Ch 13

12.2K 946 16
                                    

"Apa ini gak papa ?"

Arsen menoleh ketika Rea bertanya. Tatapan nya seketika memindai penampilan Rea saat ini. Gadis itu terlihat manis dengan rok biru gelapnya, dan kaos biru terang yg mengekspose bahu mulusnya. Sebuah topi pantai menjadikan nya semakin sempurna. Nyaman untuk di pandang.

"Kamu manis, sayang" Arsen mencubit pipinya

Rea mencebik, menunduk menyembunyikan rona merah di pipinya.

Tatapannya terarah pada tangannya yg bertautan dengan Arsen. Rea mengulum senyum. Entah ini benar atau tidak tapi rasanya ada debaran menyenangkan dalam dada nya.

Rea menggenggam tangan itu semakin erat. Satu tangannya, melingkar di lengan cowok itu. Membawa tubuh mereka semakin merapat

Arsen menoleh, tersenyum padanya ketika Rea juga mendongkak tersenyum.

Sebuah kecupan ringan mendarat di kening Rea.

Sudah lama mereka mengimpikan hal ini. Sayang, selama ini hal itu sekedar jadi mimpi dan lelucon. Tapi kini mereka berhasil mewujudkannya walau happy ending yg mereka harapkan terasa semu. Dan kebahagiaan yg mungkin tidak akan bertahan lama.

Tapi moment ini, patut untuk di kenang.

"Aku harap bisa kayak gini lebih lama"

Mereka berdiri menghadap lautan lepas berdiri di bibir pantai, melihat matahari semakin turun menuju ufuknya.

"Aku juga" Rea menyandar di pundak Arsen. Ini terasa sangat nyaman. "Tapi kayaknya tetep gak bisa"

Arsen tahu itu. Tapi ia berjanji ia akan berusaha. Supaya ia bisa bersama dengan Rea.

Karena, hanya Rea yg ia inginkan di dunia ini.

"Kita pasti bisa" Arsen berkata optimis, walau ada sejumput kekhawatiran dalam dirinya.
"Kita bakal terus bersama"

Rea pun mengharapkan hal yg sama.

Tapi, ..

"ARSEN !! REA !!"

Semakin ia berusaha percaya, semakin hatinya merasa goyah.

Langkah kaki itu terdengar. Sepertinya lebih dari satu dua orang. Mungkin ada empat atau lima.

Tapi tak membuat Rea dan Arsen mengubah posisi mereka.

Hingga, Aldrick menarik kasar putra nya, lepas memeluk Rea. Ia memukul Arsen, membuat nya tersungkur.

Arsen tak bereaksi. Ia membiarkan tubuhnya terbaring di pantai menatap langit dengan kosong.

"Berhenti lakuin hal gila Arsen ! Kamu harus mengakhiri semua ini"

Sementara Rose menghampiri putrinya. Ia mengecek tubuh Rea, memastikan ia tidak mengalami hal-hal buruk sebelumnya.

"Kamu baik-baik aja kan, nak ?"

Rea tersenyum lemah.
"Aku .. aku gak papa"
Mendadak ia merasa kehilangan semangat. Tapi kenapa, reaksi tubuhnya sedrastis ini ? Rea merasa sulit untuk bicara. Dan suaranya terdengar parau.

Ada apa ini ? Apa yg terjadi dengannya?

Ekspresi Rose semakin cemas. Ia menyentuh wajah Rea. "Sayang, muka kamu pucet"

Rea pun merasa kekuatan kakinya sudah mengurang. Hingga ia hampir ambruk jika Allen tak cepat menangkap tubuhnya dari belakang.

"Rea .." panggil Allen khawatir.

Rea menatap tiga cowok di sekelilingnya. Ternyata, mereka pun sudah tahu tentang identitas Rea sebenarnya. Rea memaksa senyum pada mereka. Terlihat begitu lemah.

"Maaf, semua" suaranya nyaris tak terdengar.

Tian sudah menangis. Ia yg paling merasa bersalah karena sebelumnya selalu bersikap kasar pada Rea. Ia tidak tahu jika dalam tubuh itu Rea bersarang.

