《Bab 13》

9 6 0
                                    

Malam hari, gue dilatih mati-matian sama Ojan, dilatih cuma buat senyum tapi Ojan masih nyuruh gue belajar senyum sampai sejam. Kadang-kadang, kalo gue emosi, gue pengen nonjok dia. Tapi Ojan selalu berlindung dengan kalimat 'Ini demi Fay.'

Plak!

"Lo mau ngedrama apa gimana? Senyum yang ikhlas jangan kepaksa!" omel Ojan setelah nampar lengan gue. Gue langsung koreksi senyum gue lagi.

"Jangan kayak gitu. Lo kelihatan kayak badut difilm horror IT. Senyumnya jangan lebar-lebar, nyeremin kalo lo pengen tahu! Ganti lagi!"

Gue dengus kesal, refleks maju mau nonjok wajahnya. Ojan langsung mundur dan teriak keras. "INI DEMI FAY! INGET DEMI FAY LO!"

Gue hembusin napas dan tidur terlentang dikasur. "Jan, harus banget senyum?"

"Lah, iyalah. Orang senyum tandanya cinta."

"Lo juga suka senyum sama bunda. Jadi lo suka sama bunda gue?!" tanya gue tajam.

"Bukan, sinting lo ya! Itu beda lagi. Senyum orang yang lagi jatuh cinta itu--- ya kayak gitulah. Kesel gue latih lo soal cinta tapi lo-nya buta soal cinta."

"Gue lihat, orang cinta itu nggak harus senyum."

"Terus apa kalo nggak senyum hah?" tanya Ojan emosi.

"Cuma masang badan kalo si cewek mau ketabrak mobil. Cowoknya nyelamatin si cewek. Cuma gitu kan, nggak perlu senyum?"

"Bentar-bentar, kayaknya gue pernah nonton adegan ini. Difilm apa ya?"

"Twilight," balas gue datar.

"Lah iya bener! Difilm Twilight. Eh bentar, lo bilang cowoknya nggak senyum ke cewek yang dia cintai? Gitu?" tanya Ojan dengan raut bingung gue cuma anggukin kepala. Ojan terdiam beberapa saat kemudian melotot garang ke arah gue. Lah salah gue apalagi?

"Lo cuma lihat film itu dikit ya?"

"Ngapain juga nontonin itu sampai selesai. Gue nggak suka nonton."

"Lah bego! Lo-nya aja belum nonton sampai selesai. Pantes lo nggak tahu gimana rasanya orang jatuh cinta. Bego lo, Je. Bego!"

"Terus kenapa kita bahas film?"

"Elo yang mancing anjir! Udah ah, latihan lagi, cepet. Gue keburu ngantuk."

Gue langsung duduk tegap dan menarik napas pelan. Setelahnya gue merem, bayangin wajahnya Fay didalam ingatan gue. Lihat senyumannya yang manis, gue refleks senyum juga. Masih merem, gue bayangin Fay senyum ke arah gue. Senyum gue semakin mengembang. Sampai teriakan Ojan menghancurkan semuanya.

"ANJIR! GANTENG BANGET LO, JE! ANJIR ANJIR, KENAPA TADI NGGAK GUE REKAM. LO GANTENG BENERAN KALO SENYUM KAYAK GITU SUMPAH!" teriak Ojan heboh buat senyuman gue luntur begitu saja.

Plak!

"Kamar gue bukan buat kawasan orang belok! Keluar lo!"

"Heh, anying! Bukan gitu konsepnya dodol. Tau ah gue pundung. Gue balik," kata Ojan langsung keluar dari kamar. Sesaat gue terdiam, apa bener gue kelihatan tampan saat senyum? Gue bangkit ke cermin yang tergantung lemari. Mau lihat seberapa gantengnya gue. Saat sudut bibir gue baru terangkat sedikit, kepala Ojan nongol dari pintu.

"Jangan lupa, belajar bilang aku-kamu. Udah cuma itu. Bye!"

Blam!

Gue hela napas panjang. Punya temen kayak Ojan emang harus banyakin sabar, biar panjang umur. Gue tengok ke cermin lagi dan mencoba senyum seperti saat gue senyum kayak tadi. Seketika gue langsung melotot lihat refleksi gue yang lagi senyum.

Damn! It's Fake Love [SELESAI]Where stories live. Discover now