69- Alan Hanya Butuh Olivia!

Start from the beginning
                                    

"Meninggal."

Deg

Tubuh yang semula berdiri tidak kini menjadi tidak seimbang hingga Alan jatuh di depan kaki Edgar.

Derai air matanya tanpa sadar turun. Hatinya sangat sesak.

Tangannya yang sudah mengepel kuat ia gunakan untuk memukuli dadanya yang terasa sangat sesak.

Barat, rasanya tidak mungkin bisa dipercaya.

Alan bangan dan langsung menghajar Edgar hingga terpental jauh dari keadaan semula. Dengan berkata, "GAK, MUNGKIN! LO BOHONG PASTIKAN SAMA GUE!!"

Dadanya naik turun menahan emosi. Wajahnya memerah, rahang yang mengeras membuat dirinya semakin panas akan kemarahannya sendiri.

"Gue.. Gak boong, Lan.. Enggak," lirih Edgar menggelengkan kepalanya dengan pandangan kosong.

"Rela gak rela, harus rela!"

"BANGSAT LO, GUE OBRAK-OBRIK RUMAH SAKIT INI JUGA YA?!"

"Alan, stop! Hiks, Olivia benar-benar udah gak ada!" isak Zanna tidak karuan.

"Hiks, Ta.."

"Sahabat kita, Ta, hiks, T-ta, hiks."

Deru nafas Zanna mulai tidak karuan, dirinya sungguh merasa pusing karena tidak kuat menahan tangis sedari tadi yang akhirnya sekarang ia bisa meluapkan sejadi-jadinya.

Hingga, beberapa menit kemudian terisak pelan. Tubuhnya terasa lemas, kepalanya semakin memberat, dan pandangannya mulai kunang-kunang.

Brukkk

Tubuh Zanna jatuh di pangkuan Letta yang juga terisak.

Tangan Letta menyanggah tubuh Zanna agar tidak sampai jatuh ke lantai. Dibantu Edgar dan Samudera yang ikut membantu.

Mereka membawa Zanna ke sebuah ruangan agar bisa diperiksa dengan Letta yang menemani Zanna.

Sedangkan Alan menatap kosong ke depannya, pandanganya buram akibat matanya yang berkaca-kaca. Tangannya menyentuh dadanya yang terasa tersayat.

Sakit!

Itulah yang ia rasakan saat ini.

"K-kenapa? Tuhan.."

"Kenapa harus Olivia," ucapnya seperti berbisik.

Dadanya naik turun dengan nafas tidak beraturan, kepalanya semakin memberat. Detik selanjutnya ia jatuh dengan gumaman, "Jangan mati...."

Brakk

Alan membuka kasar pintu ruangan Olivia. Pandangannya memburam kala melihat tubuh perempuannya tertutupi selimut dari ujung kaki sampai ujung kepala.

Air matanya lolos tanpa isakan. Kakinya terasa berat untuk melangkah lagi.

Kakinya bergerak selangkah ke depan dengan bimbang. Rasanya tidak kuat menahan bobotnya sendiri. Langkahnya terasa sangat berat.

ALAVIA (TERBIT)Where stories live. Discover now