Bagian Enam

12.8K 1K 10
                                    

Ada kisah yang tertutup rapat. Tersimpan dengan begitu rapi. Entah kapan kisah itu akan terurai. Tentu, ketika kisah itu tersingkap akan ada hati yang terluka.

-Asma Cinta, Fathur-

NrAida

——————————

Koreksi Typo nya yah

Happy Reading

Bismillah

Dengan hati-hati Arumi mengeluarkan cupcake yang sudah matang dari oven. Arumi tersenyum senang melihat cupcake-nya matang dengan sempurna dan juga terlihat sangat cantik.

Arumi, ia sudah baik-baik saja. Kakinya yang terkilir sudah sembuh, dan luka di tangannya pun sudah mengering.

"Kelihatannya enak, Rum." Arumi menoleh, melihat ibunya dan Lilis masuk ke dapur.

"Ibu harus cobain."

"Iya pasti bakal Ibu cobain kue buatan putri Ibu yang cantik ini."

Lilis membantu Bu Wulan duduk di kursi, kemarin sore Lilis yang menjemput Bu Wulan di rumah sakit. Lilis mengambil satu bolu kukus yang sudah di simpan di dalam wadahnya.

"Mau Ibu bantu?" tawar sang Ibu. Arumi menggeleng-geleng kepalanya cepat. Arumi tidak akan membiarkan ibunya sampai kelelahan, apalagi ibunya baru saja kemarin sore pulang dari rumah sakit. Arumi takut jika nanti kondisi kesehatan ibunya kembali menurun.

"Enggak usah Bu. Ibu duduk aja lihat Rumi. Ibu baru aja pulang, jadi Ibu harus banyak istirahat. Dokter bilang Ibu nggak boleh capek-capek, kan?"

Bu Wulan mengangguk saja, mendengarkan putrinya. Wulan tersenyum haru melihat Arumi sudah dewasa. Putrinya bahkan tidak mengeluh sedikit pun, padahal keadaan mereka sangat sulit.

"Iya Ibu, Lilis setuju sama Rumi. Ibu Wulan harus istirahat." timpal Lilis.

"Ya udah, iya. Ibu diam aja nih."

Arumi dan Lilis dengan kompak mengangguk, setelah menghabiskan satu bolu kukus-nya. Lilis beranjak membantu Arumi membuat adonan yang baru. Dua hari lalu mereka mendapat pesanan untuk acara hajatan dari pengurus masjid. Dan Arumi langsung menerima pesanan itu tanpa berpikir.

Arumi senang, dengan ini penghasilan akan bertambah. Karena jika hanya dari penjualan bunga itu tidak akan mencukupi kebutuhannya. Belum lagi tabungan untuk pengobatan sang ibu semakin menipis.

"Anak Ibu yang cantik, sholeha ini udah besar, ya?"

Arumi tersenyum, ia menatap ibunya lalu berucap, "Emang Ibu punya anak yang lain selain Arumi?"

Bu Wulan tertawa kecil mendapat pertanyaan seperti itu dari putrinya. Arumi geleng-geleng kecil sembari menuangkan adonan ke dalam cetakan.

"Ada." jawab Wulan.

Gerakan tangan Arumi terhenti mendengar jawaban sang Ibu. Senyumanya memudar. Arumi terdiam, memikirkan sesuatu. Sesuatu yang menyesakkan dadanya setiap saat ia mengingat hal yang tidak ingin ia ketahui.

Melihat keterdiaman Arumi, Bu Wulan menyadari kalau dirinya salah bicara. "Maksud Ibu, anak Ibu selain kamu ya Lilis. Iya, kan Lis? Kalian berdua anak Ibu." Dengan cepat Wulan meralat jawabannya.

Arumi tersenyum tipis, ia mengangguk pelan. "Iya! Anak Ibu cuma Arumi sama Lilis. Enggak ada anak yang lain!" katanya, menegaskan bahwa hanya dirinyalah anak ibunya dan Lilis sahabatnya.

Asma Cinta, Fathur (SELESAI) REPUBLISOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz