《BAB 08》

9 6 0
                                    

Gue datang pagi dengan siulan ringan dibibir. Entah kenapa, gue ngerasa pagi ini mood gue baik. Saat jalan dilorong menuju kelas, gue dihadang oleh Hoku, teman sekelasnya Dennis. Gue angkat alis lihat dia yang kelihatan panik. Sudah satu menit tapi dia masih diam.

"Gue pergi kalo lo nggak ngomong."

"A-anu, itu apa, anu--"

"Anunya siapa?"

"Bukan bego!" sentak Hoku dengan tatapan tajam dan gue balas tajam. "Itu, Geng Glitzer mau nyerang sini."

"Bukan urusan gue," balas gue. Gue tahu, ini pasti ada hubungannya sama Geng Lazers, gengster yang diketuai Dennis. Gue paham apa maksud perkataannya Hoku, minta bantuan gue. Dan Geng Glitzer adalah nama geng musuhnya Dennis dari sekolah SMA Aelius.

Hoku lari dan hadang gue lagi. "Please Je, bantu nyerang ngapa."

"Gue bukan bagian dari geng lo."

"Demi sekolah kita, Je. Lo mau sekolah kita dibombandir sama SMA Aelius?"

"Kali ini apa masalahnya? Jangan bilang karena sifat sok jagoannya Dennis," ujar gue setelah berpikir sesaat. Tapi Hoku malah meringis kecil.

"Kemarin, waktu sunmori, Dennis ngatain sekolah sebelah banci. Terus mereka nggak terima dan geng Glitzer nantangin balap motor tadi malam. Tapi Dennis nggak muncul dan buat Morgan juga geng Glitzer marah dan mau nyerang sekolah ini entar siang."

"Biar Dennis yang beresin sendiri. Dia yang mulai duluan," kata gue menolak tawarannya. Gue lanjutin jalan kekelas tapi lagi dan lagi Hoku mengekori. Hoku narik tali tas gue dipundak kiri.

Tarikannya yang cukup kuat buat gue berdecak kesal. Berbalik ke arahnya dan melempar tatapan yang paling tajam. "Ck, jangan bikin gue ngamuk pagi-pagi!"

Bukannya marah karena gue bentak, Hoku malah memperlihatlan mukanya yang memohon bikin gue pengen khilaf buat nampar muka menjijikannya. "Please, Je. Demi sekolah kita."

"Ada Dennis, dia ketua lo."

"Masalahnya itu, si Dennis nggak berangkat terus ponselnya juga nggak aktif. Gue sama temen-temennya yang lain juga nggak tahu posisi dia ada dimana. Dirumahnya juga kosong. Ya Je, ya? Bantu nyerang entar siang."

"Gak! Gue nolak!" balas gue tegas kemudian berbalik badan dan berjalan lurus. Gue sempet denger Hoku ngomel-ngomel dengan suara keras sebelum gue belok ke arah gedung sayap kanan.

"Je, please bantuin anak Lazers. Entar kalo pada mati gimana!"

"Woi, Je, lo nggak mau kan sekolah kita kalah dimedan tempur!"

"JEO, WOI JEO. JEOVANNO!"

***
Suara goresan antara spidol dan papan tulis menggema diruang yang ramai ini. Pak Mantri, guru matematika sedang menulis beberapa rumus. Sedangkan para siswa sedang mencatatnya, ralat nggak semuanya kecuali gue. Saat ini gue sedang tiduran dan kepala gue gue letakin diatas meja. Kedua mata gue terpejam nggak terganggu dengan suara yang ditimbulkan Pak Mantri.

Gue bukan siswa pemalas yang nggak mau nyatet materi ataupun siswa bermasalah yang selalu mendapatkan nilai merah saat ulangan. Gue cukup produktif buat nyari ilmu disekolah. Cuma entah kenapa, hari ini gue nggak mood nulis maupun nyatet materi. Perkataanna Hoku tadi pagi sempat terlintas dibenak gue.

Denger suara tulisan tangannya Pak Mantri dipapan tulis terhenti, gue segera ngangkat kepala. Noleh pelan ke arah Ojan disamping gue. "Jan, jam berapa?"

Ojan ngelirik ke dinding depan kelas kemudian noleh ke gue yang lagi masukin baju ke dalam celana. Alisnya sempat mengernyit lihat gue. "Baru jam sepuluh seperempat, Je. Kenapa? Mau bolos ke kantin lo? Bukannya tadi lo udah makan dikantin?"

Damn! It's Fake Love [SELESAI]Where stories live. Discover now