23. Mainan

258 41 386
                                    

Sudah seminggu sejak kejadian itu. Kia juga sudah kembali ke rumah setelah dirawat beberapa hari di rumah sakit.

"Mama,"

Nisa yang sedang menonton spongebob di televisi menoleh begitu mendengar suara Kia. Dia tersenyum lebar dan menepuk sofa kosong disebelahnya. "Lebih baik?"

Kia mengangguk. Gadis itu menyodorkan ikat rambut pada Nisa. "Kepangin rambut aku, Ma."

Nisa mengambil ikat rambut itu dengan senang hati. Tangannya begitu terampil mengepang rambut Kia.

"Jadi Kenan beneran selingkuhin aku, ya?" tanya Kia pelan. Dia baru mengetahui fakta itu. Kemarin, ketika dia ingin mencari Kenan, Nisa langsung melarangnya dan mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Jika ditanya Nisa tahu dari mana, maka jawabannya adalah Yoga. Kenan benar-benar ingin melupakannya. Laki-laki itu bahkan sudah meminta ayahnya untuk segera kembali ke Indonesia dan menemui Shilla.

"Ya seperti itu."

"Padahal Kenan selalu ada buat aku, Ma."

Gerakan tangan Nisa terhenti. Wanita itu mendekap Kia erat untuk memberi kekuatan. "Yang selalu ada bukan berarti selamanya, sayang. Mungkin ... Tuhan mengirim Kenan hanya sebagai pelajaran, bukan sandaran."

Kia menghembuskan napas berat. Bibirnya menyematkan senyuman kosong. Dulu ayahnya. Ayah yang kata sebagian besar orang adalah cinta pertama bagi anak perempuan, namun nyatanya menjadi luka terdalam baginya. Sekarang Kenan. Laki-laki yang sudah dia anggap semesta dan cahaya yang menariknya dari kegelapan, ternyata juga kembali menorehkan luka yang sama didalam hatinya yang semakin menghitam tertutup dendam.

"Semua manusia jahat, ya, Ma."

Nisa melepas pelukannya. Tangannya kembali berkutat untuk mengepang rambut panjang Kia. "Bukan mereka yang jahat, tapi kita yang salah menaruh harap." Nisa tertawa pelan. "Mama sering bilang, kan, jangan terlalu menggantungkan harapan pada manusia. Karena nyatanya manusia itu ladangnya rasa kecewa, Kia."

Kia mengangguk membenarkan. Manusia. Kia mulai membenci kata itu. Sudah. Dia tidak ingin merasakan kecewa untuk kesekian kalinya dengan percaya pada yang namanya manusia. Terutama manusia dengan gender laki-laki. Semua laki-laki sama. Mereka semua hanyalah makhluk pembawa duka didalam hidupnya.

"Selesai." Nisa tersenyum puas melihat hasil kepangannya. Dia mengecup pipi Kia yang mulai dibanjiri air mata. Huh, dia benci ketika anaknya yang kuat menjadi lemah seperti ini. "Sejak kapan kamu jadi cengeng gini, hm?"

"Cengeng?" Kia menyentuh pipinya dan terkejut saat merasakan air. Bahkan dia tidak sadar kalau dirinya menangis. Apakah dia benar-benar mati rasa sekarang?

"Tuan putri kayak kamu nggak pantes nangisin penghianat kayak Kenan, Kia." Nisa membawa Kia agar menghadap kearahnya, dia memegang kedua pipi putrinya penuh perhatian. "Biar Mama yang bales semua rasa sakit hati kamu."

Kia menggeleng. Gadis itu tertawa hambar. "Nggak perlu, Ma. Biar aku aja."

"Kamu yakin?"

"Yakin Mama Nisa yang cantik dan baiikkkk. Kenan udah nakal, jadi dia harus diberi hukuman." Kia memiringkan kepalanya ke kiri. Bibirnya melengkung manis. "Hukuman sederhana."

RepasWhere stories live. Discover now