Chapter 23

2.9K 488 17
                                    

Perjalanan kembali dari Istana Altair ke Istana Sirius memanglah jauh, tetapi yang dirasakan antara Sieghart dan Lucius terasa ratusan kali lebih lama dan canggung. 

Pandangan mata Sieghart tetap tertuju pada kebun yang mengitari sepanjang jalan, padahal kebun itu sama sekali tidak ditanami bunga dan hanya berisikan rumput hijau yang dipotong pendek. 

"Ehem!" deham Lucius pelan.

"Aku sudah mengirim ramuan-mu untuk diperiksa sebelum diberikan pada Viori."

".... tentu saja, saya harap bisa membantu pemulihan Duchess." selain suara angin yang menyapu dedaunan, hanya suara baju zirah Sieghart yang mengisi kekosongan dan kecanggungan diantara mereka.

"Aku sebenarnya hanya ingin bertanya menge-" perkataan Lucius terhenti karena sosok Ivaldi yang berlari mendekati mereka.

"Maafkan ketidaksopanan saya, Duke. Saya baru saja melewati gerbang utama dan sepertinya adik dari Tuan Sieghart datang berkunjung." Ivaldi seperti biasa berbicara sambil mengambil napas susah payah.

"A-adikku?" Sieghart seperti sedikit tertegun mendengar kabar yang diberikan, tapi dengan cepat ia kembali bersikap normal.

Sieghart menunduk menghadap Lucius, "Mohon maafkan kelalaian adik saya, saya akan segera mengurusnya." 

Lucius mempersilahkannya pergi terlebih dahulu. Sejujurnya ia ingin mengkonfirmasi secara langsung kebenaran asal-usul keluarga Sieghart dan melihat langsung adiknya, tapi ia masih mempunyai setumpuk dokumen yang harus diurus. Ia yakin Reinhard akan menangis kalau ia tidak kembali secepatnya.

---

"Mathi- Dilla! Apa yang kau lakukan disini!?" Sieghart berlari pelan sambil menghampiri Mathilda yang berada dibalik pagar tinggi. Kedua ksatria yang berjaga sepertinya sedang berganti shift sehingga tidak ada siapapun disana. 

"Bagaimana kabar Duke!? Kau sudah memberikan ramuan itu kepadanya, kan!?" Mathilda mengenakan kerundung merah tua dengan gaun kuning sederhana, sambil menenteng keranjang yang sepertinya berisikan kain dan peralatan menjahit.

"Duke.. aku sudah memberikan ramuannya kepada Duke." sambil menunduk Sieghart berusaha menghindari tatapan mata adiknya.

"Lalu kapan aku bisa masuk ke istana!? Kakak bilang aku akan masuk sebagai penasehat pribadi Duke!" Mathilda mencengkramm erat lengan Sieghart, tatapan matanya penuh ketamakan dan ketidaksabaran.

"Tolong sabarlah sebentar, kita tidak bisa terbu-"

"Kenapa Duchess masih hidup!? Aku tidak mau masuk ke istana saat Duchess masih hidup! Aku mau posisi Duchess kosong saat aku masuk ke istana!" Mathilda terus-menerus mengomel dengan suara agak keras.

"Tolong tenanglah! Kau akan menggagalkan rencana kita jika kau terus seperti ini." Sieghart tetap tidak bisa menangani sifat adiknya yang kekanakan dan tidak sabaran.

"Pokoknya saat aku masuk ke istana nanti, kau harus memperkenalkanku sebagai yang membuat ramuan penstabil mana, mengerti!?" Mathilda menancapkan kuku-kuku nya makin keras. 

Sambil berusaha melepaskan cengkraman kuku Mathilda dari lengannya, ia menghela napas dan menahan kekesalannya. Cara bicara adiknya memang seringkali kelewatan. 

"Baiklah.. tapi tolong pulanglah sekarang, aku tidak mau urusannya jadi makin repot." 

Kebetulan ksatria yang berjaga selanjutnya sudah datang. Sambil sedikit bercakap-cakap, Sieghart menunggu Mathilda berbalik dan berjalan menjauhi istana. 

CLAK! CLAK! CLAK! CLAK! 

Sieghart sedang bercakap-cakap kecil dengan ksatria yang berjaga ketika sebuah kereta kuda datang mendekati pagar utama. 

Sieghart menahan keinginannya untuk menghela napas ketika melihat lambang keluarga yang tergambar disamping kereta kuda itu. 

