Ch 8

13.2K 1.2K 40
                                    

"Dia bukan Zara"

Tak ada reaksi berarti saat Justin mengatakan hal itu. Bahkan kaget saja tidak. Arsen seperti sudah mengetahui semuanya.

Mata Justin memincing tajam, "Lo udah tahu ?"

Arsen terkekeh, ia menoleh pada Justin dengan binar geli. "Gue gak sebego itu buat gak ngenalin cewek gue sendiri"

"Dan lo tahu siapa yg ada di raga Zara ?" Justin semakin curiga.

Respon Arsen terlalu diluar dugaan. Cowok itu memiringkan kepalanya sambil menyeringai.
"Rea kan ?"

Justin terkejut

"Adek gue. Kesayangan gue"

****

"Meskipun lo tahu ini gue. Lo sebaiknya menjauh, gak usah deketin gue"

Saran dari Rea membuat Kinar mengernyit tidak suka. Ia keberatan dengan itu.

"Apaan ! Gak bisa lah. Pokoknya gue bakal selalu ada di samping lo"

"Kinar" Rea menegur lembut. Ia menjelaskan "Kalo orang liat lo sama gue, mereka bakal curiga"

"Lo khawatir kita di tuduh lesby ?" Celetuk Kinar membuat Rea memukul ringan kepalanya.

"Aws ! Sakit tahu" cebik Kinar

"Lo sih asal ngomong aja. Gue masih setia ya !"

Setia sama Arsen, walau tahu itu salah.

Dan bakal selalu salah

"Sejak dulu lo ngomong setia. Tapi gue gak pernah tahu siapa yg lo setiain" Kinar menggerutu.

Rea memang tak sejujur itu untuk mengatakan pada Kinar jika ia menyukai kakaknya sendiri. Rea takut Kinar jadi menjauhinya.

"Lama-lama gue curiga. Yang lo setiain itu kejombloan lo kan ?"

Terkaan Kinar membuat Rea mendengus. Ia menjawab dengan jengkel
"Terserah lo, Kin. Sesuka lo aja"

****

Justin pergi, begitu juga Kinar. Rea ingin pulang tapi ia tak tahu harus pergi kemana, jadi ia memutuskan untuk berada di rumah sakit lebih lama. Siapa sangka, Arsen ikut menemani nya. Duduk di sisinya sambil memainkan helaian rambut Rea.

"Kamu ngapain sih ?" Ketus Rea. Ia risih dengan sikap Arsen. Ini tidak baik bagi kesehatan jantung nya.

"Rambut kamu bagus" komentar Arsen

"Rambut Rea juga bagus, tuh kamu mainin aja rambut dia" tunjuk Rea pada tubuh aslinya.

Anehnya, senyum Arsen malah semakin lebar.
"Yaa, .. rambut Rea juga bagus" cowok itu membaringkan kepalanya di pangkuan Rea. Membuat Rea menegang.

"Tapi aku udah terlalu sering mainin rambut dia" sambung Arsen

Dahi Rea mengernyit, ia berusaha mengingat kapan Arsen melakukan itu. Setahunya, tidak pernah.

"Beneran ?" Tanya Rea penasaran

Arsen tersenyum aneh
"Beneran"

Semakin ke sini, Rea merasa semakin tidak mengenali Arsen. Ia tampak asing. Ada banyak sikap yg baru ia ketahui setelah menjadi Zara. Arsen tidak seperti yg ia pikir.

"Kamu lucu, sayang" kekeh Arsen

Rea tak tahu apa yg di tertawakan cowok itu. Tapi ia tak bisa berkata apapun saat Arsen menarik wajah mereka mendekat.

Pelan, bibir mereka bertemu.

Rea tak menolak seperti sebelumnya

Halus, melumat dengan lembut

Mata Rea terpejam. Jadi begini rasanya berciuman dengan Arsen.

Kemudian mata Rea terbuka saat ia tersadar, bukan hanya mereka di kamar ini. Ia melepas pangutan bibir mereka.

Menatap miris pada raga nya yg asli.

Sialan ! Gue merasa jadi manusia brengsek

Karena berciuman di ruangan seseorang yg sedang terbaring koma. Walau itu raganya sendiri itu terasa tidak benar.

"Gak bakal marah lagi kan ?"

Suara Arsen membuat Rea menunduk, melihat cowok itu. Arsen tersenyum, bibirnya mengkilap basah. Rea meneguk ludahnya, saat ini cowok itu terlihat menggoda.

Tanpa sadar, Rea membelai pipinya. Matanya terkunci pada dua manik Arsen yg menatap lekat padanya.

Ciuman mereka terulang. Rea melupakan jika ia baru saja mengulangi kebrengsekan nya tadi.

Lupa jika ia baru saja mengumpati dirinya sendiri.

Arsen memang paling bisa membuat nya lupa diri

****

Rea membasuh wajahnya di westafell. Ia mematut diri di cermin, menumpu kedua tangan di pinggirannya.

Ia benar-benar tidak bisa mengontrol tubuhnya sendiri. Seharusnya ia tidak bertindak seperti tadi. ini bahaya, dan membuat Rea semakin cemas.

"Gue gak bisa kayak gini terus" gumam Rea. Ia merasa gelisah.

Ia harus mengambil langkah sebelum semuanya terlambat.

"Gue harus menghindar dari Arsen"

****

Arsen tersenyum saat melihat Rea kembali dari toilet. Wajahnya terlihat basah, tampaknya gadis itu baru mencuci muka agar sadar dan berhenti melakukan hal gila bersama Arsen.

Yaa, jangan salahkan Arsen juga. Karena ia memang sedikit gila.

"Udah selesai ?" Tanya Arsen

Rea mengangguk, ia meraih tasnya. Bersiap pergi. "Aku mau pulang"

"Loh ?!" Arsen terkejut

Sesaat, Rea melirik raga nya yg masih belum mendapatkan kemajuan apapun. Ia merasa sedih, kapan ia bisa bebas dari situasi aneh ini.

Rea menghela nafas, ia berbalik, berjalan menuju pintu. Tapi sebelum itu, Arsen menahan lengannya.

"Kok pulang sih, sayang ? Jangan dulu dong" bujuk Arsen. Ia masih ingin bersama Rea lebih lama.

"Ar" Rea melepaskan cekalan tangan Arsen, menatap cowok itu jengah. "Aku rasa, lebih baik kita akhiri ini"

Air muka Arsen seketika berubah.

"Aku pengen putus aja"

Rea terkejut saat Arsen kembali mencengkram tangannya, kali ini lebih kuat. Rea ketakutan. Apalagi pandangan Arsen begitu tajam seolah siap membunuhnya.

"Kamu .. mau putus hm ? Mau menjauh dari aku ?" Tanya Arsen dengan suara rendah. Sekujur tubuh Rea merinding. Wajah Arsen mendekat, ia berbisik di telinga nya.

"Jangan harap ! Kamu gak akan pernah lepas dari aku, .. Rea"

Tubuh Rea menegang. Matanya membola sempurna. Ia menoleh, melihat Arsen berseringai.

Cowok itu mengecup bibirnya singkat.

"Aku rasa udah cukup akting kita selama ini. Kamu juga capek kan harus akting jadi pacar abang ?"

My Brother's Girlfriend (End)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora