39.1 tri deg naw, un: ffoniwch fi beth rydych chi ei eisiau

Start from the beginning
                                    

Setidaknya Nindy ingin kembali ke hotel dan menghubungi salah satu pegawainya melalui sambungan telefon agar dirinya bisa dijemput dan diuruskan kembali surat-surat pentingnya yang telah hilang.

Namun apa daya, sedari tadi Nindy hanya berputar-putar melewati tempat ini sebanyak lima kali.

Tak jauh dari tempatnya duduk, sebuah mobil tesla berhenti.

Pemuda yang berada di dalam mobil mencoba mencocokkan foto yang dipegangnya dengan wajah gadis di seberang jalan. Malam yang gelap tidak terlalu mempengaruhi penglihatannya, dikarenakan betapa tajamnya indera penglihatan yang dimilikinya.

Setelah dirasanya cocok, pemuda tersebut bergegas menghampiri gadis tersebut menggunakan sebuah payung hitam lebar.

Hujan lebat pasca badai membuat jalanan becek dan langit yang masih terus menurunkan air hujan membuatnya berdecak kesal.

Setelah berhasil tiba di hadapan gadis berambut pirang bertubuh mungil itu, pemuda tersebut berkata,

"Hei, kau. kembalikan agendaku"

Nindy yang merasa terpanggil mendongakkan kepalanya, dengan menggigil kedinginan disertai kesadarannya yang kian menipis berkata dengan terbata

"to...long aku"

sebelum kesadaran gadis itu lenyap digantikan kegelapan yang menyambut kedua penglihatannya.

-----------------------------------------------------
Satu minggu setelah meninggalnya Giselle, Karina tiba di negara Amethys dan langsung mendatangi Winter begitu pesawatnya mendarat.

Begitu sampai di kediaman Aishgard,  Karina memasuki kamar Winter yang gelap dan berjalan menghampiri sahabatnya yang meringkuk di ujung tempat tidurnya.

Winter, gadis itu benar-benar berantakan. Lingkaran mata hitam dan mata sebab, rambut tidak disisir dan acak-acakan.

Sungguh sangat berbeda dengan Winter yang biasanya, Karina hanya menipiskan bibirnya sambil menatap prihatin.

Mendudukkan dirinya di pinggir ranjang putih milik sahabatnya,
Karina mengelus rambut Winter perlahan.

"Aku bermimpi bertemu dengan Giselle, Win" ujarnya memulai percakapan.

Mendengar nama Giselle, Winter mendongakkan kepalanya guna menatap Karina.

Dapat terlihat lingkaran kantung mata menghitam tebal dan mata merah berkaca milik Winter dan kulit sahabatnya itu terlihat lebih kusam dan sayu.

Setelah berhasil mendapatkan perhatian Winter, Karina melanjutkan ceritanya.

"Giselle mengatakan bahwa aku harus memberitahukan kepadamu tentang pengalamanku mendapatkan kesempatan kedua"

"Kesempatan kedua?"

"Iya. Kesempatan kedua. Bukankah aneh bila di kehidupan masa lampau aku telah tiada dan kini aku masih sehat dan melahirkan dua anak kembar yang sehat pula, Win?"

Sontak saja kedua bola mata Winter membulat dan membesar. Terbelalak.

"Maksud kamu?"

"Iya. Kesempatan kedua. Saat itu, setelah aku meminta pertanggungjawaban pada Keandra sebelum dia mengusirku tiba-tiba saja kepalaku menjadi sangat pening. Untuk itu, aku sesegera mungkin meninggalkan lingkungan tempat tinggal Keand. Begitu sampai di seberang jalan untuk berteduh membuatku mengantuk dan bermimpi. Dalam mimpi itu terlihat kilasan diriku yang tertabrak mobil yang dikemudikan oleh Anna dan membuatku meninggal ditempat. Sebuah suara memberitahuku bahwa aku diberikan kesempatan kehidupan kedua. Aku harus mempergunakannya baik-baik di masa depan. Dan begitu terbangun dari tidurku, aku menangis keras. Ternyata aku masih bisa selamat dan masih bernafas"

Seketika Winter menitikkan air matanya kemudian tertawa lebar sambil menangis.

"Hahaha... ternyata kita sama Rina, ternyata aku tidak sendiri disini. Kamu tahu Rina, kepalaku serasa ingin pecah memikirkan bahwa aku harus memendam semua ini sendirian. Tanpa membagikan kepada siapapun. Termasuk pada Jake karena aku takut, dia menganggapku gila dan tidak memercayaiku. Tuhan.. ternyata kita sama Karina. Huhuhuhhu.... tahukah setelah kepergianmu kami hancur Rina.. huhuhuhu"

"Ceritakan padaku apa saja yang terjadi selama kepergianku, Winter. Maka kita akan mencarikan solusinya bersama-sama, jangan memendamnya seorang diri karena itu tidak baik Win. Kita sahabat. Sahabat ada satu sama lain bukan?"

Dan begitulah, di malam itu Winter menceritakan segala yang diketahuinya pada Karina beserta semua beban batin yang dimilikinya.

Untuk kali pertama setelah sekian tahun, Winter tertidur pulas.

Setelah memastikan Winter tertidur pulas dan memakaikan selimut tebal padanya, Karina berjalan mengendap keluar dari kamar bernuansa pastel milik Winter.

Maafkan aku yang tidak jujur Winter. Giselle.
Bukan maksud apa-apa namun kini akulah yang menempati tubuh sahabat kalian ini dan aku juga telah bersumpah tidak akan membicarakan kehidupanku yang bukan sebagai Karina Lauvrina.
Maafkan aku yang egois namun inilah aku. Siapapun aku. Kalian tetaplah sahabat milikku.

Begitu berbalik setelah menutup pintu kamar Winter, Karina dikejutkan oleh keberadaan Yechezkel yang bersandar di dinding tembok lorong.

"Sudahkah selesai, Cara?"

Setengah terkejut, Karina berjengit. Kemudian menepuk bahu Yechezkel kesal.

"Jantungan aku Hez. Jangan begitu lagi"  dumel Karina sebal.

"Maaf sayang" cengir Yechezkel tanpa merasa bersalah kemudian tangan panjangnya berusaha meraih pinggang kecil milik Karina.

Namun, belum sampai tangannya menyentuh pinggang wanita kesayangannya ini, Karina menjauhkan tangannya dari pinggangnya dan menggenggamnya erat.

Yechezkel menaikkan alisnya begitu melihat raut wajah Karina berubah menjadi dingin.

"Ada apa sayang?" tanya Yechezkel hati-hati.

"Bisakah kamu menghancurkan perusahaan milik pria tua bernama Abraham Giraldo dan membuatnya mendekam di dalam jeruji besi, Hez? dan juga singkirkan wanita yang bernama Anna dan Lavena. Apakah kamu bisa, hez?"

Seketika Yechezkel menatap lamat-lamat kedua bola mata milik Karina, meneliti kesungguhan dari wanitanya.

Setelah dirasa cukup, Yechezkel mendekatkan wajah keduanya kemudian menggigit bibir bawah Karina hingga mengeluarkan sedikit darah.

Melihat ujung bibir wanitanya yang sedikit berdarah, Yechezkel menyeka darah tersebut dengan jari jemarinya dan kemudian mengelus kedua pipi Karina dalam diam.

"Lima belas menit. Berikan aku lima belas menit, dan semuanya akan selesai sayang...."

--------------------------------------------------------

Karina, We Love You! Where stories live. Discover now