08 ❇ Semangat Yang Hampir Meredup

84 70 11
                                    

Saat keberuntungan belum memihak, maka bersabarlah dan jangan menyerah. Teruslah berusaha, selagi bisa, dan yakinlah bahwa jerih payahmu akan berbuah indah.

❇❇❇


Seperti biasa, pukul lima sore, aku kembali ke kost setelah seharian penuh sibuk mencari uang dengan cara berjualan kain batik. Semua tempat sudah kudatangi, seperti perumahan, pasar bahkan tanpa malu aku bawa daganganku itu hingga ke kampus untuk kutawarkan juga pada dosen-dosen yang ada di sana. Namun, lagi-lagi aku harus berpuas diri saat kembali mendapati hasil yang begitu minim.

Hasil yang kudapatkan saat ini hanya cukup untuk makan dan keperluan sehari-hari saja, itu pun harus kugunakan dengan sangat irit. Sementara beberapa minggu lagi, tagihan semesteran dan juga uang kostan sudah jatuh tanggal. Entah dari mana aku mendapatkan uang untuk membayar itu semua. Aku sama sekali sudah tidak memiliki simpanan uang. Uang di kantongku hanya cukup untuk biaya makan beberapa hari ke depan.

Di saat-saat seperti ini, aku jadi kembali teringat tawaran Yasmin kemarin. Jika saja aku menerima tawaran dia, aku pasti sudah memiliki penghasilan. Mungkin saat ini aku sudah tidak lagi dipusingkan masalah keuangan.

"Ah, sudahlah, itu bukan pekerjaan yang baik. Untuk apa aku menyesali itu," tegurku pada diri sendiri yang tiba-tiba merasa menyesal.

Kupijit kepalaku yang terasa sangat pusing. Entah sampai kapan aku terus dipusingkan dengan masalah keuangan seperti ini.

Setiap hari, aku makan hanya bergantung dari hasil jualan batik. Jika dalam satu hari daganganku tidak laku satu pun, maka hari itu juga aku benar-benar tidak bisa membeli makan. Kelaparan seolah sudah menjadi hal yang biasa bagiku, bahkan beberapa kali aku pernah mengganjal perutku hanya dengan air saat sepeser uang pun tak kumiliki. Sungguh ironi nasibku di perantauan ini.

Bukannya aku gampang mengeluh, tapi jujur saja aku mulai tidak sanggup dengan kondisiku ini. Aku benar-benar sudah tidak mampu untuk membayar uang kuliah beserta tempat tinggalku di rantau ini.

Sebersit niatan untuk berhenti kuliah kembali terlintas di pikiranku. Aku merasa bahwa selama ini aku terlalu memaksakan diri untuk tetap bertahan dalam kondisi yang hampir membunuhku secara perlahan.

Kondisiku saat ini sudah sangat tidak memungkinkan untukku tetap bertahan di tanah rantau ini sebagai seorang mahasiswa. Aku sudah tidak lagi memiliki penghasilan tetap untuk membayar kebutuhan hidupku serta pendidikanku.

"Apa mungkin aku berhenti kuliah saja. Sebab mencari pekerjaan yang fleksibel di tengah kesibukanku sebagai mahasiswa benar-benar susah. Aku yakin keputusanku ini memang akan sangat bertentangan dengan ibuku, tapi aku juga yakin ibu pasti akan mengerti bahwa kondisi keuanganku sudah tidak memungkinkan untuk tetap bertahan," gumamku dalam hati seraya memijit pelipis yang terasa pening.

Kuraih kalender kecil yang bertengger di nakas kamarku. Kulihat dengan seksama tanggal di mana tagihan semester dan uang kost akan tiba. Ternyata masih ada waktu sekitar tiga minggu lagi.

Di tengah keputusasaan yang saat ini tengah menderaku, tiba-tiba ada setitik harapan yang kembali menyala dalam diriku. Setidaknya aku masih memiliki waktu kurang lebih tiga minggu untuk kembali berjuang mencari pekerjaan dan mengembangkan lagi usaha batikku agar aku benar-benar bisa mendapatkan penghasilan untuk melanjutkan studiku di rantau ini.

Journey Of My LifeWhere stories live. Discover now