08. Baikan (?)

226 67 47
                                    

"Ibuk masih dirumah?"

"Masih."

Fikri menimang-nimang apakah harus melontarkan pertanyaan yang selama ini membuatnya sesak atau tidak. Sampai akhirnya, Fikri menarik napas panjang dan memilih bertanya, "aku mau ketemu ibuk kamu boleh?"

Shilla mengerjap, genggaman plastik ditangannya semakin erat. Dia beberapa kali melirik kiri-kanan sebelum akhirnya menggeleng pelan.

"Ibuk lagi sakit, kan. Kamu ketemunya kapan-kapan aja, ya?" ungkap Shilla dengan nada sepelan dan selembut mungkin.

Raut wajah Fikri berubah. Rahang cowok itu mengeras sesaat, namun dengan cepat kembali berubah seperti semula. Fikri menghela napas panjang. "Tapi aku belum pernah ketemu ibuk kamu. Bahkan kita pacaran hampir tiga tahun, Shill. Dan itu bukan waktu yang sebentar."

Shilla menatap Fikri dengan pandangan rumit. "Kamu kenapa, sih?"

"Aku cuma mau ketemu ibuk kamu!"

"Buat apa?"

"Aku mau ngelamar kamu setelah lulus SMA ini. Aku mau bawa hubungan kita lebih serius," jelas Fikri sungguh-sungguh.

Shilla semakin menggenggam erat plastik ditangannya, hatinya bergejolak tetapi wajahnya tidak menunjukkan emosi apa-apa.

Gadis itu memilih tersenyum. Dia berjinjit lalu mengecup pipi Fikri cepat. "Jangan sekarang ya?"

Fikri memalingkan muka. Sebenarnya dia ingin memaksa. Memaksa adalah sifatnya. Tapi dia takut kalau Shilla akan menjauh darinya. Itu mengapa akhirnya dia mengangguk dan langsung melesat pergi.

Pergi adalah satu-satunya cara agar dia tidak menyakiti Shilla. Karena sumpah demi jumantara yang menaungi semesta, jika berada di hadapan Shilla lebih lama lagi, Fikri tidak bisa berjanji kalau dia tidak akan melukai gadis itu demi menuruti semua kehendaknya.

"Maaf, Fik."

"Tumben lo nggak sama pangeran lo?"

Bian baru saja datang kerumah sakit untuk menjenguk Kia. Cowok itu tidak sendiri, dia ditemani Anggun si sekretaris kelas. Hanya ada mereka berdua. Karena mereka adalah perwakilan dari kelas 12 IPA 1.

"Ho'oh, biasanya Kenan selalu nempelin lo kayak perangko," Anggun menimpali.

Kia diam saja, tidak menjawab satupun pertanyaan. Dia sedang asik memakan kuaci yang Bian bukakan.

"Lagi," Kia membuka mulutnya lebar. Bian yang peka langsung menyuapkan beberapa kuaci ke dalam mulut gadis itu.

"Kenan beneran nggak datang Ki?" Anggun lagi-lagi bertanya. Jujur, gadis itu sangat penasaran. Biasanya Kenan dan Kia bagai anak ayam dan induknya. Tidak dapat berjauhan, tidak bisa dipisahkan.

Kia menggeleng. "Kenan demam."

Bian berhenti membuka kuaci. Dia mengernyit sesaat. "Kenan demam? Ngaco!" Cowok itu menoyor kepala Kia. Mempuat si empunya meringis. Kia mengusap pelan keningnya yang diperban.

"Eh? Sakit ya Ki?" tanya Bian panik.

Bian segera mengelus kening cewek itu. Kia cemberut. Tetapi dia tidak berusaha menyingkirkan tangan Bian dari dahinya yang diperban. Usapan Bian begitu menenangkan. Sementara Anggun? Gadis itu sibuk tersenyum geli melihat adegan itu.

"Ngaco kenapa emang, Bi?" Anggun lagi-lagi bertanya.

Bian yang sedang mengelus dan meniup kening Kia melirik Anggun sekilas. "Tadi pas kita jalan kesini gue liat dia di toko bunga. Dia beli mawar kayaknya."

RepasWhere stories live. Discover now