Ch 2

24.8K 1.6K 12
                                    

"Ra !"

Suara siapa itu ?

Rea bertanya-tanya

"Ra !"

Kali ini bukan hanya suara, tubuh Rea pun terasa di goyangkan. Ini sangat mengganggu, sungguh.

Bisakah ia mati dengan tenang.

"RAA !!"

Rea terlonjak, spontan bangun dari tidur nya. Ia menoleh, menemukan Yogi yg sedang mendengus kasar.

"Lo kebo banget sih, Ra" rutuk Yogi berkacak pinggang. "Udah gue bangunin lo dari tadi lo gak bangun-bangun"

"Kenapa ... aku disini ?" Rea bertanya bingung. Ia benar-benar tidak paham. Sekarang ia berada di studio Allen, tempat yg sebelum nya ia singgahi sebelum kecelakaan.

Bukankah ia sudah pulang ? Dan tertabrak mobil

Harusnya sekarang ia sudah mati

Jika pun selamat, sadar di rumah sakit mungkin terasa lebih masuk akal.

"Lo masih belum connect kayaknya" cetus Yogi menatap Rea aneh. Ia mengabaikan Rea yg masih bingung, membereskan barang-barangnya. "Buruan siap-siap, kita bakal pergi"

"Pergi ?" Rea membeo "Kemana ?"

Yogi terdiam sesaat, terlihat sedih. Helaan nafas berat keluar dari mulutnya. Ia kemudian menoleh pada Rea.

Dan menjawab, "Ke rumah sakit. Rea kecelakaan"

****

Rea menyentuh jendela yg membuat ia bisa mengintip ruangan yg tidak boleh ia masuki. Lewat jendela itu, Rea melihat tubuh seorang gadis yg terdapat banyak luka. Ada banyak alat medis yg menempel di tubuhnya.

Tubuh itu, .. adalah miliknya.

Allen, Yogi, dan Tian saling melempar pandangan bingung. Tidak biasanya cewek itu akan bersikap seperti ini. Mereka jelas merasa heran.

"Ra, lo sehat ?" Celetuk Allen

Tian bersedekap, berkata dengan ketus
"Gak biasanya lo perhatian sama Rea. Bukannya lo gak suka ya sama dia"

Rea mendengar, tapi ia mengabaikannya.

Lagipula, apa salahnya berempati dengan tubuh sendiri.

"Meskipun dia adek pacar lo"

Tubuh Rea menegang sesaat, ia tampak gugup. Tanpa menoleh pada tiga cowok itu ia berpamitan sebentar.

"Gue ke toilet dulu"

Tian berdecih sinis. Ia sangat tidak menyukai cewek itu.

****

Sampai di toilet, Rea mematung melihat pantulan bayangan nya sendiri di cermin. Tangannya terangkat menyentuh bayangan itu. Sorot pandangnya terlihat ngeri dan tidak percaya.

"Ini .. ini kak Zara" gumam Rea

Ia berada di tubuh cewek yg tidak menyukainya.

Bagaimana bisa ?

Tubuh Rea linglung sesaat. Ia berjongkok, meremas rambut nya sendiri. Termenung memikirkan kenyataan yg baru ia ketahui.

"Ini gak mungkin. Gak mungkin" Rea meracau. Terus mengelak dari fakta yg terjadi. "Gue pasti mimpi. Ya, gue yakin ini pasti mimpi"

Rea berusaha meyakinkan diri. Walau ketakutan dalam dirinya semakin besar. Ia kembali menatap bayangan itu. Wajah yg biasa menatap nya sinis itu, kini menjadi miliknya.

Rea mengedarkan pandangan, mencari sesuatu yg bisa ia gunakan untuk membuktikan keyakinan nya.

Rea menemukan sebuah jepit, ujung nya terlihat sedikit tajam. Ini benda berguna.

Rea menggores tangannya dengan itu.

"AKH !" Rea meringis, tangannya terluka, mengeluarkan banyak darah. Ini sakit.

Rea menatap luka nya sendiri dengan horor.

"Ini sakit"

"Berarti ini, ... nyata?"

Tok tok tok

Rea menoleh, mendengar suara ketukan pintu.

"Sayang, kamu didalem ?"

Wajah Rea menegang, ia menelan ludahnya dengan gugup.

I-ini suara Arsen

"Tadi aku denger kamu teriak. Kamu gak papa, Ra ?"

Bagaimana ini ? Bukan hanya terjebak di tubuh orang lain. Rea semakin dibuat mati kutu saat mengingat fakta jika Zara merupakan pacar kakaknya sendiri.

Arsen, cowok yg ia cinta. Cowok yg tidak bisa ia miliki sampai kapanpun.

"A-aku baik-baik aja" sahut Rea, berusaha untuk tidak gugup walau itu sia-sia.

"Ya udah kalo gitu" Arsen tak memperpanjang "Kamu masih lama di dalem ?"

Rea semakin gugup. Tampak nya Arsen ingin menunggu nya keluar. Tapi Rea tak memiliki sejumput keberanian. Ia benar-benar takut,

Takut pada dirinya sendiri.

"Aku, .. aku keluar sekarang" terpaksa

Rea menelan ludahnya sekali lagi, begitu keras seperti menelan sebuah duri. Rea mengggigit bibir bawahnya. Rea harus kuat, mau tak mau ia harus menghadapi situasi saat ini.

Karena tak mungkin ia terus berada di dalam toilet.

Perlahan Rea membuka pintu, wajah khawatir Arsen adalah hal pertama yg ia lihat. Deguban jantungnya mengencang. Ini benar-benar berat bagi Rea.

Rea tersentak, merasakan sebuah tangan hangat menyentuh dahinya. Ia mengerjap menatap Arsen.

"Kamu sakit ? Muka kamu pucet"

Entah Rea harus senang atau sedih. Merasakan perhatian Arsen yg sebenarnya bukan ditujukan untuknya.

Berusaha tersenyum, Rea menjawab
"Aku baik-baik aja, Ar. Aku sehat"

"Tangan kamu kenapa ?" Arsen meraih tangan Rea yg terluka. Luka itu terlihat baru, dan darah di sana masih mengalir segar. Ia menatap Rea tajam. "Ra, kamu apain tangan kamu ?"

Rea gugup, bagaimana Arsen tahu jika ia melakukan itu dengan sengaja ?

Lagipula tidak mungkin Rea mengatakan jika ia melukai dirinya untuk membuktikan jika semua ini tidak nyata.

Tapi semua sia-sia

Apa yg Rea alami, benar-benar terjadi.

Arsen menghembuskan nafas kasar,
"Sayang, aku gak suka kamu kayak gini" terlihat kesal, meski begitu ia tetap berusaha untuk bersikap lembut. Sesaat membuat Rea terbuai. "Jangan ulangin lagi !"

"Maaf, Arsen"

Arsen tersenyum, menyentuh pipi pacar nya itu dengan jari nya.

Mereka terus berpandangan bak sepasang kekasih yg tengah kasmaran. Siapa tahu, dua orang itu memiliki pemikiran yg berbeda.

Maaf karena udah bohongin kamu

Seharusnya, kamu lakuin ini sama Zara, bukan aku.

My Brother's Girlfriend (End)Where stories live. Discover now