《BAB 09》

10 6 0
                                    

Emang bener kata pepatah, harta yang paling berharga adalah keluarga. Dengan adanya keluarga, lo bakal tahu sesempurna apa kehidupan lo. Keluarga itu nggak harus orang dengan darah yang sama. Termasuk gue, gue udah anggap bunda gue seperti bunda kandung. Makanya gue seneng bisa ketemu dan punya seorang ibu seperti bunda. Kasih sayangnya ke gue nggak pernah main-main.

Pagi ini, seperti pagi-pagi sebelumnya, gue bantuin bunda buka kedai Drink Me sebelum berangkat sekolah. Cuma beberapa hal yang bisa gue kerjain diwaktu pagi. Seperti saat ini, gue cuma nurunin kursi dan menata mejanya serta membersihkan meja dan kursi dengan sebuah lap bersih. Setelah semua bersih, gue buru-buru pamit ke bunda.

"Bun, Jeo pamit berangkat dulu," kata gue nyodorin tangan dan dibalas sama bunda. "Entar pulang sekolah, Jeo kesini lagi, Bun. Assalammualaikum."

"Iya, kamu hati-hati ya, Jeo. Waalaikumsalam."

Setelah berpamitan dan mencium pipi bunda sebagai rasa hormat dan kasih sayang, gue segera naik ke sepeda. Mengayuh dengan sedikit lebih cepat karena waktu tinggal sepuluh menit lagi sebelum bel. Sampai ditengah perjalanan, gue tergoda dengan angin lembut yang menerpa wajah gue. Sesekali mengayuh pelan pedal sepeda dengan kedua mata yang tertutup. Saat gue sedang asyik menikmati angin pagi, tiba-tiba terdengar klakson dari arah belakang.

Ttiinnn!!...

Suara klakson itu buat sepeda gue oleng ke kiri dan segera gue berhentiin. Napas gue memburu buat dada gue kembang kempis. Natap lurus ke depan dengan tajam tepatnya ke arah sebuah mobil berwarna merah yang berhenti. Lirik ke sebelah yang mana jalanan disebelah gue masih sangat luas buat mobil itu lewati. Gue buang napas keras lihat mobil itu dan berpikir pasti orang sombong dan tamak sang pemiliknya.

Masih dengan posisi berhenti, tiba-tiba dikaca cendela mobil bagian depan muncullah kepala seseorang dari dalam. Seorang pemiliki mobil itu ternyata adalah cewek memakai kacamata hitam yang membingkai matanya dan rambut yang dia kucir satu dibelakang ditambah dengan sebuah pita merah muda ditengahnya. Cewek itu noleh ke arah gue buat gue angkat alis lihatnya.

"Sorry," katanya dengan nada dingin yang terdengar arogant ditelinga gue.

Bahkan nggak ada raut penyesalan ataupun senyuman hangat biar gue ngerasa lebih dihargai. Cewek itu malah lempar tatapan dingin dan muka tanpa ekspresi buat gue rada kesinggung. Belum sempat gue bales ucapannya, si cewek segera masuk ke dalam dan pergi dengan mobil merahnya.

"Dasar orang-orang tamak."

Sisa perjalanan entah kenapa rasanya mood gue ancur. Mungkin karena gue ngerasa kesel sama cewek tadi. Dan nggak lama dari itu, gue sampai disekolah. Segera ke parkiran khusus sepeda setelahnya masuk ke gedung sekolah. Diperjalanan menuju kelas, gue masih kesal teringat dengan kejadian tadi dijalanan. Rasanya gue pengen marahin orang itu. Gue bukan ornag penyabar, makanya jangan salah kalo saat ini muka gue kelihatan marah. Saat sedang lewati lorong digedung sayap kiri, tiba-tiba gue ketimpa sesuatu.

Bugh!

"Anj--" Umpatan gue tertahan dan langsung elus kepala belakang gue. Gue noleh ke bawah dimana ada sebuah botol air mineral kosong. Gue langsung dongakin kepala dan dengus kesel saat lihat Rhea senyum lebar dengan tangan melambai ke arah gue.

"Lo---" kata gue terucap begitu saja, hampir keceplosan buat ngatain dia tapi secepat kilat gue tahan mati-matian. Gue nunjuk dia dengan jari dengan rasa penuh dendam. Dan malah buat Rhea tertawa ngakak.

"Komuknya dikondisiin, Maszeh. Entar orang-orang pada takut lihat komuk lo yang marah kayak gitu!" teriak Rhea dan gue cuma lengos.

Dongak lagi ke atas dan angkat jempol kanan gue didepan leher dan gue gerakin dari kanan ke kiri seolah gue sedang mengancamnya. Dan Rhea balas tatapan tajam gue. Tiba-tiba ada sebuah tangan yang ngerangkul leher gue da langsung gue tepis. Gue siap ngehajar orang itu tapi segera gue berhenti saat lihat orang itu adalah Ojan.

Damn! It's Fake Love [SELESAI]Where stories live. Discover now