Epilog

14.6K 845 15
                                    

Setiap perjalanan yang kita lalui dalam hidup ini memang tidak ada yang mudah. Dalam setiap pijakan langkah pun pasti akan selalu ada rintangan dan halangan, namun kendati demikian bukankah dalam setiap kesulitan Allah pasti akan selalu memberi kemudahan? Lantas apa yang kita khawatirkan ....

Akan tetapi kita sering lupa bahwa setiap kesulitan, ujian dan cobaan yang diberikan oleh-Nya merupakan bentuk bahwa Allah sangat menyayangi hambanya. Tidak jarang orang-orang akan mengeluh bahkan mengutuk kesulitan yang tengah dihadapi.

Sama halnya dengan Arumi, ia sering mempertanyakan maksud setiap kesulitan dalam hidupnya pada Allah. Mengapa harus dirinya yang melalui kehidupan pahit? Mengapa harus dirinya yang lemah yang harus menerima semua kesulitan dalam hidup ini, sedangkan di luar sana banyak orang yang hidup bahagia?

Dan akhirnya meski seberat apapun beban yang dirasakan Arumi, dirinya tetap mampu melalui semua yang telah terlewati. Hingga di suatu hari yang tepat Allah mempertemukan Arumi dengan Fathur, sosok pria yang tepat ... pria yang datang menawarkan kebahagiaan dan perlindungannya.

Sejatinya, Allah telah menetapkan Fathur sebagai perantara untuk menarik Arumi dari kehidupan pahitnya. Begitu pula dengan Arumi yang dihadirkan Allah sebagai pelengkap dalam hidup Fathur.

Tentunya pelengkap dalam hidup Fathur menjadi lengkap setelah hadirnya dua jagoan mungilnya. Mengisi sepinya malam dengan suara tangisan mereka.

"Zayyan dan Rayyan sudah tidur?"

Fathur menaruh jas di tepi ranjang, menggulung lengan kemeja hingga ke siku. "Bagaimana hari ini? Mereka rewel?" Fathur mengusap kepala Arumi, lalu kemudian menunduk mencium kening sang istri.

"Hari ini nggak jauh beda sama hari-hari setelah mereka lahir. Alhamdulillah mereka hari ini tenang banget, nggak rewel."

Fathur mengangguk, lalu menarik Arumi ke dalam pelukannya. "Terima kasih, ya Sayang." Arumi mengangguk dalam pelukan Fathur.

Arumi mengurai pelukannya, lalu menatap Fathur, "Mas bersih-bersih dulu, gih, biar segar. Mas udah makan malam?"

"Iya, Sayang. Belum, Mas belum makan malam."

"Ya udah, sambil Mas bersih-bersih aku siapin makan malam dulu."

Fathur mengangguk, lantas membantu Arumi untuk beranjak bangun dari duduknya. Fathur merangkul pinggang Arumi, kemudian membungkuk memakaikan sendal ke kaki istrinya.

"Makasih, Mas."

"Sama-sama Aru, Mas temani kamu turun?"

Arumi menggeleng, tangannya mengusap rambut Fathur yang tengah berdiri sejajar dengannya. "Enggak, aku bisa turun sendiri, kok." katanya lembut.

Fathur mengangguk, ia kembali melabuhkan kecupan ringan di kening Arumi. Setelahnya ia langsung beranjak berlalu ke kamar mandi membersihkan dirinya.

Sebelum turun menyiapkan makan malam Fathur, Arumi lebih dulu mengambil pakaian ganti Fathur dan meletakkannya di atas ranjang.

Arumi tersenyum melihat pergerakan Rayyan—si sulung, dalam tidurnya. Arumi mengambil bantal guling bayi, menaruhnya di dekat Rayyan sebagai pembatas.

"Umi tinggal sebentar ya," bisik Arumi seraya mengelus kening Rayyan dan Zayyan bergantian. Kemudian barulah Arumi keluar dari kamarnya untuk menyiapkan makan malam suaminya.

Asma Cinta, Fathur (SELESAI) REPUBLISWhere stories live. Discover now