《BAB 01》

28 11 0
                                    

Lihat seorang cowok dengan bekas luka didahi yang lagi mukul cowok lain beranting ditelinga kirinya dipojokan kantin? Ya benar, itu gue. Gue akui, emang beneran guelah cowok dengan bekas luka didahi itu. Gue akui, gue emang beneran lagi berantem sama cowok lain. Dan gue akui, gue bukan tipe cowok baik yang kerjaannya baca buku diperpustakaan atau belajar berkutat dengan soal.

Sebelumnya kenalin, gue Jeovanno Rigel Arkatama. Anak semata wayang dari Ibunda Hanin tercinta. Seorang cowok berusia 17 tahun. Jago beladiri, tapi lebih jago ngelayani pelanggan di kedai boba Drink Me. Ya, itu kedai punya bunda gue. Usaha yang udah beliau rintis sejak lima tahun terkahir. Nama panggilan gue adalah Jeo, panggilan keren sejak kelas tujuh saat pertama kalinya gue jago beladiri.

Gue masih santai ngunyah permen karet yang masih berasa manis dimulut. Gue natap tajam ke cowok beranting itu. Cih, situ cowok apa cewek? Cowok kok beranting.

Cowok beranting itu ngusap darah dibibirnya. "Lo nggak usah sok jadi pahlawan, Njing!"

Gue semakin natap tajam kearahnya. Gue pikir, ini anak makin ngelunjak tiap harinya. Gue lepehin permen karet ke samping. Udah cukup main-mainnya. Gue bakal kasih dia pelajaran beneran. Gue lari nerjang ke arahnya kemudian lempar pukulan keras ke wajah songongnya.

Bugh!

"Lo yang nggak usah sok jadi pahlawan!"

"Mau berlagak nindas orang lain lo, hah? Lo sendiri nggak bisa ngalahin gue. Dasar banci lo!" kata gue remeh sengaja nyulut emosinya. Gue mau cepet selesai, makanya gue sengaja mancing emosi dia.

Dan berhasil. Cowok itu bangkit dan balas nyerang gue. Dia ayunkan tangannya ke depan tepatnya ke arah muka gue. Dan dengan mudahnya, gue bisa ngehindar serangan dari dia. Gue lempar senyum penuh kemenangan ke arahnya. Udah gue bilang kan, gue jago beladiri. Tapi, saat serangan kedua, gue nggak memperkirain gerakan tangannya. Dan berakhir pukulan itu mendarat dipipi gue, tepat di ujung bibir sebelah kanan.

Bugh!

Gue usap sebentar ujung bibir, dan ternyata berdarah. Lumayan juga skill itu anak. Tapi jangan harap bisa menang dari gue. Cowok itu kepancing lagi emosinya. Balikin tubuhnya dan langsung nyerang gue dengan brutal. Gue hindar semua serangannya. Gue lihat dia udah lemas, gue senyum lihat itu. Gue dorong dia sampai dia jatuh. Dan gue hajar dia di wajahnya berkali-kali. Kali ini, dia nggak bisa mukul gue lagi.

Bugh! Bugh! Bugh!

Gue masih mukul dia dan nggak bakal gue kasih ampun ke cowok itu. Dia yang salah, bukan gue. Jadi wajar kalo gue sampai bertindak sejauh ini. Lihat kebrutalan gue, beberapa siswa yang nonton perkelahian antara gue dan si cowok beranting itu, saling bersorak meneriaki nama gue. Cih, gue risi dengernya. Gue bukan sok jago, tapi emang beneran gue nggak suka nama gue dielu-elukan, apalagi diidolakan sama cewek-cewek disekolah gue. Karena gue nggak suka diribetin sama orang lain.

"Lo bilang, gue yang berlagak sok pahlawan, hah?! Gimana tindakan gue, yang bisa lo anggap pahlawan?" desis gue ke depan wajahnya. Kedua matanya udah nggak fokus lagi. Raut wajahnya kelihatan banget lagi nahan nyeri.

"Gue berani bertindak sejauh ini, karena gue yakin sama apa yang gue percayai itu benar."

Bugh!

Gue lemparin pukulan terakhir di wajahnya. Sebenarnya gue masih kurang puas kasih dia pelajaran. Tapi bagaimanapun gue sadar, dia udah nggak bisa ngelawan lagi. Pada akhirnya gue milih berdiri dan menjauh darinya. Menatap tajam ke arahnya saat kedua matanya masih sempat memandang dengan tatapan mengejek ke gue. Emang itu anak minta dikirim ke rumah sakit.

Gue tahan tangan gue yang pengen mukul muka songongnya lagi. Memilih untuk memasukkan kedua tangan ke saku celana. "Sekarang, lo harus minta maaf sama Ali."

Damn! It's Fake Love [SELESAI]Where stories live. Discover now