《BAB 14》

10 5 0
                                    

Gue jalan dilorong dengan sebungkus paper bag dari toko kue ternama. Demi cinta, gue kepaksa rogoh duwit tabungan kuliah gue. Kata orang, harta bisa dicari dalam beberapa kesempatan lagi. Tapi cinta nggak bisa dicari dalam beberapa kesempatan. Itulah kenapa orang-orang lebih ngutamain cinta daripada harta.

Gue nengok ke dalam kelas ternyata Fay sudah duduk dikursinya. Gue dekati dia dan tanpa berucap gue kasih paper bag itu diatas mejanya. Tatapan penuh tanda tanya terlihat di kedua matanya. Dan terdengar teriakan dan ocehan dari teman sekelasnya Fay.

"Gila, itu Jeo. Jeo makin ganteng ya kalo senyum kayak gitu."

"Astaga, Jeo punya gingsul guys. Aaarrghh imut banget!!"

"Anjir, mental Jeo patut diacungi jempol. Dia tetep berjuang buat dapetin Fay."

"Iya anjir. Gue salut sama Jeo. Gini nih, namanya baru lakik!"

"Itu, ada desert box redvelved, macaron bermacam rasa, sama ada cokelat. Mungkin kamu nggak mau makan roti kemarin karena kamu enggak suka. Makanya, ini aku bawain itu semua buat kamu. Kamu makan ya?" ujar gue dengan diakhiri senyum hangat.

Nggak mau lihat reaksi dia, apakah dia beneran nerima atau enggak, gue langsung balik pergi. Karena, jujur gue takut kalo Fay nolak pemberian gue itu. Tapi entah kenapa gue tetep penasaran dengan reaksinya. Tanpa bisa gue cegah kepala gue lirik ke mejanya saat gue jalan keluar. Betapa senengnya gue saat lihat kedua tangannya Fay menyentuh paper bagnya. Gue langsung keluar dari kelasnya dan segera masuk ke dalam kelas gue.

Alis gue terangkat tinggi saat lihat disamping gue duduk seorang cowok temen sekelas gue. Dia bukan Ojan yang biasa duduk disana tapi Janus, siswa paling ambis dikelas gue. Ini pasti ulahnya Ojan, dia pasti nyuruh Janus buat tukeran tempat duduk. Gue cuma mengedikkan bahu saat lihat Ojan yang natap gue sinis. Dasar, Ojan kekanak-kanakan.

Teng! Teng! Teng!

Oke, bel udah berdering tandanya gue harus fokus sama pembelajaran biar nilai gue nggak anjlok kayak kemarin gegara gue galau dengan penolakan cinta gue ke Fay yang pertama. Teringat dengan kejadian tadi dikelasnya Fay, buat bibir gue tertarik tanpa sadar.

"Elo senyumin apa, Je?" tanya Janus natap gue rada bingung. Gue buru-buru ubah raut wajah gue.

"Enggak. Gue nggak senyum," balas gue kalem langsung ngeluarin buku.

***

Bel tanda istirahat sudah berbunyi tiga menit yang lalu. Setelah selesaiin nyatet materi, gue langsung ngacir keluar kelas. Nengok ke kelasnya Fay ternyata sepi, gue langsung bergi ke arah kantin.

Tiba dikantin, gue nggak susah nyari keberadaan Fay, karena tempat duduk favoritnya ditengah. Gue langsung dekati dia saat gue lihat dia sedang asyik bercerita dengan teman-temannya. Gue ketuk meja disamping tangannya buat tiga cewek disana menoleh terkejut.

Sebelum berucap, gue senyum dulu biar Fay nggak merasa takut lagi. Karena kata Ojan beberapa hari lalu, muka gue emang kelihatan nyeremin kalo gue cuma diam aja. Makanya dengan semampu gue, gue akan usahain selalu senyum didekatnya Fay.

"Fay, makanannya gimana? Kamu udah makan belum? Enak?" tanya gue beruntut. Gue lihat ekspresi Fay berubah. Kini Fay menatap marah ke arah gue dan gue balas dengan tatapan terheran.

"Kamu---"

"Iya?" balas gue cepat. Berharap perkataan Fay adalah bertanda baik atau apresiasi atas perjuangan gue. Gue menatap kearah Fay dengan tatapan yang penuh harap.

"Jangan deketi aku lagi."

Duar!!

Seperti ketimpa batu besar, gue kaget setengah mati. Bagaimana bisa Fay ngomong kayak gitu? Apa yang salah sama gue? Atau Fay benci makanan manis-manis seperti desert box, macaron, sama coklat? Apakah Fay suka makanan sehat? Salad buah sama sayur?

Damn! It's Fake Love [SELESAI]Where stories live. Discover now