"Sepertinya hari ini akan jadi sangat melelahkan." gumaman Sieghart hampir terdengar ksatria disebelahnya. 

"Uhm, Sieghart.." ksatria itu terlihat menyenggol Sieghart dengan sikunya. "Bukankah itu....?"

"Iya, itu adalah kereta kuda Marquis Derien Meriil. Ayah dari Duchess."

Kereta kuda itu berwarna biru muda dengan aksen emas, ditarik dengan dua ekor kuda cokelat gagah, kemewahan kereta kuda itu bisa menyaingi kereta kuda emperor sendiri. 

Sieghart melambaikan tangannya sebagai tanda agar kedua ksatria tersebut membukakan pagar sebelum kereta kuda itu terhenti. Ia tidak mau mengambil resiko menerima kemarahan Marquis Derien karena kereta kudanya dihentikan oleh ksatria rendahan. 

Kereta kuda itu memelan dan berhenti tepat didepan Sieghart. Jendela di kereta kuda itu bergetar sedikit dan gorden yang menutupinya tersingkap pelan.

Marquis Derien bahkan tidak membuka pintunya, ia hanya menegok ke arah Sieghart lalu kembali menghisap cerutunya seakan hanya memberitahukan kedatangannya.

Ivaldi yang baru saja datang lagi-lagi harus berlari dan menyampaikan kepada Lucius kabar kedatangan tiba-tiba mertuanya yang terakhir ditemuinya hampir 1 tahun yang lalu di hari pernikahannya. 

----

Tidak butuh lama untuk kereta kuda Marquis Derien untuk sampai didepan Istana Sirius. Kehadirannya yang sangat tiba-tiba membuat Reinhard yang kurang tidur lumayan kewalahan. Beberapa pelayan berlari kesana-kemari untuk menyambut Marquis dan juga untuk menyiapkan jamuan pembuka. 

Lucius tidak bisa berhenti memijat pelipisnya saat mendengar kabar bahwa Marquis datang tanpa memberi kabar ditengah siang bolong. 

Tak sampai beberapa lama, pintu ruang kerja Lucius terbuka. Ia mengira akan melihat wajah Reinhard yang makin kacau balau, tetapi ia tidak bisa menutupi rasa kagetnya saat melihat Marquis Derien masuk dengan tongkat dan cerutunya.

Lucius reflek berdiri dan mempersilahkan Marquis duduk, sambil memberikan aba-aba agar para pelayan membawa jamuan yang telah dipersiapkan di ruang tamu ke ruang kerjanya. 

"Saya tidak menyangka akan kehadiran Marquis hari ini." Walaupun sebenarnya Lucius memiliki gelar dan kedudukan yang lebih tinggi dari Marquis Derien, entah kenapa ia merasa sedikit enggan karena ia adalah mertuanya. 

Marquis Derien meletakan menekan kepala cerutunya ke asbak sehingga apinya mati, meletakannya lalu mulai mengeluarkan cerutu yang baru dan utuh. 

Dalam hati Lucius mempersiapkan jawaban akan berbagai pertanyaan yang mungkin dilontarkan mengenai Viori yang sampai sekarang belum sadarkan diri. Ia juga mempersiapkan dirinya untuk dimaki karena Viori jatuh sakit untuk menyelamatkanya. Secara reflek ia menjauhkan cangkir teh yang masih panas kalau-kalau Marquis berniat menyiramnya. 

"Maksud kedatangan saya kali ini...." Marquis menghentikan kalimatnya dan menghisap cerutunya lagi.

"Saya ingin membawa kembali Viori." 

"Membawa? Membawa kembali Viori kemana?" entah kenapa benak Lucius rasanya seperti membeku dan untuk sejenak terhenti.

"Saya akan membawanya kembali ke kediaman kami."

"Saya tahu Marquis pasti resah dengan keadaan Viori yang sedang sakit, tapi saya bersumpah atas nama keluarga saya bahwa saya sedang melakukan semuanya untuk memastikan kembalinya kesehatan Viori." Lucius tidak menyangka ia akan bersumpah atas nama keluarganya, sumpah atas nama keluarga adalah sumpah terberat yang biasanya dilakukan didepan hakim di pengadilan. Entah kenapa kata-kata itu meluncur dengan sendirinya ditengah-tengah kepanikan karena perkataan Marquis.

"Saya tetap akan membawanya kembali... Dan saya tidak berjanji akan membiarkan Viori kembali ke sini."







I Need to Escape from The Duke!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang