Ekstra Part II

12.6K 745 8
                                    

"Itu salah, Adik Hanum. Angkanya tertukar," kata Rayyan sembari membenarkan letak potongan angka pada papan.

Mata indah si kecil Hanum mengerjap, tatapannya beralih menatap sang Kakak. "Anum calah?" tanya Hanum dengan suaranya cadelnya.

Rayyan tersenyum, kepala mengangguk lalu jemarinya menunjuk pada susunan angka. "Iya, Adik Hanum salah. Habis angka lima itu angka berapa?" Rayyan bertanya balik, saat ini Rayyan tengah mengajarkan ulang urutan angka pada adik perempuannya itu.

Bibir Hanum mengerucut, matanya kembali menatap pada papan angka. "Enyam?" jawab Hanum setelah berpikir.

Senyuman Rayyan mengembang lebih lebar, "Benar, setelah lima itu enam. Tapi Adik Hanum susunnya angka delapan." sahut Rayyan. "Ayo, sekarang Adik Hanum harus ulang hitungan angka dari awal, ya." sambung Rayyan, meminta sang adik untuk mengulangi hitungan angka yang telah diajarkan sebelumnya.

Kepala Hanum mengangguk semangat, lantas si kecil langsung membenarkan posisi duduknya, kepalanya meneleng ke kiri dan tangan kanannya mengudara.

"Catu~.... "

Arumi tersenyum memerhatikan Rayyan dan Hanum yang berada di ruang tengah. Putri bungsu Arumi dan Fathur terbilang sangat pintar di usianya baru menginjak tiga tahun. Kendati bila dibandingkan dengan Rayyan dan Zayyan, Hanum sedikit lambat dalam berbicara.

Meskipun begitu dari pengamatan Fathur dan Arumi, Hanum sangat mudah menangkap dan mempelajari sesuatu hal yang baru, suka bertanya tentang sesuatu yang tidak terduga. Seperti beberapa hari lalu misalnya, Hanum bertanya mengenai "Abi cenapa angan Tata Alee beldalah? Cenapa walnanya melah? Anum ndak beldalah? Umi dalah itu apa?" Saat itu Fathur sedang mengobati tangan keponakannya Aleeya—putri sematawayang Zahra yang terluka akibat jatuh dari perosotan ketika bermain tanpa pengawasan.

Atau ketika Hanum sedang bersama ketiga kakeknya. "Cenapa Anum unya iga Opa? Anum unya anyak?" Dan Arumi memberikan jawaban yang mudah di mengerti oleh Hanum. "Adik Hanum punya banyak Opa karena banyak yang sayang Hanum, Hanum mau di sayang banyak orang?"

Dengan polosnya Hanum mengangguk. "Anum mau cayang olang anyak! Anum unya anyak Opa!" Jawaban Hanum menghadirkan tawa dari semua orang saat itu.

"Umi...."

Arumi mengalihkan pandangan dari Rayyan dan Hanum, beralih kepada kedatangan Zayyan. Arumi tersenyum, "Kakak Zayyan bawa apa?" tanya Arumi, melihat pada taburan keju melimpah di atas piring, menutupi bagian bawahnya.

Zayyan memberikan senyuman manisnya, lalu ia meletakkan makanan yang dibawanya di atas sofa, di dekat paha Umi. "Zayyan sama Oma dan Opa buat pisang cokelat keju, Adik Hanum enggak boleh makan cokelat. Jadi nanti cokelat untuk Umi sama Rayyan, keju untuk Adik Hanum." kata Zayyan, lalu ia mengambil sepotong pisang yang dibaluti oleh kulit lumpia.

"Umi yang pertama," Arumi tersenyum haru menerimanya.

"Wah, Umi yang pertama? Terima kasih Kakak Zayyan."

Zayyan mengangguk, memajukan wajahnya mencoba mengapai pipi Umi. Arumi yang mengerti pun merendahkan tubuhnya, menerima ciuman dari Zayyan.

"Ayo di makan, Umi."

Arumi tersenyum, lalu mencicipi pisang cokelat pemberi Zayyan berikan. "Wah, MasyaAllah ... ini enak sekali," Arumi memberikan pujian tulusnya untuk sang putra.

Asma Cinta, Fathur (SELESAI) REPUBLISWhere stories live. Discover now