《BAB 12》

7 5 0
                                    

Teringat sesuatu, gue langsung ambil ponsel diatas meja dan cari kontaknya Ojan. Gue sempat lirik jam didinding, berharap Ojan sudah bangun. Beberapa kali gue tekan tombol telpon, tapi nggak diangkat sama Ojan. Baru deringan keenam, telepon diangkat.

"Apaan sih, Je. Aargghh.... gue masih ngantuk nih," kata Ojan tanpa sapaan ataupum salam. Gue dengus keras saat ingat kebiasaan Ojan yang sering bangun telat padahal jam sudah menunjukkan pukul lima pagi.

"Jan, gue harus apa?"

"Hah?"

"Gue harus apa, Ojan!"

"Ooh. Lo harus---" kata Ojan kayak sengaja digantung, mungkin lagi mikir. "Napas."

Gue tarik napas panjang, dan gue tahan dirongga dada. "LO BELUM PERNAH RASAIN LEHER LO PATAH, HAH! BANGUN LO, BANGUN!"

Bruak!

Terdengar suara benda yang terjatuh diujung telepon. Napas gue memburu. Dada gue kembang kempis gegara teriak tadi. Gue nggak habis pikir sama Ojan. Sempat-sempatnya dia nggak sadar waktu gue telpon kayak gini.

"Apa, apa? Lo ngomong apa?"

"Ck, bikin tensi gue naik aja lo," omel gue langsung tiduran diatas kasur.

"Iya iya gue perhatiin sekarang. Lo tadi ngomong apa?"

"Gue harus apa?"

"Maksud---"

"Gue harus apa buat deketin Fay," koreksi gue cepat karena sadar kalimat gue kurang jelas. Ojan terdiam sebentar terdengar helaan napas panjang.

"Langkah pertama buat lo berubah sesuai tipe cowok yang Fay sukai adalah lo harus berpakaian rapi. Jangan pake seragam kayak berandalan. Kalo bisa setrika dulu seragam lo."

"S-serius? Harus disetrika?"

"Ya iyalah, biar kelihatan rapi. Kenapa? Masih trauma lo sama setrika?" tanya Ojan terdengar mengejek. Gue dengus kesal karena Ojan tahu kelemahan gue. Ya gue takut sama setrika yang nyolok dilistrik.

"Hah! Emang lo harus mundur aja, Je."

"Lo yang nyuruh gue buat maju!" peringat gue dengan nada mengancam.

"Lo-nya aja masih takut sama setrika. Gimana caranya lo naklukin hatinya Fay? Lo itu harus---"

"Bacot!"

Tut! Tut! Tut!

Gue langsung matiin telponnya dan lempar pelan disamping gue. Setelah berpikir sejenak gue langsung bangkit ambil seragam dari lemari. Langsung ngacir keluar kamar dan jalan ke arah dapur yang mana ada bunda disana.

"Bun, setrika ada dimana?"

Klontang!

Bunda noleh ke arah gue dengan muka yang kaget. Gue cuma garuk bekas luka didahi dengan pandangan heran. Tersadar dengan apa yang bunda perbuat, segera bunda memungut panci pinknya.

"Ah, Jeo tadi bilang apa?"

"Jeo tadi nanya, setrikanya ada dimana, Bunda?"

"Hah? Jeo mau nyerika? Sini Bunda setrikain. Kenapa nggak bilang dari tadi malam, kan bisa Bunda setrika semua seragamnya Jeo," ujar bunda jalan kearah gue dan tangannya mau raih seragam yang gue pegang. Secepat kilat langsung gue jauhin seragamnya dari bunda.

Gue menggeleng tegas buat bunda natap gue heran. "Nggak, Bunda. Jeo mau setrika sendiri."

"Hah? Bener? Jeo mau setrika sendiri? Tapi---"

Damn! It's Fake Love [SELESAI]Where stories live. Discover now