Part 12

37.6K 1.8K 211
                                    

Ketika aku membuka mata, Anin juga sedang menatapku, tepatnya memperhatikan bagaimana lidah kami terhubung, saling melilit, dengan aku yang menyedot ujung lidahnya agar masuk ke dalam mulutku.

Kami bertatapan, masih dengan lidah yang menempel, masih dengan nafas yang saling beradu. 

Aku mengelus kepalanya, membuatnya memejamkan mata dan kami melanjutkan lumatan pada bibir kami masing-masing.

Ada magnet yang menarik tubuh kami untuk saling menempel. Aku dapat merasakan payudaranya yang montok di dadaku, merasakan aroma manisnya memenuhi semua indera penciumanku, merasakan hangat tubuhnya menghipnotis jiwaku.

"Kenapa liatin saya?" Aku berbicara padanya yang kembali membuka mata saat kami berciuman.

"Kamu ganteng..." Ia berkata pelan, tersenyum malu-malu.

Aku menggigit bagian dalam pipiku agar tidak tertawa, padahal diam-diam aku tahu bahwa Anin sangat membenci kulitku yang pucat, ia bahkan mengatakan pada sahabatnya bahwa diriku jauh dari kata tampan.

Tapi sekarang? Ia berkata kebalikan dari semua pikirannya saat sedang tidak sadar.

"Kamu ganteeeengg..." Anin kembali berbicara, wajahnya berkerut karena menyadari aku menahan tawa.

"Iya, makasih..." Aku mencubit pipinya, membuatnya terkekeh sambil membenamkan wajahnya pada leherku, menciumiku dengan kecupan-kecupan kecil.

"Kamu tahu siapa saya?" Aku iseng bertanya, tidak berharap akan mendengar jawaban yang benar.

Anin mengangkat wajahnya, menatapku sejenak sebelum menjawab, "Si sosis gede, kan?"

Dan tawaku meledak, tidak bisa lagi kutahan saat mendengar jawaban polos adik tiriku, aku menciumi gemas wajahnya, masih sambil tertawa, membuat Anin cemberut dan menjauhkan wajahku dari wajahnya yang mengkerut.

"Kamu suka sosis yang gede?" Aku kembali bertanya, menemukan kesenangan tersendiri saat melihatnya dengan semangat mengangguk, tersenyum cerah saat mencuri kecupan dari bibirku.

"Mau makan sosis? Tapi jangan digigit ya..." aku tersenyum padanya, memainkan ikal rambutnya yang cantik.

Aku tidak menyangka Anindira akan meloncat berdiri dari pangkuanku, ia bertepuk tangan sekali, melepas celana tidur sekaligus atasannya sambil tersenyum dan terus menatap mataku.

"Kenapa buka baju?"

"Katanya kalo makan sosis harus telanjang loh..." Anin memberitahuku dengan lagak penting, bersedekap dari tempatnya berdiri seakan bentuk tubuhnya tidak membuatku gemetaran.

Payudaranya terlihat hampir tumpah dari bra kuning yang ia kenakan, celana dalam hitamnya berlekuk sempurna mengikuti bentuk pinggulnya yang ramping.

Aku hendak meraih pinggang rampingnya, ingin kembali merasakan tubuhnya ada di atas pangkuanku, tapi Anin menghindar, ia menggeleng padaku.

"Kenapa?"

"Kamu juga harus buka baju sama celana, dong!"

"Bisa gak kamu aja yang bukain?" Aku meledeknya, membuat Anin mencibirkan bibirnya yang manis. Namun ia tetap menunduk, berusaha melepas boxer yang kukenakan.

Aku tersedak, pemandangan belahan payudaranya membunuh kewarasanku, penisku sudah merongrong ingin keluar dari dalam celana sejak tadi, ingin cepat menunjukkan pada dunia bahwa ia sedang teracung tegak.

Aku menubrukkan wajahku pada belahan payudaranya yang lembut, merasakan kehangatan sekaligus rasa nyaman saat kuhirup aromanya yang enak.

Anin melenguh, membiarkanku meraih pinggangnya, lebih menggila menghirup nafasku di sela kulit sintalnya yang lembut, mencicipi rasa manis dari daging payudaranya yang kenyal.

Kamar SebelahWhere stories live. Discover now