Part 16

34.6K 1.8K 246
                                    

Aku pernah menonton sebuah film, jika ditanya judulnya apa, aku benar-benar lupa. Aku hanya mengingat satu kalimat yang membuatku sadar jika perasaan memang sekejam itu.

‘Jika kita terlalu erat menggenggam orang yang kita cintai, maka orang itu akan meninggalkan kita.' 

Entah berasal dari belahan dunia mana, tokoh ketiga dalam film tersebut menggunakan kalimat menyebalkan itu untuk menasehati sang tokoh utama, mengatakan kalau kita terlalu mencintai seseorang, maka anehnya orang itu akan pergi.

Mungkin karena sebuah kutukan….

Lebih tepatnya kutukan rasa bosan, atau mungkin karena mendadak kita akan menjadi serakah saat sedang menjalin sebuah hubungan asmara. 

Sebagai contoh, kita akan merasa lebih memiliki orang itu, kemudian timbul rasa ingin mengekang dan berharap kalau pasangan kita mengerti alasan kelakuan toxic yang kita lakukan adalah karena kita mencintainya.

Kemudian rasa posesif yang berlebihan itu merambat ke arah yang lebih menakutkan.

Kita akan berpikir kalau pasangan kita harus selalu menuruti apa yang kita mau, harus membuktikan rasa cintanya dengan melakukan hal yang kita inginkan tanpa memikirkan apakah pasangan kita juga mau melakukan hal tersebut.

Dan jika semua keinginan kita tidak terlaksana, maka kita akan merasa seolah menjadi korban, berperan menjadi korban kejahatan pasangan yang tidak mau mengerti apa kemauan kita, menyalahkan pasangan dengan berbuat hal bodoh yang kemudian berakhir saling menyakiti.

Aku bukannya sedang menceritakan kisah cinta pertamaku. Hanya saja itu memang sering terjadi, dan banyaknya kisah tragis itu membuatku benar-benar membenci perasaan cengeng yang disebut cinta. 

Aku memang tidak seperti orang lain yang sudah banyak menjalin sebuah hubungan asmara, istilahnya sudah berpengalaman disakiti, atau tersakiti

Itu karena aku bukanlah tipe orang yang akan mau dengan sukarela disakiti berulang-ulang oleh manusia dengan jenis kelamin yang sama.

Aku, Anindira Arabel tidaklah sebodoh dan sesakit jiwa itu. 

Aku tidak akan mau menyakiti diri sendiri. Saat tahu sumber permasalahannya, aku akan langsung memotong akar permasalahan yang menggerogoti sisi bahagiaku, memotongnya sampai benar-benar tak berbekas.

Aku masih tidak memahami mengapa orang-orang, khususnya makhluk berjenis kelamin wanita masih mau bertahan saat sudah jelas-jelas dikhianati oleh pasangan mereka. 

Ada berjuta-juta alasan yang mereka pakai untuk mau terus-terusan berdarah, untuk mau terus bernanah tanpa obat. 

Aku membenci itu, hal-hal yang berpotensi membuatku sakit, aku akan menyingkirkan semuanya sebelum racun itu benar-benar menggerogoti diriku.

“Berhenti pura-pura jadi korban dan tolong jangan muncul lagi di depan gue." aku menekankan setiap kalimatku pada lelaki yang masih saja berusaha memegang tanganku walau diriku sudah memasang wajah semenakutkan mungkin.

“Aku udah jelasin, aku cuma lakuin kesalahan satu kali dan kamu bener-bener mau ngebuang aku gitu aja? Kamu gak inget tahun-tahun bahagia kita bersama?" Wisnu mengabaikan semua kalimat ketus yang kulontarkan padanya.

Lelaki itu masih keukeuh dengan pendiriannya yang menyebalkan. Padahal aku sangat ingin pergi dari sini sekarang, dan kalau Tuhan benar-benar ada, aku berharap kami tidak akan bertemu satu-sama lain walau belajar di kampus yang sama.

“Jangan coba memanipulasi omongan karena lo tahu, itu gak akan mempan buat gue." kataku padanya, masih dingin dari semenjak pertama kami sampai di bagian belakang kampus.

Kamar SebelahWhere stories live. Discover now