E m p a t S a t u

6.7K 697 22
                                    

Sebut satu hal yang membuatmu bahagia ketika memikirkannya?

Jesica memang bukan perempuan sempurna, tapi dari kekurangan itulah yang membuat Deo enggan menjauh darinya. Meski awalnya hanya penasaran namun tidak dapat bisa dipungkiri bahwa Deo menyukainya secepat ini.

Sekarang sudah jam sepuluh malam, Jeje tentu saja sudah tidur. Kini, ia hanya ditemani Rido di teras rumah yang sejak tadi sengaja datang.

"Banyak pikiran gue, De. Dua Minggu lagi kontrak gue di pabrik abis," akhirnya keluhan itu keluar juga dari bibir Rido. Sedari tadi, Deo memaksanya agar cerita. Dari raut wajahnya saat panggilan video tadi siang pun, Deo tau jika Rido mempunyai masalah.

"Di tawarin kerja di toko gue gak mau," ujar Deo menyayangkan.

"Gak ada bakat gue narik pelanggan, lagian kerja di Mall harus rapi dandan kan?" Tanya Rido ragu, sebenarnya sih iya tapi kerja di tempat seperti itu kan enak, bisa sekalian cuci mata.

"Lo kaosan doang juga ganteng, Do."

"Hah. Kenapa, De?"

"Nggak-nggak. Maksud gue kalo gak mau, mending kerja di cafe emak gue aja. Lu pinter ngocok kan?"

"Ngocok?" Kenapa terdengar ambigu sih, Deo kalau bicara tidak jelas.

"Ngocok minuman. Jadi barista maksudnya. Kebetulan, barista yang lama mau resign."

"Kenapa resign?"

"Mau nikah, gak dibolehin kerja sama suaminya."

"Tapi ini beneran?"

"Ya beneranlah anjir! Nanti gue bilangin ke emak, lagian kalo lo kerja sama nyokap gue, mau minta izin nugas kan gak susah. Gitu maksud gue, Do. Mau kan?"

"Yaudah deh, mau."

"Nah, gitu dong. Lagian gak tega gue liat lu cape kerja di pabrik, kan enak kalo jadi barista, kerjanya bersih soal gaji sama aja."

"Tau apa anak sultan soal kerja pabrik cape?"

"Kata temen," jawab Deo santai, sementara Deo harus menahan kekesalannya. Lagian, anak sultan seperti Deo mana mungkin dibiarkan kerja cape di pabrik sepertinya.

"Si Jeje kemana?" Rido menengok ke arah belakang, tepat pintu utama terbuka lebar-lebar. Sedari ia datang kesini ia tidak melihat keberadaan calon tunangan temannya ini.

"Udah tidur. Tadi gue ke kamarnya udah ngorok."

"Gue kalo jadi Lo mungkin sama, De. Punya usaha, nikah muda."

"Gue gak nikah!" Sangkal Deo membuat Rido tertawa.

"Maksud gue meminang anak orang."

"Jeje terlalu berharga kalo gak segera gue iket, Do. Takut ada yang ngambil, jomblo kayak elo misalnya." Kekeh Deo membuat Rido mengumpat kesal.

Tidak lama kemudian perempuan dewasa menghampiri mereka yang duduk di teras, duduk diantara pilar besar rumah mewah yang di depannya terdapat taman kecil terdapat bunga warna-warni yang tidak Deo ketahui apa namanya.

"Dek, beliin pembalut dong!" Soraya menyodorkan uang lima puluh ribu ke depan Deo, perempuan dewasa yang terkadang berpakaian vulgar, tidak salah menyuruh Deo membelikannya roti Jepang.

"Jeje aja gak pernah nyuruh gua beli pembalut."

"Kenapa gak minta aja sih sama dia?" Lanjut Deo dan Soraya berjongkok, tidak sadarkah jika pahanya kemana-mana.

"Gak cocok sama gua, iritasi!"

"Apanya?" Tanya Deo sok polos, Soraya yang tidak tahan menatapnya jengkel.

ARDEO MAHENDRAWhere stories live. Discover now