23 - // Ternyata Saling Membutuhkan //

476 49 13
                                    


SHIT! SUARA SIAPA ITU?!

" Pak Radito." Lirih Rara tersentak kaget saat matanya menangkap sosok lelaki yang daritadi ia bicarakan ada di belakang nya.

" Semoga doa nya terkabul. Supaya darah saya ngga naik lagi liat nilai kamu." Ketus Radito pada Rara.

Untung ngga kedenger!

" Kamu nanti sore kosong?" Tanya Radito to the point kepada Salma seraya memasukkan tangan kanannya pada saku celana kanan.

Rara sontak membelalakkan matanya, pikirannya sudah kemana saja. Ia memberikan kode "anggukan" kepada Salma melalui kelopak matanya yang membulat sedari tadi.

ANJIR MAU NGEDATE!

" Ko --- kosong kayanya pak." Jawab Salma terbata bata.

" Bagus. Kita kemungkinan sampai sore di kampus. Ada bahan materi dari Prof. Edi yang harus dibahas untuk paper." Ucap Radito serius. Sementara Rara refleks memanyunkan bibirnya, tanda kecewa.

" Siap pak. Nanti saya ke ruangan Bapak." Lanjut Salma.

.

Pukul 15.30 dan sebuah mobil toyota new rush bewarna coklat melaju sangat kencang membelah jalanan tol Kota Bandung. Diiringi dengan suara klakson yang begitu ramai, menandakan bahwa memang mobil tersebut sangat terburu buru. Di dalamnya terdapat seorang perempuan yang menangis hebat sejadi jadinya, tak peduli lagi berapa lembar tisu yang sudah ia habiskan. Sementara laki laki yang sibuk mengemudi berupaya menenangkan dengan cara yang ia bisa lakukan.

" Sal, istighfar. Dzikir." Laki laki itu berusaha menenangkan perempuan disampingnya.

" Kamu tenang. Ini saya berusaha ngebut banget." Lanjutnya.

" Ibu!!!!"  Hanya itu ucapan yang terlontar dari setiap ucapan Salma. Diiringi dengan teriakan tangis yang begitu luar biasa.

Panggilan whatsapp dari sang adik 15 menit lalu bagaikan sebuah sambaran petir yang begitu dahsyat yang terdengar oleh telinga Salma selama seumur hidupnya.

" Ibu!!!!"

" Ibu!!!"

" Ibu!!!"

Kaki nya bergetar, suaranya sudah serak, matanya? Ah jangan tanya lagi. Sudah tak terlihat lipatan kelopak mata, lengkap dengan bola mata merah dan cairan yang keluar dari hidung dan mulutnya.

" Pak, ibu!!!" Isaknya lagi berteriak.

" Iya. Saya tahu."

Radito frustasi. Baru pertama kali lagi ia melihat perempuan yang menangis histeris setelah dahulu melihat ibunya. Kabar kematian memang selalu menyakitkan telinga. Tidak peduli pada siapa menyapa, dalam keadaan bagaimana, dan kapan waktunya. Kematian tetap saja kematian. Menyisakan duka mendalam bagi orang yang saling mencintai.

" Kamu tenang. Tarik nafas. Nanti kamu pingsan disana." Radito sibuk mengatur pandangan matanya. Sesekali ke arah jalanan, dan sesekali kearah Salma. Gadis itu sudah semakin tidak berdaya, keringat bercucuran dari tubuhnya.

15 menit kemudian. Mobil Radito memasuki halaman rumah Salma. Ya. Tepatnya rumah duka.

Ibu dari Salma meninggal di rumah akibat serangan jantung. Sementara Salma masih di kampus bersama Radito menyelesaikan persiapan call paper yang akan mereka ikuti. Hanya ada ayah dan adik salma yang menemani di rumah. Mungkin itu akan menjadi penyesalan terbesar dalam hidup Salma.

Dengan terpaksa dan sedikit canggung sebetulnya, Radito membopong tubuh lesu Salma masuk ke dalam area dalam rumah. Dipegang erat kedua bahu Salma dari samping. Beberapa kali Salma sudah tidak kuat dan hampir pingsan, tapi Radito selalu menahan dan menguatkannya.

Workholic LecturerWhere stories live. Discover now