Percobaan bunuh diri

2 4 0
                                    

"Farhan!" Laila berteriak, membanting pintu ruangan dengan keras, memanggil-manggil nama Farhan berulang kali karena tak kunjung mendapatkan sahutan.

"Di mana orang itu?"

Laila mengacak rambut frustrasi, membuka kamar pribadinya, berharap Farhan ada di sana.

"Damn! Dia sudah pergi."

Laila mengontrol napasnya yang memburu, tangannya terkepal kuat setelah mengetahui kejahatan yang telah di lakukan oleh kekasihnya.

"Sial, sial, sial .... Kenapa aku bisa sebodoh ini?" teriak Laila, badannya sedikit membungkuk, matanya melotot, urat-urat lehernya menegang.

Laila berlari ke luar ruangan, meminta sebagian para karyawannya untuk mencari keberadaan Farhan.

"Maaf, Nona, kami tidak menemukannya."

Mata Laila terpejam, ia ingin melampiaskan amarahnya, namun kepada siapa?

"Baik, kalian bisa pergi."

Laila menyandarkan tubuhnya, memijat pelan kepalanya yang berdenyut.

"Apa karena ini dia selalu menolak panggilanku?" Laila menatap kosong layar handphone, membayangkan setiap kejahatan yang Farhan perbuat selama dirinya berada di Eropa.

"Bisa menemui saya sekarang?" tanya Laila setelah panggilan terhubung. Bahkan ia mengubah bahasa panggilannya.

"Baik, di kafe biasa ya, La."

Laila langsung memutuskan panggilan, menyewa taxi online untuk membawanya ke tempat janjian dirinya dengan Farhan.

"Kenapa dia lama sekali?"

Kepala Laila bergerak berputar, melihat sekelilingnya untuk mencari seluet tubuh Farhan.

"Aku sudah menghabiskan tiga gelas kopi, tapi kenapa masih belum muncul?"

Tiba-tiba ponsel Laila berdering, menampilkan nama orang yang sedari tadi ia tunggu kedatangannya.

"Di mana?"

"Maaf, La, aku tidak bisa. Aku harus mengadakan pertemuan kepada salah satu customer kita, dia ingin menyewa kedai kita satu malam untuk acaranya."

"Iya kah?" Alis Laila terangkat, bibirnya tertarik untuk tersenyum meremehkan.

"Untuk apa aku berbohong, La? Tak ada untungnya bagiku. Lagi pula, aku sedang mengurusi perusahaan pacarku sendiri, tak mungkin aku berbohong untuk hal tak berguna."

"Ya, ya, saya tahu. Karena Anda adalah tipe orang yang selalu melakukan hal berguna yang dapat merugikan orang lain," ucap Laila, ber-cih setelahnya.

"Apa maksudmu?"

"Tak ada maksud lain, hanya maksud tersembunyi. Kapan Anda mempunyai waktu luang? Saya ingin bertemu," ujar Laila lagi, tangannya mengetuk-ngetuk pelan meja.

"Akhir-akhir ini aku sibuk, La. Aku juga harus menghandle perusahaanku."

"Baik, segera kirimkan semua berkas perusahaan saya jika Anda menolak untuk bertemu dengan saya!" ucap Laila tegas, terdapat penekanan di setiap katanya.

Laila mematikan panggilannya, menunggu paket datang yang berisikan semua berkas penting perusahaannya.

Laila langsung meninggalkan kafe dengan perasaan yang menggebu, membayar seluruh pesanannya dan menghentikan taxi yang lewat.

***

Setelah beberapa jam menunggu, pintu terketuk, memaksa Laila untuk membuka mulut.

"Masuk!" ujarnya.

"Terima kasih." Laila membuka pembungkus berkas yang Farhan kirimkan, memeriksanya dengan teliti.

"Dia sudah merencanakan ini dengan baik."

Laila memasukkan semua berkas ke tempat asalnya, menaruhnya dengan rapi, tak ada yang terlekuk sedikit pun.

"Dasar pengecut! Dia hanya berani menusukku dari belakang, tapi saat di tantang? Dia kabur seperti anak tikus yang takut terlindas motor."

Laila meminum obat pereda rasa nyeri yang telah karyawannya berikan setelah ia kembali dari kafe tempat janji bertemu dengan Farhan yang di ingkari oleh Farhan sendiri.

"Uh, kepalaku sangat sakit. Aku bingung, apa yang harus aku lakukan untuk membuat pengecut itu merasa jera dengan perbuatan jahatnya?"

Laila menumpu dagunya dengan kedua tangannya, bergumam, menyebutkan semua balasan yang akan ia berikan kepada pacarnya, tidak! Lebih tepatnya adalah mantan pacarnya.

"Heh! Lihat saja nanti. Akan ku buat kau merasa menyesal karena telah berani mengkhianatiku dan lebih memilih wanita yang lebih tua darimu. Aku tak akan segan-segan melanggar hukum, Farhan! Jika kau saja berani mencebloskanku ke penjara, maka aku juga akan mempunyai keberanian untuk mencebloskanmu ke neraka."

Laila tertawa sangat kencang, membayangkan semua rencana yang akan membuat Farhan merasa sengsara, dan menyesal karena telah mengkhianati kepercayaannya.

"Jika aku lihat, dia memang sangat bodoh karena lebih memilih wanita yang lebih tua darinya dari pada aku yang jauh lebih muda dan segar. Aku akui, aku selalu menolaknya dalam memenuhi kebutuhannya. Tapi, apakah harus wanita tua seperti Amel itu? Menjijikkan! Seleranya benar-benar rendah, sangat tidak berkelas."

Laila merobek bungkusan obat hingga obat pereda rasa nyeri tersebut berserakan di atas meja kerjanya.

Laila meraup semua obat yang sudah ia kumpulkan, meminumnya dalam sekali tegukan.

"Overdosis? Ha-ha-ha .... Aku tidak peduli. Lagi pula, siapa yang akan mengkhawatirkan diriku ini? Tidak ada! Ah, tidak-tidak, para karyawanku pasti akan merasa sangat kesal jika aku mati sekarang. Apa mereka akan menyebarkan hal buruk tentangku jika aku kembali ke Yang Maha Kuasa sekarang? Masa bodo!"

Laila berjalan sempoyongan ke arah lemari besar yang ada di pojok ruangan, membukanya perlahan dengan badan yang gemetar.

"Dari banyaknya alkohol yang aku simpan, hanya tersisa beberapa? Huh, lucu sekali pria itu. Apa dia tak mempunyai uang sepeser pun untuk mabuk ke bar?"

Laila membuka sebotol bir dan meneguknya dengan cepat, merasakan setiap aliran bir yang masuk ke tubuhnya.

Live With Darkness حيث تعيش القصص. اكتشف الآن