My life without you

Mulai dari awal
                                    

"Ya terus aku kebagian apa?"

"Ya terserah kamu mau bayarin apa. Yang jelas semua kebutuhan dasar harus dari aku!" seru Hans ngotot.

"Hidih....macem kebanyakan duit aja...." ledek Hana keras kepala.

"Ohh....ohhh, gini cara mainnya? Buka-bukaan gaji, hayo! Kalau gak percaya aku mampu!"

Mereka saling melotot satu sama lain, lalu setelah sepersekian detik, mereka sama-sama tertawa.

"Ini sebetulnya kita lagi bahas apa, sih, Hans?" tanya Hana di sela-sela derai tawanya.

Hans mengacak-acak puncak kepala Hana. "Bahas masa depan kita...  Kalau kamu gak keberatan."

Tersenyum, Hana mengusap pelan pipi Hans kemudian mengecup bibirnya sekilas. "Berat ya pembicaraannya. Apalagi bahas finansial... Tapi, ya udah, deh, berhubung kita udah punya anak juga." Hana menunjuk Cireng. "Yuk, bahas...."

Akhirnya sore itu mereka habiskan dengan membuat perencanaan keuangan bersama. Baru kali ini mereka saling terbuka dengan besarnya penghasilan masing-masing yang membuat Hana sempat iri karena penghasilan Hans perbulan nyaris dua kali lipat dari penghasilannya. Belum ditambah bonus, uang cuti, dan juga uang akhir tahun.

Hans bertekad membayar semua kebutuhan dasar seperti makan, pakaian, kebutuhan rumah, listrik, air, dan lain-lain. Jika mereka memiliki anak kelak, urusan pendidikan juga harus diserahkan ke Hans. Tadinya dia malah ngotot kalau semua tagihan dia yang menanggung dan Hana dipersilakan menyimpan gajinya sendiri. Namun, tawaran seperti itu malah membuat Hana tak senang. Akhirnya setelah banyak berdebat, Hana diperbolehkan membayar biaya tahunan seperti pajak rumah, kendaraan, asuransi, dan juga TV kabel dan mengatur pengeluaran hari raya yang biasanya akan menghabiskan banyak uang.

"Tabungan, Hans! Gimana? Kamu, kan, agak boros," tegur Hana.

"Aku ada tabungan, kok... Yang dipotong tiap bulan sehari setelah tanggal gajian. Main saham, reksadana juga kalau ada idle money. Kamu gimana?"

"Aku suka nabung emas dari dulu karena dari kecil mamaku ngajarinnya begitu. Makanya aku punya safe deposit box di bank. Kalau simpanan cash, sih, bentuknya deposito. Belum berani main saham, uangku belum sebanyak itu. Emang agak kelewat main aman, tapi gapapa, lah, ketimbang gak punya simpanan sama sekali."

Hans menggut-manggut. "Seenggaknya asuransi kesehatan aman, ya... Kantorku nyediain full cover buat anak-istri. Dana pensiunnya juga ada, paling nanti kita atur aja buat nambahin lagi." Lalu mereka melanjutkan diskusi ke dana pendidikan anak dan juga dana rekreasi.

Hana mengucek-ngucek kedua matanya saat dia rebah ke kasur dan tiduran di samping Hans yang sudah menelungkup. Pembicaraan kali ini membuat mereka berdua lelah.

"Kepalaku mendadak pusing sekarang... Susah ya ngaturnya biar pas semua," gerutu Hana sementara tangannya menunjuk buku agenda yang berisikan rancangan keuangan mereka dan penuh dengan coretan di sana-sini.

"Apalagi aku yang bukan akuntan, Na," ucap Hans sambil melambaikan tangan memberi isyarat menyerah.

Hana menoleh Hans yang sekarang wajahnya menghadap ke arahnya. "Seenggaknya kita berdua kondisi keuangannya sama-sama sehat," ucap Hana merujuk ke cicilan Hans hanya tinggal cicilan rumah ke Abi saja sementara Hana tidak punya cicilan sama sekali.

Tangan Hans terulur membelai pipi Hana. "Walau pun kepalaku cenat-cenut ya, Na... Tapi aku seneng, kok, bahas ini sama kamu. Soalnya kamu jadi berasa makin nyata buat aku...."

"Sejak kapan aku jadi makhluk astral?" ledek Hana membuat Hans menoyor keningnya.

"Apa perlu aku jelasin lagi maksud aku apa? Ntar aku ngeluarin cincin, kamu malah ketakutan lagi!" omel Hans sebal.

Ha-Ha The Alternate Universe (a very long journey)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang