Ch 12

12.5K 1K 5
                                    

Rea tidak tahu harus merespon bagaimana. Kini mama Zara memperlakukan nya begitu baik, bahkan terkesan berlebih. Hingga ia merasa seperti gadis kecil kesayangan.

"Sayang, mama bikin puding buat kamu. Kamu makan ya !"

Rea hanya bisa tersenyum kaku, sambil menerima sepiring puding itu. Ia melirik dua laki-laki di sisinya. Mereka tampak acuh.

Hanya Rea yg ditawari.

Apa mama Zara tak peduli pada suaminya dan Justin ?

Tapi, Rea tak memiliki keberanian untuk bertanya. Jadi dia hanya tersenyum pada wanita itu, dan berkata seperlunya.

"Makasih, ma"

"Gak perlu bilang makasih, sayang. Mama begini karena sayang sama kamu" ucap mama Zara mengusap puncak kepala Rea. "Mama ke dapur dulu ya !"

Mama Zara pergi, untuk membereskan peralatan dapur sehabis ia membuat puding untuk putrinya.

Rea menatap puding di tangannya. Sendok disana sudah lebih dulu di sambar orang lain sebelum Rea mengambilnya. Rea mendelik pada Justin yg memakan pudingnya dengan lahap, tidak tahu malu.

"Mikirin apa lo ?" Cowok itu bertanya dengan mulut penuh

Rea bergidik jijik, Justin sangat jorok

"Kalo ngomong, habiskan dulu makanan di mulut kamu itu" tegur papa Zara. Untungnya pria itu lebih tahu tata krama. Sangat jauh dengan Justin yg terlalu apa adanya.

"Jawab aja sih" ketus Justin. Ia kadang jengah sikap nya terus di komentari. Ia menelan habis makanan di mulutnya. "Jadi, kenapa lo ngelamun sambil liatin puding mama ? Lo gak suka ? Atau puding lo kurang banyak ?"

Bukan itu. Rea tak mempermasalahkan persoal puding sama sekali. Rea hanya merasa jika apa yg ia dapat bukan hak nya sama sekali. Harusnya Zara yg menerima semua ini. Bukan Rea.

"Aku .. cuman ngerasa bersalah"

"Bersalah kenapa ?" Justin mengernyit

Papa Zara lebih tanggap dalam hal ini. Ia melipat kembali koran yg tadi ia baca. Lalu menaruh perhatian penuh pada Rea.
"Kamu merasa bersalah sama Zara ?"

Rea mengangguk.

Justin menoleh pada ayah nya. Ia berdecak kesal, karena merasa kalah cerdas dengan ayahnya.

"Kamu gak perlu mikirin itu. Kejadian ini bukan kemauan kamu. Bukan kehendak kamu. Kamu juga korban"

Papa Zara begitu bijak. Walau tahu raga putrinya diisi oleh jiwa asing. Dan jiwa putri nya entah berada dimana. Papa Zara masih bersikap baik pada Rea.

"Makasih, pa" Rea tersenyum tulus "Makasih udah baik sama aku"

Papa Zara tersenyum, ia mengusap rambut gadis itu. Sejak awal, papa Zara tahu Rea anak yg baik. Jadi tidak ada alasan baginya untuk tidak menyukai Rea. Apalagi memperlakukannya dengan buruk.

"Kamu anak baik, jadi pantas jika papa memperlakukan kamu dengan baik"

Bunyi ketukan pintu menarik perhatian mereka. Mama Zara tampak bergegas menuju pintu utama, untuk melihat siapa yg datang.

Tak lama, wanita itu kembali menghampiri Rea dengan wajah sumringah.

"Sayang, ada pacar kamu nyariin"

Wajah Rea menegang, ia melirik dua lelaki yg sedari tadi bersamanya. Papa Zara tampak bingung. Dan Justin, ekspresi nya terlihat tidak mengenakan untuk dilihat.

Cowok menyebalkan itu bertanya setelah mama Zara pergi dari hadapan mereka.

"Lo gak risih apa akting jadi pacar kakak lo sendiri ?"

Rea tak mampu menjawab.

****

Arsen tampak senang melihat Rea keluar dari sarangnya. Cewek itu mendekat, wajah cemberut nya mengundang untuk dicium. Sayangnya, Arsen masih waras untuk tidak mencium Rea di area terlarang. Bisa-bisa ia habis di hajar satu keluarga.

"Hai sayang"

Rea melotot tajam "Apa sayang-sayang. Nama aku bukan sayang"

"Oh" Arsen tersenyum menyebalkan. Membuat Rea semakin ingin memukul kepalanya. "Jadi pengen di panggil apa ? Babe ? Honey ? Yayang ?"

Tak tahan dengan tingkah tengil Arsen, Rea memukul tulang kering nya hingga cowok itu meringis kesakitan.

"Sakit, yang"

"Arsen ! Berhenti panggil aku kayak gitu !" Seru Rea tegas. Ia ingin segera menghentikan semua kegilaan ini. Kejadian yg ia alami, di tambah tingkah laku Arsen rasanya bisa membuat kepala Rea pecah karena pusing memikirkannya.

Dan akhir-akhir ini, Arsen semakin tidak tahu malu.

"Berhenti bersikap kayak pacar aku"

Wajah itu seketika berubah. Ia benar-benar tidak menyukai saat Rea mengatakan tentang ini.
"Kamu emang pacar aku sekarang, Rea"

"Tapi aku udah minta putus"

"Kita gak akan pernah putus !" Arsen membalas lebih keras.

Cowok itu terkekeh, menutup mata dengan satu tangannya. Ia semakin kehilangan akal. Cowok itu menggelengkan kepalanya sebelum menatap Rea lagi.

"Maksud aku, aku sama kamu. Kalo sama Zara, it's okay, aku bisa putus sama dia kapan pun. Tapi sama kamu, mau kamu bilang ribuan kalipun, aku gak akan pernah terima kata perpisahan"

Rea menatapnya rumit

Ada apa dengan Arsen ?

Rea kira, disini ia yg tidak benar. Hanya dirinya yg salah, karena mencintai kakaknya sendiri. Tapi sekarang, sepertinya Rea baru mengetahui, Arsen lebih tidak beres.

"Ar" panggil Rea pelan. Terasa menyentuh permukaan hati suara lembutnya itu, hingga membuat Arsen tak tahan, ia mengecup punggung tangan cewek itu.

"Ya, sayang ?"

Rea terdiam sesaat, menyelami kedua mata cowok itu yg menatapnya lain dari saat ia masih menjadi Rea. Kini tatapan itu bukan hanya teduh, tapi juga lekat, seolah ada magnet yg membuat Rea sulit mengalihkan pandangan. Dan sorot pandang yg membuat Rea merasa sangat di damba, dicinta, diimpikan.

"Aku juga cinta sama kamu"

Sudut bibur Arsen naik, ia tersenyum senang.

Akhirnya, ia mendengar pengakuan ini dari Rea. Walau ia sudah tahu tentang fakta itu. Tapi mendengar nya secara langsung, membuat Arsen di bawa terbang oleh euforia.

"Aku tahu"

Rea mengernyit, "Sejak kapan ?"

"Entah" jawab Arsen. Ia juga tak ingat kapan tepatnya. Tapi yg pasti, ia mengetahui itu sejak membaca diary Rea tanpa sengaja.

Saat itu, bahkan sebelum Rea. Perasaan Arsen muncul lebih dulu. Tapi ia berusaha menyembunyikan nya. Karena tak ingin membuat Rea menjauhinya.

Arsen berusaha jadi kakak yg baik.

Tapi, Arsen tak bisa lagi menahan diri saat mengetahui jika Rea memiliki rasa yg sama. Ia mencari jalan alternatif supaya bisa bersatu dengan Rea.

Walau dengan cara yg agak gila.

My Brother's Girlfriend (End)Where stories live. Discover now