Kesepakatan

1 3 0
                                    

Laila mempersilakan teman-teman barunya masuk ke dalam mansion mewah yang baru saja di belinya dini hari.

Saat hendak masuk ke perumahan, Laila dan para preman bertemu dengan seseorang yang kebetulan sedang mencari orang yang ingin membeli mansion yang berada di lingkungan itu, dengan cepat Laila memberikan uang cash kepada sang pemilik mansion tanpa berpikir panjang dan segera membereskannya sesuai yang ia inginkan.

"Terima kasih karena telah membantuku," ujar Laila tulus, tatapan matanya tak datar seperti saat mereka masih berada di toko sang waiters yang telah membuat mood Laila berubah.

"Silakan kalian pilih sendiri mau tidur di mana, itu tanggung jawab kalian, karena kalian yang akan tidur," imbuh Laila, mulai melepaskan semua yang melekat pada tubuhnya membuat semua preman yang masih berada di sana terkejut.

"Jangan berekspresi seperti itu! Aku tak menyukainya." Lirikan tajam dari mata Laila terlihat saat menyadari tatapan tak wajar para preman yang ada di sana, tangannya mulai bergerak untuk melayangkan pukulan, namun di hentikan dengan kalimat memohon salah satu dari mereka.

"Ma-maafkan kami, Nona. Kami tidak bermaksud untuk ...."

"Pergi!"

Laila menguncir rambut panjangnya dengan ikat rambut berwarna hitam, sangat senada dengan rambut denim blue miliknya.

"Tempati kamar kalian ... apa masih belum paham juga, hah?" Laila menekuk tangannya, hidungnya yang mancung mulai kembang-kempis saat preman-preman itu tak melaksanakan perintahnya.

"Ba-baik, Nona."

"Huh! Belum apa-apa saja, sudah lemot. Apalagi jika aku mengajak mereka kerjasama. Apa tanggapan mereka nantinya?" Laila menendang pelan meja marmer membuat suara berisik yang mengelilingi ruang tamu.

Laila bergegas pergi ke kamar serasa sudah mengantuk, ia meninggalkan pekerjaan yang padat untuk mengembalikan perusahannya yang hampir bangkrut.

Laila merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk, mengangkat kakinya dan menyilang kan-nya.

"Ternyata seperti ini, ya rasanya tinggal di mansion mewah milik sendiri. Ya ... walaupun aku akui, aku mendapatkan ini semua dengan cara kotor. Tapi ... It's oke, aku tidak memperdulikan hal itu. Yang penting, aku bisa menikmati ini semua dengan ketenangan tiada tara dibandingkan dengan adanya tiga orang hama itu."

Laila menutup matanya, membayangkan saat-saat ia akan menguasai semuanya satu persatu, dan tak akan ada yang bisa menghentikannya.

***

"Pagi!" sapa Laila saat semua orang sudah berada di meja makan. Ia menarik kursi, duduk di sana dengan elegan, seperti seorang ratu yang duduk berhadapan dengan para prajuritnya.

"Ada yang ingin aku bahas sebelum kita sarapan," ucap Laila, menggebrak meja, memaksa semua orang menatapnya dengan fokus, tanpa ada satu pun yang boleh melirik ke arah makanan.

"Mulai sekarang, kalian akan menjadi bawahanku!"

Mata Laila melihat dengan intens setiap raut wajah para preman yang mendengarkan ucapannya. Ia menarik napas panjang, kemudian menghembuskannya perlahan.

"Aku ingin membangun sebuah geng mafia. Aku tahu, kalian mungkin akan sangat tidak menyukai ideku ini. Namun, itu sangat di perlukan. Kalian tahu, 'kan? Aku sudah pernah membunuh orang, bahkan saudara kandungku sendiri. Dan yang harus kalian ingat, jika kalian menolak ideku kali ini, maka kalian adalah korban selanjutnya. Bagiamana?" tanya Laila tanpa kedip, matanya terus fokus menatap preman-preman yang mulai merasa ketakutan mendengar ancamannya.

"Jawab!" Laila menggebrak meja cukup kuat, membuat piring, gelas, sendok dan garpu yang ada di atas meja terangkat dan menimbulkan suara kegaduhan. Begitu juga dengan mereka, semua orang terlonjak kaget, bahkan ada yang berteriak karena sangat terkejut.

"Geng mafia?"

"Iya. Apa kalian keberatan? Jika iya, mari ikut saya ke ruangan kerjaku. Aku akan memberikan hadiah kepada kalian." Laila menyeringai jahat. Tanpa diberitahu pun, para preman itu sudah tahu arti di balik senyuman tersebut dan makna yang tersirat dalam kalimat Laila.

"Kami setuju, Nona. Apa yang harus kami lakukan?"

Laila bertepuk tangan saat melihat ke antusiasan preman yang menjawab pertanyaannya. Ia menepuk pelan pundak sang pembicara, membisikkan sesuatu hingga membuat preman yang berbicara kepadanya bergidik takut.

"Ayo, kita sarapan. Semuanya cukup sampai di sini. Aku harap, salah satu dari kalian tak akan ada yang pernah mempunyai keberanian untuk mengkhianatiku. Jika tidak, ya ... kalian tahu sendiri akibatnya, 'kan?"

Laila tersenyum miring, mengaduk makanannya dan mulai menyuapkannya ke dala mulutnya. Matanya tak henti-hentinya memperhatikan gerak-gerik para preman yang mulai terlihat tidak nyaman.

Sore harinya, Laila pergi ke perusahaannya, menyuruh semua preman yang kini sudah menjadi bawahannya untuk menjaga keamanan perusahannya, ia tak ingin kerugian menghampirinya kembali.

"Kalian harus bisa membedakan yang mana yang baik dan yang bukan! Aku yakin, bukan hanya kedua kakakku dan mantan pacarku saja yang mempunyai niat jahat kepadaku. Bahkan, kalian juga bisa, 'kan?" ucap Laila, tersenyum menunjukkan gigi taringnya yang putih membuat semua bawahannya merasa ngeri.

"Lakukan tugas kalian mulai hari ini!" serunya.

Laila mengambil alat makeup yang ia beli saat siang hari, membaca dengan sangat teliti bagaimana cara menggunakannya.

"Oh, I see ... aku akan merubah penampilanku mulai sekarang."

Laila mulai melukis wajahnya sendiri dengan sangat piawai, bersenandung kecil dengan suara tawa yang terus mengisi ruangannya.

Live With Darkness Où les histoires vivent. Découvrez maintenant