Ia tak bisa berkata apapun. Apalagi melihat kondisi Rea saat ini.

"Rea, bertahan. Gue mohon" ucap Yogi, bersiap menggendong Rea.

Rea terlalu lemas untuk menjawab hingga ia hanya bisa membiarkan apapun yg mereka semua lakukan.

"ARSEN !" Yogi berseru keras. Berusaha menyadarkan sahabatnya yg sepertinya tengah kehilangan separuh kewarasannya.
"Kondisi Rea memburuk, cepet sadar atau gue gebukin lo ampe mampus !"

Arsen terhenyak. Ia bangun, terkejut melihat Rea begitu tidak berdaya dalam gendongan Yogi.

Ia berjalan mendekati mereka tapi Aldrick menghadang.

"Minggir, pa !" Bentak Arsen. Ia tak ada waktu meladeni Aldrick.

"Waktu kita semakin menipis, Arsen. Sebaiknya kamu bilang dimana kamu sembunyikan jiwa Zara yg kamu kunci"

"Aku gak mau !" Tegas Arsen. Jika ia melepas jiwa Zara. Ia akan kembali pada raganya. Dan Rea akan kembali ke inangnya yg sudah di ujung nafas. Rea mungkin tidak selamat.

Kondisi tubuhnya begitu buruk, dan kemungkinan ia selamat tidak lebih dari 10%. Rea tak akan bertahan dengan kemungkinan sekecil itu.

"Aku gak mau kehilangan Rea"

"Cepat katakan, Arsen. Atau kami akan marah sama kamu " cerca Rose. Ia tak bisa memikirkan bagaimana besarnya resiko jika mereka terlambat melepas jiwa Zara. Mungkin nyawa kedua gadis itu tidak akan ada yg selamat.
"Ada dua nyawa yg di pertaruhkan disini. Kamu mau mereka mati ?"

"Tapi kalo aku lepas, Rea yg akan mati. Aku gak mau. Aku gak mau kehilangan Rea !!" Arsen marah. Tak ada yg mengerti posisinya. Tak ada yg mengerti perasaan nya. Mereka hanya peduli pada jiwa Zara yg sudah ia curi, ia kunci supaya Rea bisa menempati raga nya.

Hal ini sudah ia rencanakan jauh-jauh hari. Setelah semua berhasil, mereka dengan mudah mengacaukannya.

"Aku gak terima" Arsen merasa perih di hatinya

Ia melirik ke arah Rea, gadis itu juga menatapnya, dengan sorot pandang lemah. Mengingatkan Arsen saat gadis itu kecelakaan dalam raga aslinya. Mata yg perlahan menutup dan tak pernah terbuka lagi.

"Benda itu ketemu" ucap Aldrick membuat Arsen terkejut. Sementara Rose dan yg lainnya terlihat senang.

"Dimana, pa ?" Tanya Rose tak sabar
"Ayo cepat kita ambil. Kita harus segera nglepas jiwa Zara"

"Berhenti !" Arsen menghadang, menatap mereka tajam. Ia tak bisa membiarkan rencananya kacau seperti ini. Ia berdesis "Jangan coba-coba !"

"Tahan dia !" Titah Aldrick

Dua teman Arsen langsung menahan nya. Arsen memberontak.

"Lepasin gue bangsat !" Maki Arsen, meronta

"Sorry, Ar. Tapi ini demi kebaikan semuanya" ucap Allen

"Lo juga gak waras, lo gak boleh suka sama Rea. karena jodoh Rea tuh gue. ASU"
Tian mengumpat spontan saat Arsen menyundul kepalanya dengan keras. Hal itu ia lajukan karena tak bisa memukul Tian.

"Berani ngomong kayak gitu lagi gue bunuh lo besok" ancam Arsen tak main-main

Tian menelan ludahnya dengan susah payah. Lalu tersenyum kaku, "Ampun, Ar"



My Brother's Girlfriend (End)Where stories live. Discover now