Intan memeluk guling sambil senyum-senyum. Ia sudah tidak sabar ingin segera melancarkan aksinya. "Liat aja, kamu bakalan nyesel karena udah jutek sama aku!" gumam Intan sambil menatap foto pernikahan mereka yang dipajang di dinding kamar itu.

"Eh, tunggu deh! Kok aku baru sadar ya, di foto itu dia kelihatan santai banget. Kayak emang lagi nikah sama orang yang dicintai," ucap Intan.

Intan yakin jika Zein tidak mencintainya, seharusnya pose Zein tidak seberti itu. Di foto, ia terlihat sedang memeluk Intan dengan begitu nyaman. Bahkan matanya pun berbinar, seolah menunjukkan kebahagiaan. Berbeda dengan Intan yang kaku karena tidak nyaman dipeluk oleh Zein untuk pertama kalinya.

"Aku jadi semakin yakin, dia mempercepat pernikahannya karena emang udah punya perasaan sama aku. Pantes aja selama ini sikapnya aneh. Jutek tapi perhatian. Aku jadi bingung harus seneng atau kesel," ucap Intan lagi.

"Hem ... untuk permulaan, enaknya aku ngapain, ya?" gumam Intan. Ia akan menyusun strategi untuk menguji Zein. Intan pun tersenyum saat mengingat dirinya sedang haid.

"Hihihi, aku siksa aja dia. Dia kan paling mudah tergoda," gumam Intan sambil tersenyum.

Ia tahu betul suaminya itu begitu mudah tergoda. Tadi saja saat ia baru keluar dari kamar mandi langsung diserang seperti itu.

Intan jadi senyum-senyum sendiri membayangkan betapa nafsunya Zein pada Intan. Bahkan saat malam pertama saja Zein sampai mengulanginya beberapa kali.

Sejak menikah, mereka tidak pernah melewatkan malam tanpa bercinta. Sebab Zein selalu meminta jatah pada Intan.

"Aha!" Intan begitu bersemangat kala mendapatkan sebuah ide. Akhirnya ia pun turun dari tempat tidur dan melancarkan aksinya.

Setelah minum obat dan beristirahat sebentar, rasa sakit di perut Intan sudah berkurang. Apalagi saat ini ia sedang happy, sehingga Intan bisa beraktifitas seperti biasa lagi.

"Maaf ya, ini demi kebaikan rumah tangga kita," gumam Intan sambil melepaskan pakaiannya dan hanya menyisakan segitiga pengaman karena sedang haid.

Setelah itu Intan berjalan ke kamar mandi dan berteriak. "Aawww!" pekik Intan sekencang mungkin.

Zein yang sedang duduk di ruang tengah pun terkejut. Ia langsung berlari ke kamar untuk mengecek istrinya.

Sebelumnya Zein memang tidak menutup rapat pintu kamarnya, sehingga suara Intan bisa terdengar.

Ia bingung karena Intan tidak ada di tempat tidur. Akhirnya Zein mencari Intan ke kamar mandi.

"Astaga, kamu kenapa?" tanya Zein. Ia terkejut melihat posisi Intan sudah terduduk di lantai dengan pose yang sangat menggoda.

"Kepeleset, Mas," jawab Intan.

Zein pun mendekat ke arah istrinya itu.

"Kamu kenapa tidak memakai baju?" tanya Zein. Ia kesal karena kondisi Intan saat ini sangat menggoda.

"Tadi aku mau mandi, soalnya gerah banget. Tapi malah kepeleset," jelas Intan dengan tampang memelas.

"Gerah? Memangnya AC tidak nyala?" tanya Zein. Ia ingat betul tadi sudah menyalakan AC di kamarnya itu.

"Entahlah, yang pasti aku kegerahan dan pingin mandi," jawab Intan.

"Ada-ada saja!" gumam Zein. Kemudian ia berjongkok di hadapan Intan dan menggendongnya.

Zein tidak berani menoleh ke arah Intan karena takut tergoda. Jika Intan sedang tidak berhalangan, mungkin tak masalah bagi Zein. Namun ia ingat saat ini istrinya sedang tidak bisa 'dijamah'.

Apalagi saat ini Intan sedang pura-pura menutupi dadanya. Namun tekanan tangannya itu malah membuat dadanya semakin menyembul dan terlihat begitu seksi.

Meski berusaha tidak menoleh. Namun bayangannya masih terlihat. Hingga membuat mata Zein refleks melirik ke arah tersebut.

Zein pun langsung menelan saliva. 'Sial! Apa dia sengaja menggodaku?' batinnya, kesal.

Intan tersenyum sambil memalingkan wajah saat melihat tenggorokkan Zein bergerak.

"Mas haus?" tanya Intan sambil menatap Zein.

"Tidak," sahut Zein, singkat.

"Ooh, kirain haus. Soalnya Mas kayak habis nelan air liur," ucap Intan jujur.

Deg!

Wajah dan telinga Zein langsung merah padam. Ia malu karena ketahuan.

"Jangan sok tau, kamu!" ucapnya, kesal.

Rasanya Intan ingin tergelak saat melihat suaminya malu seperti itu. Namun ia masih tetap bertahan dengan aktingnya.

"Aww!" lirih Intan saat Zein menurunkannya di tempat tidur.

Zein langsung menoleh ke arah Intan. "Kenapa?" tanyanya. Namun matanya gagal fokus karena teralihkan oleh dada Intan yang memang sengaja ditekan itu.

"Sshh, ini bokong aku sakit. Kayaknya harus dipijit karena tadi sempat terbentur lantai," jawab Intan, manja.

Zein terkesiap. "Kalau begitu kita ke rumah sakit aja biar langsung diperiksa!" ajak Zein. Saat ini ia sedang tidak ingin melihat atau menyentuh tubuh Intan yang satu itu. Sebab itu adalah bagian favoritnya. Sehingga ia akan tersiksa jika hanya menyentuhnya saja.

"Gak usah, deh. Aku malu kalau ke rumah sakit," jawab Intan.

"Malu kenapa?" tanya Zein sambil mengerutkan keningnya.

"Ya malulah. Namanya juga diperiksa bokongnya. Jangankan sama dokter laki-laki, sama dokter perempuan aja aku malu kalau bokongku dilihat," ucap Intan.

Ia sengaja menyebut dokter laki-laki. Sebab, Intan yakin Zein tidak akan rela jika bokong Intan diperiksa atau dilihat oleh laki-laki lain. Meski dia adalah dokter.

"Terus gimana?" tanya Zein. Saat ini otaknya sedang buntu karena godaan Intan.

"Bisa tolong pijitin gak, Mas?" pinta Intan, malu-malu.

***

Aw aw aw, Intan nachal, wkwkwk.

Selamat belingsatan, Zein. Hihiy,

See u,

JM.

Dinikahi Profesor Galak (TAMAT)Where stories live. Discover now