E m p a t B e l a s

9.3K 1.1K 100
                                    

Sekarang Jeje tau kenapa Deo begitu menyukai olahraga ekstrem seperti bunge jumping yang mereka lakukan tadi. Olahraga yang memacu adrenalinnya secara penuh. Tapi ia juga kesal karena Deo berteriak begitu kencangnya menyatakan perasaannya.

"Jesica, gue serius!" Teriak Deo dan berjalan cepat menuju Jeje yang sudah menjauh darinya.

"Gak ada yang perlu diseriusin, Deo."

"Tapi, Je..." Deo menarik tangan Jeje agar menghentikan langkahnya. Sebenarnya mereka masih di area jembatan tempat melakukan bunge jumping tadi. Hanya saja, kedua remaja sudah menyisi agar obrolan tidak begitu terdengar.

"Lo cuma anak SMA, gue juga sama. Masih terlalu labil."

Deo mengerutkan keningnya tidak mengerti, apa maksud dari perkataan Jeje yang baru saja gadis itu keluarkan. Jeje berdecak kecil melihat raut wajah Deo yang terlihat bingung.

"Jangan nambahin rumit yang bakal terjadi kalau kita punya hubungan, Deo."

"Hidup gue udah cukup hancur," lirih Jeje dan Deo masih tidak mengerti.

Di detik selanjutnya, Deo membiarkan Jeje melangkah jauh darinya. Berbalik arah dan meninggalkan area jembatan dan duduk di salah satu kursi yang ada di warung sana.

Deo beberapa kali mendeal nomor Jeje. Namun sepertinya gadis manis itu tidak menggubris dering ponselnya sama sekali membuat Deo menyesali ungkapannya tadi.

"Loh, Mas Deo kok ada disini?" Tanya Bapak yang merupakan salah satu darj kelompok pengelola bunge jumping yang baru saja Deo mainkan.

"Emangnya kenapa, pak?"

"Itu, pacarnya balik lagi ke tepi jembatan. Sendirian," jawab bapak itu lagi.

"Loh, ngapain dia?"

"Lagi nyebat, Mas."

Tanpa menunggu lagi Deo segera bangkit dari sana dan berjalan menghampiri Jeje yang duduk sembari menganyunkan kakinya santai. Tadi katanya takut melihat tinggi jurang dibawahnya. Sekarang gadis bernama lengkap Jesica Dian itu tampak santai.

"Je," panggil Deo pelan.

"Deo, sorry." Sesal Jeje.

Deo duduk disebelah gadis manis yang tengah asik menikmati sebatang rokoknya. Jeje memindahkan bungkusan rokok juga pematiknya, menawari pemuda yang duduk disebelahnya.

"Sorry. Buat apaan?"

"Gue kayaknya berlebihan sama lo, yang hancur kan hidup gue. Bukan perasaan gue."

"Sorry juga tadi ngakuin lo sebagai pacar depan cewek gila yang tanktop-an tadi," lanjut Jeje.

"Gak usah minta maaf, gue seneng." Ungkap Deo sembari terkekeh senang.

"Emangnya kenapa sih?" Tanya Deo.

"Cewek tadi namanya Eri, kalo gue gak ngakuin lo sebagai pacar. Lo udah dipintain nomor sama dia. Dia kan, cewek gatel. Liat cowok mana aja langsung nemplok."

"Jadi lo cemburu?"

"NGGAK!" Jawab Jeje cepat dan tidak sadar berteriak keras. Belaian angin menerbangkan beberapa anak rambut gadis yang duduk disebelahnya sembari memengang sebatang rokok. Deo tertawa lepas, parasnya yang begitu menawan terlihat begitu menenangkan diwaktu yang hampir sore ini.

Jeje hampir saja terlarut dalam pesona seorang Deo, namun dengan cepat ia mengalihkan pandangannya saat pemuda yang ternyata memiliki cita-cita sebagai abdi negara itu menatapnya sembari tersenyum kecil.

"Itu cemburu," ujar Deo lagi di sisa tawanya.

"Nggak, enak aja."

"Masih sanggup kan buat lanjutin hari ini?" Tanya Deo mengalihkan pembicaraan sebelum gadis itu merajuk. Jeje tampak berpikir dan menatap Deo malas.

ARDEO MAHENDRAWhere stories live. Discover now