Tubuh atau kepala?

6 6 2
                                    

Laila berusaha berbicara kepada kedua kakaknya, memohon kepada keduanya agar dirinya di lepaskan.

"Kenapa? Duduk manis saja di sana, Laila. Kami telah menyiapkan singgasana yang begitu mewah untukmu, bahkan sangat unik. Apa kamu masih ingin berkomentar?" Aca menaikkan alisnya, memandang Laila dengan sorot mata jengah.

"Nikmati saja hari-harimu bersama dengan kita berdua di sini, adikku. Ups! Bukan, tapi hanya kamu saja, karena kami akan kembali ke mansion paman."

Aca dan Bianca langsung meninggalkan Laila sendirian di dalam pabrik kosong itu, membiarkan Laila terikat di dalam dengan keadaan ruangan yang gelap.

'kenapa mereka sangat jahat kepadaku? Hanya karena warisan saja? Haha ... sungguh muak rasanya.' batin Laila. Laila menggesekkan tali tambang tebal itu dengan ujung kursi, berharap ia bisa dengan segera terlepas dari ikatan itu dan segera bisa keluar dari pabrik kosong yang sangat menyeramkan.

"Ayo, pasti bisa," gumam Laila di balik sapu tangan yang menutup mulutnya.

"Argh, sial! Kenapa sangat susah sekali? Bagaimana caraku terlepas dari sini jika aku saja sangat kesulitan dalam memutuskan tali ini?" Laila terus menggesekkan tali tambang dengan sekuat tenaga, menggunakan sisa tenaga yang ia punya untuk menipiskan tali tambang.

Laila menghela napas, menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi, memejamkan matanya, hingga tanpa sadar ia tertidur hingga matahari terbit.

"Gadis bodoh, bangun!" seru Bianca seraya menepuk pipi Laila dengan kencang, membuat yang di bangunkan mengaduh kesakitan.

"Hei! Cepat bangun!" Aca memukul lengan Laila yang masih terikat, memaksa Laila agar membuka matanya.

"Kenapa kamu tidur sangat pulas sekali? Apa kamu betah bermalam di pabrik kosong ini?" tanya Aca heran.

Laila menggeleng, berusaha berbicara dengan keadaan mulut yang masih tertutup sapu tangan.

"Kami tak akan membukakan sapu tangan itu, Laila. Biarkan kami menyiksamu terlebih dahulu, setelah itu, kamu bisa berbicara sepuasnya," ujar Aca, melangkahkan kakinya menjauh dari Laila dan Bianca, mengambil sebuah benda yang akan ia gunakan untuk menyakiti Laila.

"Permisi, Kak. Jangan dekat-dekat. Aku ingin menyiksa adik kita." Aca tersenyum sinis, memegang kuat cambuk di tangan kanannya, memutar kepalanya ke kiri-kanan, hingga menimbulkan suara yang di sebabkan oleh gesekan tulang.

"Bersiap-siaplah, adikku. Kamu akan merasakan bagaimana rasanya di siksa oleh kedua kakakmu sendiri hari ini."

Aca mulai memecut Laila, membiarkan adiknya menjerit kesakitan tanpa ingin menghentikan tangannya yang terus bergerak menggerakkan pecutan di tangannya.

"Jangan halangi aku, Kak Bian! Aku ingin menuntaskan amarahku kepada gadis bodoh yang nyatanya adalah adik kita. Aku tak terima perlakuan yang telah ayah dan bunda lakukan kepada kita. Itu semua tidak adil, Kak."

Aca mengabaikan ucapan Bianca yang meminta dirinya untuk menghentikan tangannya yang terus bergerak untuk menyakiti Laila.

"Rasakan! Sebenarnya, apa yang telah kamu lakukan kepada ayah dan bunda sehingga mereka lebih menyayangimu dari pada kami yang notebook-nya adalah anak pertama mereka? Anak pertama yang mereka lahirkan ke dunia. Anak pertama yang sangat mereka nanti-nantikan. Kenapa, La? Kenapa mereka pilih kasih sekali? Apa karena kelebihan yang kamu milikilah yang membuat mereka lebih menyayangimu?" tanya Aca dengan air mata yang terus mengalir tanpa henti, di ikuti Bianca yang juga merasakan sakit di hatinya saat mendengar semua keluhan yang keluar dari mulut adik tersayangnya.

Laila menggeleng, berusaha menghentikan pergerakan Aca dengan kode yang ia berikan.

"Percuma, La. Kamu tak akan bisa menghentikan adikku kali ini. Dia sudah terbakar emosi. Kamu tak akan lepas begitu saja darinya," ujar Bianca saat menyadari kode yang telah Laila berikan.

"Ha-ha-ha, betul. Kamu hanya akan membuang-buang tenaga, aku tak akan menghentikan siksaan ini sebelum aku merasa puas, La," ucap Aca dengan tegas. Terus memecut Laila tanpa ampun dengan mulut yang tidak berhenti mengeluarkan kata-kata kebencian.

Laila mendongak saat Bianca menjenggut rambut denim blue miliknya yang seharian ini tak terkena shampoo.

"Ingat baik-baik siksaan yang telah kami berikan kepadamu, La! Kami tak akan segan-segan membunuhmu jika kamu berani sekali saja mengadukan hal ini kepada paman sehingga membuat paman lebih memilihmu sebagai ahli waris satu-satunya." Bianca melotot, tangannya mencengkram kuat rambu Laila hingga membuat mata Laila ikutan memerah lantaran rasa sakit yang sangat luar biasa ia rasakan.

"Sudah, jangan terlalu membuat kepalanya mendongak. Bagaimana jika nanti putus?" Aca memegang tangan Bianca, memaksa kakaknya agar segera melepaskan tangannya dari rambut Laila.

"Biarkan saja. Lagi pula, kita bisa menggantung kepalanya nanti di pintu masuk pabrik ini," jawab Bianca santai tanpa sedikit pun ketakutan tergambar di wajahnya.

"Memang itu ide gila, tapi aku kurang setuju. Lebih baik, kita berikan saja kepala indah Laila kepada kanibal kenalan kita, Kak. Dia bisa membayar mahal kepala Laila," ucap Aca membuat Laila membelalakkan matanya dan refleks menjauhkan kepalanya dari tangan Bianca yang masih menggantung di udara.

"Kenapa hanya kepala? Berikan juga tubuhnya, kanibal baik hati itu pasti sangat suka dengan rasa yang ada di tubuh Laila. Adik kita ini sangat pintar merawat tubuhnya. Aku yakin, rasanya akan berbeda dari para manusia yang kanibal itu pernah cicipi," celetuk Bianca membuat keduanya melirik licik Laila yang masih duduk tegang di kursinya.

"Oh, Laila." Aca memajukan wajahnya, mendekatkannya ke wajah Laila, mengulurkan tangannya yang berlumuran darah untuk memegang wajah cantik Laila yang selama satu hari ini tidak terawat.

"Jangan tegang-tegang, sayang. Kakakmu adalah kakak yang baik. Kami tak akan menjual tubuhmu dengan harga yang murah, tenang saja." Kedua kakak kembar Laila langsung tertawa girang setelah beradu tangan, duduk di dekat Laila, membicarakan harga yang akan mereka dapatkan dari seorang kanibal yang baik hati, orang yang selama ini menjadi teman mereka.

Live With Darkness Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang