T i g a

19.1K 1.7K 74
                                    

Pergi sekolah, pulang, rebahan di kamar.

Siklus hidup Deo jika sudah malas, tidak pergi kemana-mana. Bahkan, cowok itu bisa menghabiskan waktunya di kamar saja. Bermain ponsel dan mencari referensi liburan asik untuk akhir pekan.

Deo merasa bosan dengan hidupnya. Ide untuk mati saja mendadak memenuhi pikirannya, suatu pemikiran yang sangat bodoh.

Terkadang Deo ingin menjadi Papanya.

Bisa naik turun gunung bersama mamanya, traveling menikmati indahnya Indonesia, wisata budaya, sudah seperti jejak petualang saja.

Deo ingin mempunyai gadis seperti ibunya. Ada yang ingin menjadi kandidat?

"Jangan di potong dong pak! Ah elah," Deo beberapa kali menyingkirkan kepalanya agar tidak terjamah tangan pak Soleh, guru olahraga yang menggunting rambut Rido minggu lalu.

"Anak sekolah bukan kamu hah?"

"Gondrong itu seni pak!" Deo melindungi rambutnya agar tidak kena gunting guru di depannya itu.

"Guntingnya kemana lagi," Pak Soleh bergumam pelan meraba tiap jengkal mejanya.

Di kantor yang sepi itu Deo mendadak menghembuskan nafasnya lega. Perhatian Deo teralih saat ucapan salam baru saja terdengar dan masuk ke gendang telinganya.

Di sana Jeje dengan selembar kertas di tangannya.

Gadis itu seolah tidak peduli dengan keberadaan Deo yang sudah mengode padanya. Bunyi suitan agar Jeje menoleh membuat gadis itu mendelikkan matanya.

"Apa?" Tanya Jeje dengan gerakan mulutnya.

Sementara pak Soleh masih saja mencari gunting sebagai senjatanya. Mengerti dengan apa yang di maksud Deo, Jeje segera mendekat dan berjalan ke arah guru olahraga itu.

"Pak sol,"

"Kenapa kamu manggil-manggil. Butuh?" Jeje mendelikkan matanya lagi. Sepertinya guru di hadapannya ini masih membenci dirinya pasal kejadian yang tidak ia sengaja tiga hari lalu.

Motor vespa klasiknya tersenggol bodi motornya yang tinggi.

"Ada tamu di depan pak,"

"Mau bohong?" Jeje menggelengkan kepalanya dan menatap Deo, cowok itu masih saja berkomat kamit agar pak Soleh cepat mempercayainya.

"Beneran pak, gak percayaan amat."

Pak Soleh berdecak dan menatap Deo dengan tajam membuat cowok itu mengerutkan keningnya.

"Apa salah hamba pak?"

"Bebas ya kamu hari ini, besok-besok nggak." Deo bersorak dalam hati menatap kepergian pak Soleh yang sepertinya melangkahkan kakinya ke tempat dimana tamu luar harus menunggu.

"Beneran ada tamu emang?"

"Iya, katanya juga hari ini free."

"Beneran Je?!"

Jeje tidak bohong pasal tamu orang luar itu, sepertinya akan ada rapat dadakan dan semua kelas akan bebas. Kemungkinan paling besar ya di pulangkan.

"Yuk ah keluar, thanks ya Je." Deo merangkul gadis itu dan melangkah keluar. Namun, sebelum itu tangannya sudah terhempas karna Jeje menyingkirkannya.

"Yang sopan ya itu tangan,"

"Rangkul doang, bukan raba." Jeje berdecak dan cowok itu mengikuti langkahnya.

Hingga awan hitam yang sedari tadi menggantung di langit sana menumpahkan airnya. Gadis itu baru saja akan melangkahkan kakinya harus memundurkan diri dan menabrak dada Deo yang berdiri di belakangnya.

ARDEO MAHENDRAWhere stories live. Discover now