Bagian Duapuluh Sembilan

10.9K 937 24
                                    

"Dunia ini hanya memiliki tiga hari: Hari kemarin, ia telah pergi bersama dengan semua yang menyertainya. Hari esok, kamu mungkin tak akan pernah menemuinya. Hari ini, itulah yang kamu miliki, maka beramallah di hari ini."

Hasan al Bashri

-Asma Cinta, Fathur-

NrAida

————————————

Koreksi Typo

Happy Reading

Bismillah

Nggak mau ramain nih?

Serius?

Dahlah 🤕










Semua orang kini sedang menunggu di depan ruang operasi dengan perasaan cemas. Mereka berharap agar keadaan di dalam sana baik-baik saja. Namun, tetap saja sirat kekhawatiran sangat kentara di wajah mereka.

Dengan balutan gaun pengantin, Arumi terdiam membisu. Raganya seakan kehilangan roh, tatapan matanya kosong menatap kearah pintu ruang operasi sejak tiga jam lalu.

Ibu ... Arumi tidak pernah berharap ini akan terjadi tepat di hari bahagianya. Ya, seharusnya hari ini tidak di warnai kesedihan, dan seharusnya tidak ada air mata.

"Aru."

Arumi mengalihkan pandangannya dari pintu ruang operasi, ia menoleh melihat kehadiran Fathur membawa paperbag di tangannya.

"Kamu ganti baju dulu, ya?" Fathur berdiri di hadapan Arumi, memegang bahu Arumi.

Arumi tidak menjawab, ia juga tidak menggeleng atau pun mengangguk. Lilis mengambil paperbag dari Fathur, Lilis tersenyum dengan anggukan kepala kepada Fathur.

"Biar Lilis aja, Mas."

Setelah mendapat persetujuan dari Fathur, Lilis meraih tangan Arumi. Lilis mengusap wajah Arumi dengan tangannya yang lain, "Kamu harus ganti baju dulu ya, Rum. Pasti enggak nyaman pakai gaun pengantin gini." ujar Lilis lembut.

"Tapi, Ibu ...."

"Ibu baik-baik aja, kamu tenang ya Rumi Om Wira dan tim dokter yang lain lagi berusaha. Sekarang ayo ganti baju dulu."

Arumi menarik nafasnya dalam, lalu mengangguk pasrah. Fathur membantu Arumi berdiri, kemudian mengelus lembut puncak kepala Arumi.

"Ayo."

Lilis mengikuti Fathur dan Arumi menuju ruangan Fathur untuk berganti pakaian.

Di tempatnya, Rudi hanya bisa memandang punggung Arumi yang perlahan menghilang dari pandangannya. Ada rasa sesak ketika melihat kondisi Arumi jauh dari kata baik-baik saja.

Rudi mengalihkan pandangannya, ia kembali terpaku pada lampu ruang operasi yang masih menyala—pertanda proses operasi masih berlangsung. Rudi menunduk, melihat tangan dan pakaian terdapat noda darah.

"Kamu menyesal sekarang?"

"Mama."

Sari menatap Rudi, ia menghela nafasnya. "Jika terjadi sesuatu yang buruk pada Wulan, Mama tidak akan bisa memaafkan kamu Rudi. Mama kecewa." ucap Sari penuh sirat kekecewaan.

Rudi terdiam, ini memang salahnya. Salahnya karena tidak bisa mencegah Maudya yang mendorong Wulan dari tangga hingga menyebabkan Wulan mengalami cedera parah di bagian kepala karena benturan keras. Tetapi, selain itu ternyata Wulan juga mengalami gagal jantung. Sehingga dokter langsung mengambil tindakan cepat dengan operasi cito.

Asma Cinta, Fathur (SELESAI) REPUBLISWhere stories live. Discover now