Chapter 33

1.6K 271 5
                                    

Warna dari lampu gantung di ruang makan itu terasa mengarah dan menerangi jalan Viori ke arah meja makan. Klak! Klak! Klak! Suara sepatu hak rendah Viori memenuhi ruangan yang diisi kensunyian dengan seluruh mata menatapinya. 

"Aku tidak menyangka kau akan mengenakan... ini." Lucius memandangi setiap jengkal gaun yang dipakai Viori, gaun itu masih secantik yang diingatnya. Gaun itu memang tidak pernah berwarna terang sedari awal, Renda-renda yang dijahit tangan oleh ibunya masih rapih tersusun di kerah dan ujung-ujung gaun itu. Yang paling mengagetkan adalah korset putih yang dibuat seukuran tubuh ibunya beberapa saat sebelum ia jatuh sakit. 

Mikhail menopang dagunya dengan jari telunjuk, ikutan memandangi Viori dari ujung kepala sampai ujung kaki. Balutan renda tipis warna ungu pucat yang mengepang rambutnya terlihat sedikit memantulkan cahaya dari lampu. 

Bahkan saat ia menarikan sebuah kursi untuk Viori, mata Lucius tidak lepas dari renda-renda di lengan gaun Viori yang bergerak seperti menari-nari senada dengan hentakan langkah kakinya. 

"Bisakah kalian.... berhenti memandangi ku seperti itu." Bahkan Reinhard dan koki yang sedang mendorong kereta makanan memelan dan terhenti untuk memandangi Viori. 

Lucius dan Mikhail mengerjap beberapa kali dan kembali memandangi cangkir teh yang ada di hadapan mereka. Viori yang awalnya khawatir karena tubuhnya yang makin terlihat pesakitan tiba-tiba mendapatkan ekstra kepercayaan diri karena reaksi mereka. Di kehidupan sebelumnya, Celestine tidak pernah memiliki waktu untuk peduli dengan apa yang dipakainya. Yang ada dipikirannya hanya apa yang harus dilakukannya untuk bisa makan esok hari. 

Tanpa sadar pipi Viori memerah menembus riasan tipisnya, rona merah itu justru terlihat menyatu seperti riasan yang disengaja. Viori tersenyum kecil sebelum berusaha menutupinya dengan menaikan secangkir teh menutupi bibirnya.

"Kau terlihat menakjubkan." Mikhail melempar pujian itu begitu mudahnya, ia bahkan tidak terbata sama sekali. 

Mata Viori malu-malu menemui tatapan Mikhail yang sedari tadi tidak terputus. 

"Ehem!" Lucius meletakan cangkir tehnya yang masih utuh agak kencang sehingga membuat suara 'Cling!' yang agak nyaring.

"Bagaimana kalau kita memulai makan siang ini." yang dikatakan bukanlah pernyataan melainkan pernyataan, Lucius menengok ke arah koki istana yang sekarang sudah berada di samping-samping mereka dengan piring makan yang ditudungi. 

"Menu hari ini adalah stik domba dengan saus jamur dan asparagus." Koki itu agak membungkuk dan dengan perlahan membuka tudung saji, uap dari piring itu naik dan sedikit menghampiri mata Viori. 

"Maafkan saya Pangeran Mikhail atas keterlambatan saya menyambut kedatangan anda." Viori bertukar pandang dengan Lucius beberapa saat sebelum memutuskan bahwa ia seharusnya bicara formal dengan Mikhail, secara ia datang kesini dengan kunjungan resmi.

"Tidak perlu meminta maaf, Duchess. Saya bersedia menunggu anda selama apapun." Senyuman Mikhail sepertinya berkompetisi dengan keindahan arsitektus Istana Altair, saat ia tersenyum seolah bunga-bunga yang dipajang ditaruh di vas bunga bermekaran dan menjadi latar belakang senyumannya. 

"Kami tadi sedang berbincang mengenai banyaknya bantuan yang telah diberikan oleh Pangeran Mikhail kepada istri saya selama perjalanan kecilnya di ibukota." Lucius tidak hanya menekankan kata 'istri saya' dengan nada bicaranya tetapi juga dengan tangan kanannya yang sesaat menunjuk dirinya sendiri.

"Bukan masalah, untuk Duchess saya bersedia melakukan lebih dari menjaga perjalanan kecilnya di ibukota." Lagi-lagi, Mikhail dengan mulutnya yang semanis madu. 'Lucius harus belajar banyak dari Mikhail.' pikir Viori dalam hati. Walaupun akhir-akhir ini intensi Lucius baik, tapi mulutnya sepertinya tidak sejalan dengan isi hatinya.

I Need to Escape from The Duke!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang