《BAB 07》

11 7 0
                                    

Manusia itu punya sifat yang beragam, ya gue percaya. Bukan hanya tergolong menjadi manusia jenis A dan jenis B, tapi lebih. Dan sebagai manusia kita harus mengharhai keberagaman itu. Dan sudah menjadi kewajiban jika tiap diri harus bisa menjaga sifat dan sikapnya agar tidak menganggu orang lain.

Dan sifat yang paling mencolok selama gue sekolah di SMA Esther adalah sifat pendiamnya Ali, ya Alioth. Ali itu cowok culun, kutu buku dengan kacamata bulatnya yang besar, penyendiri, pemalu dan sering menjadi sasaran empuk kejahilan Dennis.

Sebenarnya Ali pernah mempunyai beberapa teman dikelasnya. Cuma karena Ali sering dibully Dennis dan Dennis suka mengancam teman-temannya Ali, satu persatu temannya menjauhi Ali. Gue pernah kesel lihat Dennis yang selalu gangguin Ali, dan gue ejek kalo Dennis itu cuma perhatian sama Ali dan saat itu juga Dennis marah dan langsung nyerang gue. Gue sengaja bikin dia marah agar Ali nggak kena pukulan tangannya.

Pernah suatu hari, gue lewat ditangga yang menghubungkan lantai dua dan lantai tiga, saat jam pelajaran sedang berlangsung. Dan saat itu gue denger suara Dennis dan Ali. Sengaja gue nguping pembicaraan mereka. Karena bagaimanapun, sangat berbahaya jika Dennis berbicara secara empat mata dengan Ali apalagi disuasana sepi seperti ini. Gue yakin banget, Dennis pasti main tangan.

"Heh cupu, ambil daftar nilai kelas gue di mejanya Bu Sania," suruh Dennis kepada Ali. Gue ngintip sebentar, gue lihat Ali cuma diam sambil nundukim kepalanya.

"Heh, lo denger nggak gue ngomomg apa?!" teriak Dennis dan Ali masih diam saja. Gue senyum miring lihat Dennis yang gampang emosian. Gue suka heran, kenapa teman-temannya masih betah temenan sama Dennis yang emosian.

Bruak!

Suara beberapa sapu dan pel yang ada disudut ruangan itu saling berdendangan karena tendangan dari Dennis. Ali berjenggit kaget tapi masih nggak berani buat dongakin kepalanya.

"Lo bisu apa gimana? Jawab pertanyaan gue!"

Kelihatan Ali yang berjenggit lagi dan mengangguk dengan ketakutan. Kedua tangannya saling merapat didepan tubuhnya seolah menjadi tameng jika Dennis menyerangnya.

"Sekarang lo pergi ke kantor guru. Ambilin gue daftar nilai siswa kelas gue terus lo kasih ke gue."

"E-emang daftar nilainya b-buat apa?" tanya Ali takut-takut. Gue hela napas pelan. Mungkin Ali nggak tahu apa yang Dennis rencanain, karena Ali itu cowok baik-baik yang nggak munafik. Mungkin dia terlalu polos jadi nggak ngebaca rencananya Dennis.

Sekali denger, gue langsung tahu kalo Dennis ngincar buku daftar nilai siswa karena dia mau memanipulasi nilainya. Ya bener, cowok berandalan yang bisanya andelin emosi itu enggak cukup pintar dalam pelajaran akademik. Tentu saja kebanyakan nilainya merah. Mungkin karena Dennis takut sama bokap dan nyokapnya, maka dari itu Dennis berencana buat memanipulasi nilainya. Dasar licik!

"Banyak bacot lo, gue gebukin juga lo disini. Sekarang ambil bukunya!"

Saat Ali mau pergi menuju kantor guru, gue langsung keluar dari tempat gue sembunyi, lempar senyum miring ke Dennis. Ngeluarin ponsel yang tadi sempat gue otak-atik sebentar.

"Ali, balik ke kelas lo," suruh gue, Ali hanya mandang ke gue dengan tatapan bingung.

"Biar gue yang urus Dennis."

"Apa-apaan lo?" sentak Dennis emosi. Gue noleh dan berdecih pelan. Gue noleh lagi ke Ali yang masih diam.

"Sono balik ke kelas."

Dan akhirnya Ali nurut dia balik badan dan kembali ke kelasnya. Gue maju dekati Dennis dan setel rekaman percakapan antara Dennis dan Ali. Mata Dennis melotot setelah denger rekaman itu. Setelah puas lihat ekspresinya, gue masukin ponsel ke saku celana.

Damn! It's Fake Love [SELESAI]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon