupinya dengan pura-pura batuk.

"Entahlah, mungkin." Lucius lalu merubah topik pembicaraan, "Bagaimana kalau kita kembali ke kereta kuda, aku yakin Pangeran Mikhail pasti sudah sampai terlebih dulu daripada kita."

Viori masih diam tertegun, ia masih kehilangan kata-kata untuk menjawab Lucius. 

'Keluarga kami?' 

Perjalanan kembali setelah itu sangat tenang, tetapi bukan kesunyian yang tidak nyaman. Sinar matahari yang berwarna jingga masuk kedalam kereta kuda lewat jendela, dan selama beberapa lama Viori hanya menatapi wajah Lucius yang kembali bertopang dagu. Perlahan-lahan semua detail wajahnya diperhatikan. 

Alis Lucius tebal dan disisir rapih -kemungkinan diwajibkan Reinhard. Ada sedikit luka di ujung alis kirinya yang tidak pernah Viori sadari sebelumnya, mungkin karena ia masih sering ragu bertemu mata dengan Lucius. Bekas luka itu hampir pudar, tetapi sedikit bekas lukanya terlihat sedikit memotong alisnya. Mata Lucius berwarna merah ruby, warna yang tidak pernah Viori lihat di kehidupan sebelumnya, setiap kali terkena cahaya matanya gemerlap. Bulu matanya panjang tetapi sedikit turun. 'Di cerita aslinya ia sering berlatih pedang dari subuh sampai malam, tetapi aku yakin di dunia ini tidak ada tabir surya, kan? Lalu bagaimana kulitnya bisa semulus itu?'. Tulang pipinya tinggi dan hidungnya seperti dipahat secara spesial oleh Yang Maha Kuasa. 

Mata Viori turun ke bibir Lucius, tanpa riasan sekalipun bibirnya berwarna pink pucat. Ujung bibir atasnya sedikit naik, bahkan saat ia sedang diam. Ia bisa melihat dada bidangnya naik turun menghirup napas, setelan baju pestanya tidak bisa mendistraksi Viori dari posture tubuhnya yang selalu rapih dan terlihat sigap. Bayang-bayang mahkota mawar yang ia kenakan barusan masih terngiang-ngiang, Lucius terlihat hampir tidak nyata saking indahnya. 

"Kau terlihat seperti kau sebentar lagi akan menusuk wajahku." Mata Lucius yang daritadi stagnan menatap jajaran pohon di pinggir jalan tahu menahu sudah menatap kembali Viori yang sekarang terlihat kaget. 

Wajah Viori sedikit memerah, ia tertangkap basah menatapi  Lucius sampai ia pun sadar dan bertanya. "Aku hanya tidak bisa melupakan mahkota yang kau kenakan tadi, aku kaget Emperor Androry bisa mempersiapkan mahkota yang berbeda dari yang biasanya dalam waktu cepat."

"Aku kira ia ingin mempermalukanku dan memberikanku mahkota bunga seperti tahun lalu." Lucius sedikit tertawa geli dengan perkataanya sendiri, ia tidak bisa membayangkan mengenakan mahkota bunga-bunga warna terang yang dikenakan Baroness Solar tahun lalu. 

Viori mengalihkan pandangannya, entah kenapa ia merasa kalau ia terus menatap pupil mata Lucius, ia akan memerah dan mempermalukan dirinya sendiri. Pohon-pohon dipinggir jalan terlihat ditanam lurus merata, untuk beberapa saat Viori mengingat memori tentang perjalanannya menuju Istana Sirius -kediaman Lucius, untuk pertama kalinya. Mereka menikah tanpa pernah bertemu sekalipun, Viori hanya sendirian ditemani kakak perempuan dan kakak laki-lakinya. 

Lucius mengirim Reinhard, yang membawa dokumen pernikahan yang sudah ditanda-tangani. Ia mengirim sepucuk surat berisi permintaan maaf atas ketidakhadirannya di pernikahannya sendiri karena ia harus berangkat ke Neata sebagai utusan Kerajaa Helios mewakilkan Emperor Androry. 

Celestine belum masuk ke tubuh Viori waktu itu, sehingga ia tidak pernah menjalaninya sendiri. Tetapi memori tentang hari pernikahannya tertanam jelas di ingatannya. Gaun putihnya sederhana, rambutnya disanggul rendah dan bouquet bunga yang digenggamnya erat-erat berisikan bunga anyelir putih yang mekar penuh dan krisan kuning yang lebih kecil. "..... untuk bersama dalam susah dan senang....." pastor terus membaca dari buku yang digenggamnya dengan satu tangan, yang  terpikirkan hanyalah buku yang dibacanya beberapa saat yang lalu mengenai makna bunga. 'Anyelir putih dan krisan kuning.... artinya kesendirian.' Ia tak dapat menahan senyuman pahit yang tersungging di bibirnya, sedangkan pastor itu mengira Viori sedang tersenyum senang karena akhirnya menjadi istri dari Duke paling kuat di kontinen ini. 

"Saya sahkan anda menjadi suami-istri." Biasanya pastor akan mengatakan 'anda berdua' tetapi rasanya ironis mengingat Viori hanya berdiri sendirian. Kedua kakaknya bertepuk tangan pelan, dan beberapa orang kiriman Lucius juga mengikuti dengan sedikit kikuk. Viori berangkat ke Istana Sirius masih dengan baju pengantinnya.

"Selama datang, Duchess." Rena menyambutnya, sekaligus mengumumkan dengan halus mengenai jabatan Viori yang baru. Ia sedikit kasihan dengan Viori,  seharusnya Duke lah yang memperkenalkan istri barunya kepada para pelayan dan pekerja istana.

Hari itu Viori sendirian, ia berjalan perlahan masuk ke kamar pengantinnya sambil menghitungi banyaknya lampu yang  berjajar di lorong itu. Ia tidak nyaman dengan tatapan kasihan para pelayan, tetapi pada saat yang sama sedikit lega karena ia tidak harus bertemu Lucius.

Sekarang Viori bisa duduk berdua dalam satu kereta kuda dengan Lucius, dan walaupun masih sengat khawatir dengan apa yang akan terjadi di masa depan karena semua tingkah lakunya yang  merubah alur cerita, untuk beberapa saat Viori bisa bernapas lega dan membiarkan pikirannya kosong. Tak ada masa depan yang harus dikhawatirkan, tak ada Mathilda yang harus terus ia awasi, tak ada Baron Pierre yang menantangnya dan mencoba membuat para bangsawan membencinya. Hanya Lucius yang sama-sama menatap ke langit yang mulai kejinggaan. 

Untuk pertama kalinya, Viori merasa ia bisa beristirahat.



I Need to Escape from The Duke!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang