5

2.1K 339 104
                                    

Selamat Membaca...
.
.
.

***

Pagi ini sekolah terlihat berbeda dari biasanya. Sekolah terlihat sangat ramai, entah apa yang menyebabkan ini semua. Hinata yang baru saja datang tidak ambil pusing, ia segera menuju kelasnya. Dalam perjalanan Hinata mendengar sayup-sayup para siswa membicarakan pemilik sekolah ini. Namikaze Khusina, rupanya yang membuat sekolah pagi ini terasa ramai. Bagaimana tidak, jika wanita berkelas macam Khusina hadir berarti akan banyak siswi yang akan sibuk mencari muka pada beliau. Entah untuk bisnis keluarga mereka atau berharap menjadi menantu satu-satunya dari anak semata wayangnya, Namikaze Naruto. Hinata tidak ingin terlibat dengan situasi seperti itu, baginya hidup dengan tenang seperti ini sudah cukup untuknya. Tidak perlu mencari muka, pamor, pada seseorang yang tinggi derajatnya.

Khusina duduk sofa ruangan kepala sekolah, tujuannya datang ke sekolah hari ini adalah untuk menambah kuota beasiswa untuk tahun ajaran baru tahun depan. Khusina merasa hartanya selalu bertambah setiap detiknya sehingga ia kesulitan untuk menghabiskan uangnya. Maka dari itu, ia dan sang suami, Namikaze Minato, memilih untuk menambah kuota peserta beasiswa di sekolah milik mereka.

"Bagaimana Bu?" Tanya Khusina pada Ibu mertuanya, Tsunade Namikaze. Wanita tua yang masih terlihat muda itu mengangguk sebagai jawaban. Tidak ada salahnya juga menambah kuota beasiswa untuk tahun depan. Karena anak-anak beasiswa sesungguhnya lebih mumpuni dalam bidang akademik. Namun, kali ini Tsunade akan membuat berbeda. Beliau akan membuka dua jalur beasiswa, yaitu dengan akademik dan non akademik.

Khusina pun setuju dengan usulan dari Ibu mertuanya karena tidak semua anak pintar dalam bidang akademik, namun non akademik pun patut diperhitungkan. Toh, jika mereka mampu mengukir prestasi maka sekolah juga yang akan semakin eksis dan tetap bertahta sebagai sekolah nomer satu di Konoha.

"Bu, bagaimana dengan Naru?" tanya Khusina lagi pada sang Ibu. Kali ini Minato menghela nafas, ia tau apa maksud dari pertanyaan istrinya.

"Naruto dan Sakura?" Tanya Tsunade pada Khusina. Kepala bersurai merah menyala itu mengangguk. Tsunade melihat pancaran kesedihan dari sorot mata Khusina.

"Sepertinya, mereka semakin dekat Khusina," mendengar jawaban sang Ibu mertua membuat bahu Khusina lesu. Ia tidak menyukai Sakura, entah mengapa ia tidak menyukai gadis yang sebenarnya sangat cantik, pintar, dan kaya tentunya. Serta jelas untuk bibit, bobot dan bebetnya. Sangat cocok jika disandingkan dengan putranya. Hanya saja, nalurinya sebagai seorang Ibu tak pernah mau menyetujui jika putranya menaruh hati pada gadis bersurai pink itu.

Minato mengelus bahu sang Istri lembut, "Sudahlah Khusina, biarkan Naru kita memilih,"

"Tidak Minato, sungguh aku tidak akan merestui jika Naruto bersama Sakura. Entah itu sekarang atau nanti, tidak akan," kekeh Khusina.

"Sebenarnya apa alasanmu begitu tidak menyukai Sakura, Khusina?" Tanya Tsunade.

Khusina terdiam, "Aku hanya tidak suka, firasatku selalu tidak baik jika dengan Sakura, Bu," jawab Khusina pelan. Ia tau, Ibu mertuanya dekat dengan keluarga Haruno. Dimana Mebuki, Ibu dari Sakura adalah murid Ibu mertuanya.

Tsunade mengangguk saja, ia pun pernah mengalami seperti Khusina. Dimana ia tidak menyukai seseorang tapi tanpa alasan. Bukan membenci, hanya tidak suka saja.

"Lalu kau mau apa?" Tanya Tsunade lagi.

Khusina mengalihkan pandangannya pada Minato, "Sayang, bolehkah jika aku menikahkan Naruto dengan seorang gadis?"

Tentu saja ucapan Khusina membuat Minato dan juga Tsunade terkejut bukan main. Pasalnya, Naruto masihlah muda, apa bisa ia melakukan tugasnya sebagai pelajar dan suami sekaligus? Belum lagi jika  Naruto lepas kendali dan melakukan hubungan badan lalu menghasilkan manusia lucu dan mungil.

Ordinary LoveWhere stories live. Discover now