DUA PULUH SEMBILAN

Mulai dari awal
                                    

"Terus lo gimana? Gak ada niatan cari cowok?" Pertanyaan dari seorang Casa yang setiap tahunnya selalu berganti pasangan.

Raina menggelengkan kepalanya. "Kenapa nanya pertanyaan yang sama sekali tidak penting?"

Casa mendelik, padahal dia sudah menjodohkan Raina dengan banyak orang tapi tidak ada satu pun yang membuat gadis itu bisa membuka hatinya.

"Lo gak kesepian Na?"

Raina tertegun, dia menghentikan gerakan tangannya yang tadi menyodok bubur di mangkuknya.

"Saat aku punya Arka kenapa harus kesepian?"

Casa menganggukan kepalanya. "Mungkin lo tidak, tapi Arka? Dia akan bertanya siapa Ayah nya suatu hari nanti?"

"Saat itu terjadi, aku bakal bikin hidup Arka tercukupi hanya dengan seorang ibu saja," kata Raina penuh keyakinan.

"Tapi lo kerja? Bakal banyak waktu yang hilang dari kebersamaan kalian."

Raina tersenyum tipis, hal itu sudah Raina pikirkan jauh hari bahkan saat Arka sudah mulai bisa berjalan dan berbicara.

Raina tau jika dia terus bekerja dan menitipkan anak itu di rumah pemilik kontrakan atau di sebuah penitipan anak, maka Arka akan mulai kehilangan rasa sayangnya kepada Raina.

Karena itu, Raina akan memutuskan hal besar yang bisa segera mengubah hidupnya agar Arka tidak kehilangan sosok orang tua juga tidak kekurangan fasilitas untuk kehidupannya.

"Karena itu ...."

"Aku mau keluar kerja di kantor ini." kata Raina meneruskan ucapannya.

Casa terdiam, "lo gila? Perusahaan mana yang mau mungut seorang ibu tunggal kayak lo?"

Raina menggelengkan kepalanya. "Aku gak akan cari kerja di perusahaan, rencana aku adalah membuat sebuah restoran."

Casa menggrejepkan matanya, memang nya itu hal mudah, dia tau kalau membuat usaha sendiri itu sangat sulit dan rentan gagal.

"Ijazah lo sampe S2 gak berguna kalau lo cuma buka restoran!" kata Casa kekeh.

"Itu memang gak berarti apa-apa kalau di bandingkan kebersamaan aku sama Arka." Gadis itu tersenyum seperti orang paling bahagia di dunia padahal Casa tau Raina adalah orang paling menyedihkan yang pernah dia temui.

Karena menyedihkan sehingga gadis seperti Casa yang memiliki hidup yang cukup baik sulit meninggalkan wanita itu.

¤▪︎▪︎▪︎¤

Nataline mencoba menghirup udara sebanyak-banyaknya. Kini di hadapan banyak orang, Angkasa, timnya, tim eksekusi, tim keuangan, tim management. Nataline harus mempresentasikan hasil kerja timnya dan sangat baik.

Gadis itu berjalan memegang laptopnya kemudian menyambungkannya dengan proyektor yang selalu ada di ruangan rapat itu.

Angkasa tersenyum sangat manis, dia merasa hal seperti ini harusnya Nataline dapatkan seperti dulu, gadis yang berbicara di depan itu selalu bersinar.

Laptopnya menyala beberapa saat kemudian, Nataline berpokus kepada layar laptop itu dan sedikit tertegun.

"Tunggu dimana file nya?" kata Nataline dalam hati saat melihat file yang dia kerjakan tadi tidak ada di dekstop.

Gadis itu membulatkan matanya kemudian membuka dokumen dan mencari file itu siapa tau tadi dia salah meletakannya.

Sementara di sudut lain Anes tersenyum penuh kelicikan. Saat tadi Nataline pergi sebentar ke kamar mandi, Anes sudah membereskan file itu.

Yah!

Anes benar-benar melenyapkan hasil kerja keras gadis yang ada di hadapannya itu.

Kris yang terlihat curiga mendekati telinga Anes. "Jangan bilang lo yang hapus?" kata Kris khawatir.

"Kakak jangan bicara hal-hal aneh, pokus liatin aja."

Deg ...

Ada sedikit perasaan bersalah di hati Kris. Dia benar-benar tidak menduga kalau Anes akan berbuat sejauh ini. Kris memang tidak mempunyai urusan dengan konflik Anes dan Nataline, hanya saja kalau urusan pekerjaannya itu menjadi urusannya juga.

Dia tidak menyukai ketua timnya Raina. Tapi dia menyukai motto yang Raina buat untuk timnya, yaitu semua masalah yang satu orang lakukan di tim adalah masalah bersama.

Mungkin karena itu pula tim mereka selalu profesional terlepas beberapa karakter yang tidak menyatu dengan baik.

"Bagaimana ini? Anda telah menghabiskan 15 menit terbuang sia-sia?" yang menegur adalah tim produksi.

Nataline terlihat gemetaran. Dia merasa takut, dia sudah mencoba mencarinya hanya saja file itu tidak juga dia temukan.

Angkasa yang sedari tadi mengerutkan keninggnya dengan cepat berdiri dari duduknya mendekati Nataline.

"Kenapa bisa hilang?" Bisik laki-laki itu.

Nataline menggelengkan kepalanya cemas. "Aku tidak tau."

Angkasa berusaha berpikir tenang, "Ada cadangan tidak?"

Nataline menggerjapkan matanya, dia baru ingat kalau di laptop Raina masih tersimpan file yang sama.

Nataline menganggukan kepalanya. "File-nya ada di laptop Mbak Raina. Berikan saya waktu untuk mengambilnya Pak!"

Hampir sebagian dari mereka menghela napas dengan ketidak profesionalan Nataline.

Gadis itu buru-buru menutup laptopnya dan hendak pergi dari sana.

Namun Kris terlebih dahulu berdiri dari duduknya. "Saya akan mengembalikan file itu dalam lima menit, Nataline tidak perlu keruangan untuk membawa Laptop Mbak Raina."

Deg ...

Anes terdiam mendengar ucapan laki-laki itu yang terlihat serius.

____

tbc¤▪︎▪︎▪︎¤

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

tbc
¤▪︎▪︎▪︎¤

tbc¤▪︎▪︎▪︎¤

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ME AFTER YOU (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang