DUA PULUH EMPAT

Comincia dall'inizio
                                    

Entahlah, mungkin karena Januar adalah anak yang paling sering menyusahkan dirinya sehingga dia terlihat tidak bahagia ketika anak itu keluar dari perusahaan.

Raina menyimpan susu kotak di meja Januar, wanita itu tersenyum, "saya sangat menyukai minuman ini, sayangnya saya sangat ingin memberikannya kepada mu sebagai ucapan selamat tinggal."

Januar tersentuh dengan ucapan wanita itu, dia tau bahwa Raina memang selalu memperhatikan anggota tim nya diluar sifatnya yang memang mengerikan.

"Terimakasih Mbak."

Raina mengangguk kemudian berlenggang pergi dari ruangan itu. Dia harus mencari udara segar untuk mengembalikan emosinya lagi agar stabil.

Januar yang melihat itu hanya bisa terdiam, sepertinya dia harus berbicara dengan Raina dan berpamitan dengan lebih baik lagi.

Selama ini dirinyalah yang paling membuat wanita itu kesal dan kerepotan sendiri, dulu Januar kesal karena sikapnya yang gila kerja. Namun setelah mengetahui apa yang Raina sembunyikan di belakang ke tangguhannya itu membuat Januar belajar banyak tentang melihat sisi orang lain dari berbagai aspek kehidupan bahkan keluarga orang tersebut.

"Nat bisa bantu aku masukin ini semua kedalam kotak? Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan dengan Mbak Raina."

Nataline buru-buru menganggukan kepalanya, "Oke kamu pergi aja."

Januar tersenyum kemudian mengelus kepala gadis itu lembut. Nataline terdiam, dia selalu di perlakukan seperti adik oleh Januar, entah mengapa dia tidak ingin kehilangan teman seperti laki-laki itu.

"Januar." Panggil gadis itu saat Januar sudah mendekati pintu keluar ruangan.

"Jangan lupain kita yah?"

Laki-laki itu mengangguk kemudian mengulas senyum manis di bibirnya.

¤▪︎▪︎▪︎¤

"Ditya sampai kapan aku makan siang di ruangan ini?"

Jujur Nataline sudah sangat takut dengan banyak rumor miring tentang dirinya, bahkan Casa yang merupakan sekretaris Angkasa saja sangat jarang makan di ruangan Angkasa.

"Tante mau ketemu sama kamu, katanya tar-minggu kerumah."

Lagi-lagi Angkasa tidak mendengarkan keluhan Nataline, pertanyaan gadis itu hanya di anggap angin lewat saja.

"DITYA." kata gadis itu penuh penekanan.

"Iyah kenapa Sayang?"

Nataline menghela napasnya kasar, Angkasa yang seperti ini sangat-sangat menyebalkan di mata gadis itu.

"Aku mau makan siang di kantin besok." kata gadis itu tegas.

Dia selalu melewatkan ajakan dari rekan-rekan kerja seperti staff dari tim lain untuk makan siang bersama dan bertukar cerita.

"Oke aku juga akan makan di kantin besok."

Nataline membulatkan matanya, jangan bilang Angkasa akan duduk di meja yang sama dengan gadis itu. Sungguh itu hal yang tidak boleh terjadi.

Nataline menggelengkan kepalanya. "Kalau kamu kekantin buat makan bareng aku, jangan pergi."

Angkasa terkekeh sendiri melihat raut wajah khawatir dari gadis itu. "Jadi selalu ada dua pilihan dalam hidup, dan dalam hal ini juga. Kamu mau makan di sini aku akan senang tiasa membawa bekal dari rumah atau makan di kantin dalam satu meja."

Nataline merinding sendiri mendengar hal itu bisa terucap dari mulut yang selalu diam milik Angkasa itu.

"Yaudah aku pilih opsi pertama aja."

Angkasa mengembangkan senyumnya kemudian membelai rambut gadis itu dengan penuh sayang.

Hari ini ada dua orang yang membelai rambutnya, Nataline tersenyum tipis, apa dunianya telah kembali? Dia memang selalu menjadi berlian yang berharga di mata orangtua dan Teman-temannya dulu. Namun itu hilang karena manta pacarnya, dunia itu hilang.

Dan apakah karena Angkasa semua itu mulai kembali pada alur cerita yang benar.

"Nataline kamu bengong."

Gadis itu buru-buru mengerjapkan matanya dan menghindar dari jangkauan tangan Angkasa.

"Kenapa?"

"Enggak papah?" elak gadis itu tidak ingin Angkasa tahu apa yang dia pikirkan barusan.

"Pasti keinget Januar yah? Tadi diam-diam aku liat dia elus kepala kamu." Kata Angkasa dengan wajah masamnya.

Kalau bukan karena Januar adalah temannya mungkin sudah ada pertengkaran tadi karena Angkasa sangat sulit mengendalikan emosinya bila menyangkut soal Nataline.

"Apaan sih kamu."

"Jujur kamu suka kan sama Januar?"

Nataline buru-buru menggelengkan kepalanya. Dia sudah mencium bau-bau kecemburuan di sana.

"Tapi Ditya bau apa ini?"

Angkasa mengerutkan keningnya, dia buru-buru mencium bajunya, dia harus selalu wangi dimana pun dia berada.

Angkasa yang tengah sibuk mencium setiap sudut bajunya itu membuat Nataline tidak sadar tertawa dengan bahagia.

"Ahhahahh ... Apa itu bau kecemburuan."

Angkasa terdiam menyadari kejahilan Nataline, laki-laki itu menatap Nataline hendak marah. Namun karena melihat Nataline tertawa seperti orang bahagia membuat laki-laki itu perlahan menyunggingkan senyumnnya.

"Dia terlalu cantik saat tertawa dan tersenyum, sayangnya seseorang mencuri senyum itu," kata Angkasa dalam hati.

Dia akan selalu bertekad untuk terus membuat gadis itu tersenyum dengan penuh bahagia, bagi Angkasa hal itulah yang seharusnya selalu Nataline dapatkan dalam hidup.

____

tbc¤▪︎▪︎▪︎¤

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.

tbc
¤▪︎▪︎▪︎¤

tbc¤▪︎▪︎▪︎¤

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.
ME AFTER YOU (TERBIT)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora