23

4.5K 358 470
                                    

Selamat Membaca...
.
.
.

***

Pagi ini Hinata berangkat seperti biasanya, menaiki bus dan berjalan dari halte ke sekolah. Naruto mengikuti Hinata dari belakang dengan menyetir mobilnya pelan. Wanita berstatus istrinya itu masih tidak mau mengungkap perihal pernikahan mereka. Hinata bukannya tidak mau, hanya saja ia merasa tidak nyaman jika nanti semua warga sekolah tau jika dirinya kini sudah berganti marga menjadi Namikaze.

Cukup yang mereka ketahui adalah dirinya yang dicintai oleh tunggal Namikaze. Biarkan sementara ini mereka mengetahui Naruto mengejar-ngejar dirinya. Kapan lagi melihat tunggal Namikaze mengejar-ngejar anak beasiswa?

Sesampainya Naruto diparkiran khusus, ia segera keluar dari mobil dan mengikuti Hinata yang berjalan santai menuju kelas. Naruto pun berjalan dibelakang Hinata dengan elegant, memasukan tangannya disaku celana seragamnya. Matanya menatap tajam ke para lelaki yang menggoda Hinata secara terang-terangan atau sekedar melirik. Ingat, Naruto tidak mau kehilangan memew.

Sesampainya di kelas yang sudah cukup ramai, Naruto duduk di kursinya masih dengan mata yang mengawasi setiap pasang mata yang melirik istrinya.

"Pagi Hinata...." Itu adalah sapaan dari Kiba yang duduk di kursi depan Hinata.

"Pagi Inuzuka-san," sahut Hinata pelan dengan senyum manis seperti biasanya. Kiba meleleh ketika senyum Hinata terukir untuk nya.

"Aaauu...iitei...!!" Pekik Kiba saat merasakan kursinya bergeser bertabrakan dengan dinding saat Naruto menendang kursinya dengan kencang, "Ada apa rubah?!" Kesal Kiba.

"Oh, maaf Kiba. Aku rasa space antara kursi ku dengan meja terlalu sempit, jadi aku butuh space yang lebih luas untuk kakiku maka ku tendang saja kursimu," jawab Naruto dengan santai.

"Itu kakimu saja yang terlalu panjang,"

"Semua di diriku kuat dan panjang," jawab Naruto tidak jelas. Kiba mendecih, "Ya, milikmu memang panjang dan itu merepotkan,"

"Memuaskan Kiba, bukan merepotkan,"

Hinata menggeleng mendengar ocehan suami pirangnya dengan sahabat absurdnya.

"Punyaku juga, jika berdiri panjang," tak mau kalah Kiba pun semakin meladeni ocehan unfaedah dari Naruto.

"Perlihatkan." Hinata sudah menutup wajahnya, pikirannya sudah melanglang buana ke arah yang tidak seharusnya. Ah, sama seperti para pembaca.

"Lihat, berdiri dengan tegak kan?"

"Masih panjang punyaku,"

"Ya tentu saja, tapi hanya berbeda beberapa cm saja,"

"Tetap saja... Aku lebih panjang,"

"Hentikan...! Kalian ini, masih pagi sudah membahas hal yang mengarah ke,-"

"Hei... Kami membahas kaki Hinata," potong Naruto, ia tau apa yang akan dikatakan Hinata. Daripada istri cantiknya malu lebih baik ia memotong ucapan Hinata.

Wanita Naruto itu diam sembari menatap Naruto yang terkekeh geli.

"Memang kau berfikir apa Hinata?" Tanya Kiba dengan polos. Hinata terdiam dengan wajah yang memerah. Ini pasti gara-gara suami kuningnya itu, yang selalu mesum jika berdekatan dengannya.

Naruto menarik Kiba, "Sudah bel masuk, cepat duduk." Naruto mendudukkan paksa Kiba di kursi sebelahnya. Safirnya memandang Hinata lalu terkikik melihat wajah memerah Hinata.

***

Semilir angin sepoi menerbangkan anak rambut milik Sakura, kini ia berdiri di rooftop bersama dengan Hinata. Sakura ingin bicara empat mata dengan Hinata.

Ordinary LoveWhere stories live. Discover now