09. Fikri Maharaja

223 65 39
                                    

"Eh, sorry. Gue kira nggak ada orang."

Fikri berdiri kikuk di pintu ruang rawat Kia. Suasana akward yang sempat terjadi kala Kia mempertanyakan perihal kelopak mawar teralihkan dengan kedatangan cowok itu.

"Masuk aja," Bian menginterupsi. Fikri masuk dengan pelan. Tatapannya jatuh pada wajah Kia yang pucat. Juga kening gadis itu yang diperban.

Tanpa bisa dicegah, tangan Fikri menyentuh luka itu. Dia mengusapnya pelan -penuh perasaan.

Kenan mendengus. Cowok ber-iris kelabu itu menepis kasar tangan yang sudah berani menyentuh miliknya. "Jauhin tangan kotor lo," desis Kenan tajam.

Fikri terkekeh. Netranya menatap Kenan tajam. Dia mengangkat kedua tangan diatas kepala. "Sorry, gue lupa kalau tangan gue kotor," ujar Fikri penuh arti.

"Lo siapa?" Kia bertanya dengan wajah polos. Membuat Fikri membulatkan matanya, terkejut. "Lo nggak amnesia, kan?" serunya kaget. Raut tidak menyenangkan yang dia tujukan pada Kenan langsung lenyap digantikan raut panik luar biasa.

"Enggak."

"Terus lo nggak ingat gue?"

"Enggak."

Fikri mendesah kecewa. "Padahal kita udah kenalan waktu itu."

"Kapan?"

"Waktu itu."

"Ya kapan?"

"Waktu itu Kiaa..."

"Kap-"

Kenan langsung membekap mulut Kia yang akan kembali bertanya. Dia tidak suka ketika melihat Kia berbicara dengan cowok lain selain dirinya. Kenan egois? Ya. Dia mengakui itu. Dia akan selalu menjadi pria egois jika itu menyangkut Kia-nya.

"Gue Fikri Maharaja," ujar Fikri kembali memperkenalkan diri. Dia menyematkan senyum lebar, memperlihatkan gingsulnya yang manis.

"O-owh, oke." Kia mengangguk pelan. Gadis itu masih fokus memperhatikan gingsul yang Fikri miliki. Terlihat begitu manis dan memikat. Dia juga ingin punya yang seperti itu.

"Jangan ngomong sama orang asing lagi, Kia." Kenan memperingati. Ada nada tajam didalam suaranya. Kia mengalihkan pandangan, menatap Kenan.

"Dia orang asing?"

"Iya," Kenan tersenyum licik. "Dan orang asing selalu punya niat nggak baik," ungkapnya melanjutkan.

Kia mengangguk patuh. Menuruti apapun yang Kenan katakan. Karena ... mereka sudah baikan, kan?

"Lo ngapain kesini?" Anggun yang sedari tadi hanya diam menyaksikan perdebatan tiga orang itu akhirnya membuka suara. Jujur dia jengah melihat sikap Kenan yang terkadang malah memanipulasi Kia yang polos tak berdosa. Fikri menoleh ke arah Anggun dan tersenyum ramah.

"Gue yang nggak sengaja nabrak Kia."

Tepat setelah Fikri mengatakan itu, satu pukulan mendarat sempurna di rahangnya. Kepalanya sampai menoleh kesamping akibat kuatnya pukulan yang dia terima.

Iris birunya menggelap. Fikri menatap Kenan dengan sorot dingin. Sebuah seringai mematikan terbit dibibirnya. Dia tidak mengatakan apa-apa tetapi tatapannya sangat tajam dan menakutkan. Mengisyaratkan sebuah kemarahan dan emosi yang berusaha diredam.

"Apa masalah lo?" desis Fikri serak. Suaranya membekukan waktu. Seolah hanya ada dia dan Kenan disana.

"Lo yang kenapa nabrak cewek gue?" tanya Kenan dengan suara tidak kalah dingin.

Dua manusia es itu membuat atmosfer menjadi begitu dingin. Bian dan Anggun merinding. Mereka duduk semakin berdekatan dan tanpa sadar saling memeluk satu sama lain.

Sementara Kia hanya menatap datar. Tidak ada emosi di matanya.

"Cewek gue? Masih cewek lo, belum jadi istri," ujar Fikri merendahkan. Dia maju dua langkah mengikis jarak dengan Kenan, lalu membisikkan sesuatu, "kalau gue bisa rebut dia, lo mau apa?"

Bugh.

Kenan kembali memukul Fikri dengan brutal. Bahkan Fikri sampai jatuh tersungkur ke lantai. Namun cowok itu tidak melawan atau berusaha menghindar. Dia hanya membiarkan dirinya dipukuli tanpa henti. Menikmati setiap ngilu yang menghujamnya lagi dan lagi.

Bian sudah berusaha melerai, tetapi Kenan terlanjur terbakar emosi.

Sampai akhirnya seorang wanita anggun masuk ke tengah-tengah perkelahian itu dan menarik Kenan. Netranya menatap Kenan dengan sorot kecewa yang kentara.

"Kamu kenapa Ken?"

Nafas Kenan menderu. Dadanya naik turun, emosi. Matanya mengkilat marah.

"Dia yang mulai, Ma!"  ucap Kenan membela diri.

Sementara Fikri yang disalahkan hanya membisu. cowok satu itu lebih fokus memperhatikan darahnya yang menetes satu persatu ke lantai.

Tatapan Nisa beralih kepada Fikri yang termenung. "Apa masalahnya?" Nisa bertanya.

Fikri mendongak, balas menatap Nisa. Dia tersenyum lebar, mengabaikan semua memar di pipi, pelipis, dan rahangnya. Bahkan dia tidak meringis sedikitpun saat sudut bibirnya yang robek bertambah parah ketika dia membentuk kurva di bibirnya yang terluka.

"Kenan marah karena saya nggak sengaja menabrak Kia," jelas Fikri jujur.

"Bener?" tanya Nisa kembali memastikan pada Kenan.

"Kia pacar aku, Ma. Wajar kalau aku marah saat cewek yang yang aku jaga sepenuh jiwa malah dilukai sama orang lain!"

Nisa mengusap wajahnya frustrasi. "Kamu harus bisa mengendalikan emosi kamu, Ken. Mama nggak masalah kalau kamu mau kelahi atau bunuh anak orang, asal jangan di sini. Ini rumah sakit."

"Berarti kalau diluar rumah sakit boleh, Tan?" tanya Bian penasaran tepat setelah Nisa merampungkan kalimatnya.

Nisa menggedikkan bahu acuh. "Boleh-boleh aja, saya nggak membatasi anak-anak saya soalnya."

Anggun dan Bian menggeleng takjub. Mama yang patut dibanggakan.

"Ki?"

"Ya, Ma?"

"Obati Fikri, ini salah pacar kamu."

Kia mengangguk. Nisa menyuruh Fikri mendekat dengan anaknya yang duduk dibrankar sambil memeluk kotak P3K. Saat melewati Kenan, Fikri memasang senyum miring. Membuat Kenan mengepalkan kedua tangannya erat.

•••
Bersambung
•••

a/n:

Aku ngetik part ini kurang dari setengah jam. Sorry kalau ada typo, aku nggak sempat ngecek ulang soalnya lagi sakit 🤧🤧

Sekarang lagi musim hujan, jangan main hujan, ya!

Stay healthy-!!

28 Desember 2021

RepasTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon