Part 1

57.6K 1.5K 82
                                    

Entah bagaimana caranya, ayahku bertemu dengan ibu tiriku yang super kaya. Aku dan ayah yang hanya hidup sederhana selama ini, tiba-tiba diboyong masuk ke dalam rumah mewah milik ibu tiriku.

Namanya Maria Arabel. Nama yang sangat cocok disandingkan dengan sosok cantik yang kini tersenyum padaku.

"Jadi ini Rangga. Kenapa kamu baru bawa dia ke sini, mas?" ibu tiriku itu menoleh menatap ayahku, memperlihatkan tatapan memuja pada ayahku yang bertampang biasa-biasa saja, bahkan terkesan kontras dengan tampangnya yang sangat ayu.

"Yah, Rangga tinggal di rumah lama kami di desa. Karena dia sudah lulus SMA dan aku berniat menyekolahkannya di perguruan tinggi, makannya dia baru kuajak ke sini." Ayahku menjawab, sikapnya sama seperti Ayah yang biasa kukenal, tidak dibuat-buat saat berbicara dengan istri cantik dan super kayanya.

Ini yang membuatku bertambah heran, kenapa Maria Arabel mau menikahi ayahku yang tampngnya sangat biasa-biasa saja ini?

Tiba-tiba, Ibu tiriku menepuk tangannya sekali, matanya berbinar saat berbalik menatapku.

"Tante punya anak, ah tidak. Maksudnya mamah punya anak satu, sepantaran denganmu tapi mungkin kamu lebih tua darinya setahun atau dua tahun. Namanya Anin, dia pasti senang kenalan sama kamu, Rangga." Ia berbicara dengan semangat, aku hanya memperhatikannya tanpa menginterupsi.

"Apakah biasanya kamu memang sediam ini? Padahal Anin itu anaknya cerewet abiss.. Mamah gak sabar buat ngenalin kalian. Kalian akan jadi sibling goals!" matanya tambah berbinar saat menceritakan tentang anak perempuannya.

Tiba-tiba ayahku nyeletuk menginterupsi,
"Halah, wong bocah kaya kiye dipadakna karo Anin sing ayu." ia berkata acuh tak acuh menggunakan bahasa jawa medok, aku tahu artinya, kukira ibu tiriku tak akan tahu dengan apa yang dikatakan ayahku, namun ia menepuk main-main lengan ayah dan protes bahwa aku terlihat ganteng, sangat ganteng malah, jauh lebih ganteng dari ayahku yang kini sedang memasang ekspresi cemberut di wajahnya yang brewokan.

(Halah, anak kaya gini disamakan dengan Anin yang cantik)

Aku tersenyum melihat interaksi mereka, sebenarnya aku khawatir bahwa ayahku akan melakukan sesuatu, semacam santet pada wanita cantik di depanku ini. Mengingat aku yang sangat amat tidak percaya bahwa seorang Maria Arabel - Senior Executive Director Salary di sebuah perusahaan terbesar yang ada di Jakarta akan menikahi ayahku yang hanya bekerja serabutan di bengkel mobil.

Namun interaksi antara keduanya terlihat normal, bahkan mereka berdua terlihat sangat bahagia. Mereka begitu akrab bak teman lama yang kembali bertemu.

"Jadi kamu akan tinggal bersama Anin, mamah sebenarnya bisa membelikanmu Apartemen sendiri, tapi Ayahmu bilang tidak perlu boros untuk urusan tempat tinggal." ia berkata, aku langsung menggeleng padanya.

"Tidak perlu bu, sebenarnya saya bisa ngekos atau ngontrak di lingkungan sekitaran kampus."

"Aduh, sopan sekali anak mamah. Belum bisa panggil saya mamah ya?" ia bertanya, sontak membuatku memerah karena malu.

Aku tidak pernah memiliki kesempatan untuk memanggil seseorang dengan sebutan mamah karena ibuku sudah meninggal jauh sebelum aku bisa mengenali wajahnya.

Melihatku yang hanya diam dan bersikap canggung, wanita ayu ini mendekat. Duduk di sampingku dan menepuk bahuku ringan.

"Gak papa, panggil ibu juga gak papa. Tapi, daripada kamu ngekos, mamah lebih suka kamu tinggal bareng Anin. Sekalian buat jagain adikmu. Sebelumnya ia tinggal bersama kita berdua, namun tiba-tiba ia ingin pindah. Alasannya agar lebih dekat dengan kampus, tapi mamah tahu, sebenarnya ia merasa gak nyaman." ada nada sedih dalam suaranya.

Kamar SebelahWhere stories live. Discover now