20. Usman atau Mumtaz?

Start from the beginning
                                    

"Video call aja, jangan dimatikan."

"DASAR MESUM!"

Tut.

Mumtaz tertawa keras, ia membayangkan wajah kesal Angeline di benaknya.

"Kamu sangat menggemaskan, Sayang."

****

19.00 WIB— 12.00 waktu London, Inggris.

"Harusnya waktu si cewek genit itu godain Kakak di kantor temen Kakak, telfon Angel! Biar Angel ladenin dia."

"Emang berani?"

"KAKAK NGEREMEHIN AKU, HAH?!"

Mumtaz menjauhkan iPhone miliknya dari indera pendengarannya. "Enggak, Sayang. Bukan begitu, aku minta maaf."

"Enggak dimaafin! Kakak tidur aja sama cewek genit itu sana."

"Yakin?"

"OH GITU, YA UDAH SANA!"

Tut.

Panggilan terputus sepihak dari Angel.

Mumtaz tertawa kecil melihatnya. Remaja labil yang menjadi istrinya itu terlalu menggemaskan.

From: You
To: My Sweetie

Kamu marah, Sayang? Aku minta maaf, aku hanya bercanda.

Dan beberapa menit setelah pesan itu terkirim, perempuan itu membaca pesannya dan mulai mengetik pesan.

From: My Sweetie
To: You

•Angel nggak bisa marah lama-lama. Jadinya udah nggak marah.

•Kakak terlalu ganteng, Angel nggak kuat marah ke orang ganteng.

Mumtaz tersenyum tipis membacanya.

From: You
To: My Sweetie

Kamu juga terlalu cantik, mana mungkin aku melirik perempuan lain jika aku memiliki malaikat.

****

"Iya, Bang? Kenapa Abang manggil Angel?"

"Duduk, Angeline." Usman meminta adiknya itu untuk duduk di sampingnya.

Angeline duduk dengan raut bingung di paras cantiknya.

"Mahendra Zayn, kamu ingat?"

Angeline merasakan jantungnya berdegup kencang tatkala mendengar nama itu. Mana mungkin ia melupakan nama itu, nama dari seseorang yang telah berjasa di sepanjang sejarah hidupnya.

"Kakek!"

"Bagaimana sekolahnya hari ini, Gadis Cantik?" Zayn bertanya kepada cucu perempuannya dengan senyum lebar.

"Hari ini aku dapat nilai sempurna di pelajaran matematika dan bahasa inggris, Kek. Aku cerdas, kan?" Sombong gadis kecil itu dengan senyum malunya.

"Tentu saja. Kamu mau jalan-jalan dengan Kakek?"

"Aku mau, Kek!"

Ya... Setidaknya itu adalah kebersamaan terakhirnya bersama sang Kakek, sebelum keesokan harinya ia mendapat kabar bahkan melihat sendiri jenazah sang kakek.

MUMTAZ DANURWENDHA | NEW VERSIONWhere stories live. Discover now