Ch 15

12.2K 954 6
                                    

Kadang Rea berpikir, apa orang tua nya tidak menyayanginya sampai tidak pernah pulang dan terus bekerja di luar negeri. Ia benar-benar merasa seperti anak yatim piatu. Karena bertahun-tahun menghabiskan waktu tanpa mereka.

Untungnya Rea memiliki Arsen, sosok yg mencintainya lebih dari apapun. Yang menjelma menjadi seorang kakak yg sempurna.

Hidup Rea tak pernah kekurangan. Orang tua nya meninggalkan harta yg begitu banyak. Dan rutin mengirim uang dalam jumlah besar, walau tak pernah terpakai semua.

Suatu saat Rea berharap, akan ada saatnya mereka berhenti, berbalik, dan memperhatikannya. Tersenyum penuh kasih sayang padanya. Memberikan apa yg selama ini mereka lalai memberikannya.

Tapi, Rea tak pernah merasakan ketulusan dari mereka.

Pemandangan ini menyakitinya. Membuat hatinya begitu teriris.

Arsen mati-matian mempertahankan dirinya agar tetap bisa menikmati kehidupan. Sedangkan orang tua nya tidak ragu untuk mengantarkan nya pada kematian.

Apa aku setidak berharga itu?

Arsen terkejut ketika melihat mata Rea mulai meneteskan air mata. Apa ia sudah menyakiti Rea? Apa Arsen menakuti perempuan kesayangan nya itu?

"Sayang, kamu kenapa? Hey, maafin aku kalo aku yg jadi penyebab kamu nangis"

Ucapan Arsen membuat tangis Rea semakin keras. Gadis itu meluruh di lantai, terduduk menangis tersedu-sedu.

Semua orang terdiam, bingung kenapa Rea tiba-tiba seperti itu.

"Rea, Rea sayang. Jangan kayak gini! " Arsen berkata hati-hati. Penuh kelembutan. Tak ingin membuat Rea semakin sedih. Ia tak bisa melihat Rea menangis seperti ini.
"Bilang sama aku kenapa kamu nangis"

Rea menatapnya. Matanya yg basah terlihat sangat menyedihkan.
"Arsen"

Arsen mendengarkan

"Apa aku segitu gak berarti nya? "

Arsen tidak mengerti. Baginya Rea selalu menjadi yg paling berarti.

Sambil mengusapi air matanya yg tak mau berhenti. Rea meracau,
"Mereka ninggalin aku bertahun-tahun, seolah gak peduli. Dan saat mereka kembali, mereka gak ragu buat aku makin dekat sama kematian"

Semua orang tahu siapa mereka yg Rea maksud. Dan kedua orang itu merasa tertohok, hati mereka nyeri mendengar curahan hati putri nya. Rasa malu itu kian merayap, membuat mereka merasa kecil di hadapan Arsen yg lebih bisa melindungi Rea lebih dari apapun.

"Kita gak butuh mereka" tegas Arsen, menahan kedua tangan Rea. Membuat gadis itu menatapnya sembam. "Selama ini kita hidup tanpa mereka. Dan kita baik-baik aja"

Arsen mengusap pipi Rea, menghapus air matanya "Kamu punya aku, Re. Kamu selalu menjadi yg paling berharga buat aku"

Rea terenyuh. Seolah tertampar, seharusnya Rea tak perlu memikirkan mereka yg tidak mau menatap ke arahnya. Selalu ada Arsen yg tidak pernah berpaling, tidak pernah menjauh darinya.

Rea seharusnya bersyukur.

"Maaf, Rea" Rose menangis terisak-isak, wanita itu menangkup wajahnya. Malu untuk melihat putrinya sendiri. Ia merasa tidak layak di sebut orang tua karena apa yg Rea katakan menohok ulu hatinya.

Ia telah gagal

Aldrick menengadah, menghalau air matanya yg memberontak. Putrinya merasa begitu rendah karena sikapnya selama ini. Dan tindakan nya kali ini pasti begitu melukai nya hingga Rea merasa tidak berharga sama sekali.

Tapi Aldrick tidak pernah bermaksud begitu. Apa yg ia lakukan adalah untuk kebaikan mereka semua.

Semua demi mereka.

Walau begitu, Aldrick sadar ia telah berhasil menumbuhkan kecewa yg sudah mengakar di hati kedua anaknya.

Terutama Rea,

Mungkin setelah saat ini, ia tak akan pernah bisa mendapat maaf dari mereka.

"Maafkan papa, Rea"

Rea menatap pria itu. Walau berkata seperti itu, Rea sendiri tahu untuk apa pria itu minta maaf.

Aldrick menarik penutup guci itu hingga terbuka. Kempulan asap samar keluar dari sana.

Mata Arsen terbelalak. "PAPA!! "

Rea terhuyung, ia memuntahkan darah dari mulutnya. Arsen semakin panik.

"Sayang, sayang, aku mohon bertahan. Kamu gak boleh pergi"

Pemuda itu menangis

Rea tersenyum, sekali lagi menghadapi kematian. Ia melirik Aldrick, tatapan penuh rasa bersalah terlihat dari kedua matanya.

Apa guna nya?

Semua sudah terjadi

Tapi luka di hati Rea sudah terlanjur terbentuk.

Ia tertawa, hingga membuat semua termangu. Rea menatap Aldrick, dan berkata.

"Aku benci papa"

Tubuh Aldrick membeku, hati nya seolah remuk mendengar satu kalimat terakhir dari putrinya sendiri. Meski ia sudah menyiapkan diri karena tahu kemungkinan ini akan terjadi, Aldrick tetap tidak kuasa menghadapinya.

Lututnya lemas seketika, Aldrick terduduk. Air matanya berjatuhan tanpa bisa di tahan. Tubuhnya bergetar, pria itu menangis.

"Maaf.. " gumamnya, tulus dari hati. Ia benar-benar merasa bersalah. Tapi Aldrick tak bisa menyesal, karena ia memang harus melakukan ini semua "Maafkan papa, Rea"

Sudah terlambat

Rea menutup matanya. Jiwa nya tertarik dari raga itu. Membuat Arsen semakin histeris.

"REA BANGUN! KAMU GAK BOLEH PERGI! KAMU GAK BOLEH NINGGALIN AKU"

Tapi tak ada respon

Raga kosong itu perlahan menghangat kembali. Tidak lama, ia terbatuk. Terbangun secara spontan.

Semua orang terdiam, memperhatikan itu walau dengan ekspresi yg berbeda-beda.

Dia melihat sekitarnya dengan bingung.

"Kenapa gue ada disini? "

Tubuh Arsen melemas seketika,

Zara sudah kembali

Dan Rea, .. sudah pergi

****

Matanya tak bisa dibuka. Dan seluruh tubuh ini terasa remuk. Tak bisa di gerakan. Seperti ada duri tajam yg tersangkut di tenggorokan. Paru-paru terasa sempit hingga rasanya sulit untuk bernafas.

Jantung terasa menggantung, berdetak pun rasanya menyakitkan.

Kenapa, bisa begini?

Kembali hidup kenapa rasanya menyengsarakan? Apa aku memang pantas mendapatkan ini semua?

Tuhan, .. Jika aku boleh meminta satu kali lagi.

Lepas saja aku, dari raga ini..

Raga yg telah rusak

Aku lebih baik pergi meninggalkan mereka.

My Brother's Girlfriend (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang