Bab 20

1.7K 327 79
                                    

Play Mulmed
(NIKI - Lose)

...

"Bagaimana perasaanmu, Taehyung?"

Bulir keringat yang membasahi pelipis Taehyung diabaikan oleh pemuda itu ketika ia mendudukkan diri di kursi dapur. Melirik sang Ibu yang tampak masih sibuk menyiapkan sarapan, helaan napasnya terdengar pelan. Rasanya tidak tega untuk membohongi wanita yang sudah melahirkannya itu lagi dan lagi. "Baik. Aku bisa ke sekolah, Bu."

Nyonya Kim tersenyum tulus. "Apa doktermu belum menghubungi?"

"Sudah. Setelah ujian tengah semester aku bisa memulai pengobatanku kembali," jawab Taehyung sambil menorehkan senyum kecil pada bibir pucatnya.

Meletakkan berbagai menu di atas meja makan, wanita paruh baya itu kemudian mengangguk paham. "Sekolahmu bagaimana? Kalau Ibu tidak salah, kau akan mengikuti olimpiade."

"Iya, Bu." Menerima mangkuk berisi nasi dan pangsit goreng yang disumpitkan oleh sang Ibu, ia mendadak teringat pada gadis yang begitu ia lukai dengan perkataannya kemarin. "Pangsit," gumamnya.

"Kau suka pangsit, jadi Ibu sengaja memasaknya hari ini." Nyonya Kim mendudukkan diri pada kursi yang kosong, lalu memandang putra kesayangannya yang bergeming di tempatnya. "Kenapa? Kau tidak ingin memakannya?"

Gelengan menjadi jawaban Taehyung. "Aku hanya teringat pada temanku yang menyukai pangsit, Bu."

"Teman?" ulang Nyonya Kim sedikit terkejut. Selama ini putranya itu cenderung tertutup dan tak pernah menceritakan siapa pun dari ruang lingkup pertemanannya di sekolah. "Kau akhirnya menceritakan temanmu pada Ibu. Jadi, siapa orangnya?"

"Kami sudah tidak berteman lagi. Aku menjauh darinya," jelas Taehyung dengan kepala tertunduk. Ia memandangi mangkuk makanannya dengan pandangan sendu. "Karena aku tidak mau membuatnya menangis."

"Kenapa kau membuatnya menangis? Kau berencana merundungnya?" gurau Nyonya Kim sembari berjalan menuju wastafel untuk mencuci piring. Ia berusaha menahan rasa sesaknya sendiri sebab dirinya jelas paham apa yang dimaksud oleh Taehyung. Namun ia sungguh tak ingin buah hatinya itu terlalu terpaku pada penyakitnya. "Bertemanlah dengan semua orang, Taehyung. Menangis maupun tertawa adalah hal yang biasa dalam pertemanan."

"Aku akan meninggal, Bu."

Gerakan tangan Nyonya Kim berhenti tepat setelah kalimat itu keluar dari sang putra. "Taehyung, kau akan sembuh. Kita akan melakukan pengobatan terbaik untukmu."

Taehyung menggeleng. "Aku mendengar percakapan Ibu dengan Dokter Yang saat jadwal kontrol kita yang terakhir. Dia bilang pengobatan yang kita lakukan tetap tidak akan membuatku sembuh sepenuhnya. Ibu terlalu naif berpikir mujizat akan mendatangi keluarga kita. Aku-"

"Kim Taehyung! Ibu tak pernah mengajarkanmu untuk berputus asa," tegur sang Ibu dengan mata berkaca-kaca. "Jika kau tidak sembuh sekali pun, bukan berarti kau layak menyerah menjalani hidupmu. Kenapa kau menyiksa dirimu sendiri dengan menjauhi semua orang? Kau pikir itu mengurangi kemungkinan orang yang kau kasihi menangisimu? Tidak, Taehyung. Hidup tidak berjalan sesuai pemikiranmu itu."

Pemuda Kim yang selama ini selalu menyembunyikan kelemahannya di balik tatapan dingin itu tak mampu menahannya kali ini. Air matanya jatuh saat ia menyadari bahwa kini sang Ibu pun ikut terluka karena perkataannya. Karena itu, Nyonya Kim lantas mendekat dan membawa pribadi tinggi itu ke dalam dekapannya.

"Aku tidak tahu mengapa aku melakukannya. Bagaimana aku bisa memperbaiki ini sementara aku sudah benar-benar melukainya karena perkataanku? Mengapa aku sangat tega membuatnya bersedih seperti sekarang ini?" Taehyung menggumam di tengah tangisannya. Merasakan usapan sang Ibu membuatnya semakin dirundung duka. "Aku benar-benar merasa buruk."

Dear You, Kim Taehyung [on going]Where stories live. Discover now