"Insyaallah Abuya, tidak akan lama-lama. Keenan pamit dulu." Keenan pun menyalimi tangan Abuya dengan takdzim.

Sesampainya di ruang tamu, Keenan pun menyalimi tangan Abizar. "Gus, saya pulang dulu."

Abizar pun mengangguk. "Baiklah, hati-hati."

🌼🌼🌼

"Iya bu, pa. Keenan sudah sangat yakin dengan keputusan Keenan."

Azizah selaku ibunda Keenan pun tersenyum, begitupun dengan Umar, ayah Keenan.

"Anak bapak sudah dewasa, bapak dan ibu merestui kamu," ujar Umar sembari tersenyum.

"Alhamdulillah terimakasih pa, bu. Tapi, kalian jangan kecewa ya. Gadis pilihan Keenan baru mulai belajar agama dengan baik, insyaallah Keenan akan berusaha menuntunnya untuk menjadi lebih baik lagi."

Azizah mengangguk. "Tidak apa-apa, kami menghargai keputusan kamu. Datangilah kedua orangtuanya, setelah di izinkan, ibu sama bapak akan segera kesana mengajak keluarga kita."

Keenan pun tersenyum. Langkah pertama meminta restu pada kedua orangtuanya berjalan mulus. Setelah ini, ia harus menuju rumah Angel untuk menemui kedua orangtuanya, bukannya terburu-buru, hanya saja Keenan sudah di amanahi oleh Abuya Abdullah untuk beberapa hari saja di rumah. Keenan tidak terlalu gugup untuk menemui kedua orangtua Angel, karena Abi Rahman sudah mengenalnya cukup dekat saat dirinya ikut mengajar di panti asuhan Al-Qirthas. Namun, yang menjadikan dirinya ragu hanyalah apa jawaban dari mereka nantinya. Semoga saja usahanya tidak sia-sia.

Keenan memarkirkan motornya di halaman rumah Angel. Setelah berada di depan pintu rumah Angel, Keenan pun menghela napas sejenak sebelum benar-benar mengetuk pintu tersebut.

"Ass--"

Ceklek!

"ASTAGHFIRULLAH!"

Keenan terperanjat mendengar teriakan abi Rahman. Namun dengan cepat ia pun tersenyum kaku. "Assalamualaikum Bi."

Dengan tangan yang masih setia mengelus dada, Abi Rahman pun membalas senyuman Keenan. "Waalaikumussalam ustad Keenan. Bukannya di pondok ya?" Tanya Rahman.

Keenan tersenyum ramah. "Iya, saya baru saja pulang tadi pagi."

"Ohh begitu, yaudah masuk dulu." Keenan pun mengangguk dan mengikuti langkah Rahman. "Duduk dulu Nan, saya mau manggil umi dulu."

Keenan pun duduk di sofa ruang tamu. Netranya tidak sengaja menatap foto yang terpampang jelas di dinding ruang tamu. Foto Angel kecil dengan 1 giginya yang ompong, rambut gadis tersebut di kuncir dua dan dengan lolipop yang di pegangnya.

"Silahkan di minum," ujar umi Jannah dengan teh hangat dan beberapa kue yang ia bawa. Kemudian duduk bersebelahan dengan sang suami.

"Jadi ngrepotin umi," ujar Keenan tidak enak.

"Sama sekali nggak ngerepotin. Ayok di makan," ujar Abi Rahman sembari tersenyum. Keenan pun meminum teh tersebut. Kemudian berdehem, mencoba menetralisir degup jantungnya yang tidak beraturan.

Sebelum kesini, Keenan sudah lebih dulu merangkai kata yang di perlukan. Memang tadi dirinya sangat percaya diri, namun berhadapan langsung dengan kedua orangtua gadis yang di cintainya membuat degup jantungnya berdetak cepat. Keenan menghirup napas dalam, kemudian membuangnya.

Diary Hijrah, ANTAGONISWhere stories live. Discover now