Rio bangkit dari duduknya, menghampiri Agla lalu duduk di samping istri tercintanya itu. Merangkul bahu Agla dan mengecup keningnya hangat, Deo jadi iri.

"Mas minta maaf ya...,"

"Mau berapa?" Tanya Rio sembari meletakan ponselnya, Agla melihat tampilan mbangking tertampang nyata disana. Mungkin maksud Rio, Agla harus mengetikkan digit angka disana.

Seperti yang sudah-sudah. Ayolah, Rio memang type pria yang tidak bisa merayu wanitanya agar tidak marah padanya selain menyuruh Agla mengetikkan jumlah disana.

"Nolnya delapan, Mah!" Suruh Deo.

"Diem deh kamu, De. Bikin rusuh aja," ujar Rio dan Deo tetap melanjutkan makannya. Kentang kukus favoritnya.

Diam-diam Agla mengacungkan jempol pada Deo, menatap kembali mata Rio seolah bertanya. beneran? Rio mengangguk mengiyakan, lalu dengan sok jual mahal Agla mengetikkan angka disana.

Hanya angka satu dan berbuntut delapan nol dibelakangnya.

"Sering-sering ngomong gendut juga gak papa. Aku gak insecure kok, makasih."

"Yaudah, aku berangkat ya." Pamit Rio dan mengusap rambut Agla dengan sayang, beralih dengan mengusap perut istrinya yang buncit itu.

"Yakin ketemu klien tampilan begitu?" Tanya Agla.

"Kliennya temen SMA dulu, jadi gak papa. Mas berangkat ya," Pamit Rio lagi dan Agla mengangguk. Rio berjalan menjauhi meja makan dimana masih ada mereka berdua. Rio dengan ripped Jeans juga kaos putih yang dibalut jas hitam. Terlihat santai sih, tapi yaudahlah. Cape.

Hari Minggu seperti ini, Rio tetap menemui kliennya.

"Mah, kenapa Deo gak ganteng?"

Pertanyaan konyol yang baru saja keluar dari mulut Deo membuat dahi Agla mengerut, pertanyaan macam apa itu. Jelas-jelas anaknya tampan sedunia.

"Kamu ganteng kok, kata siapa gak ganteng?"

"Makasih, Mah. Sekarang ngetik jumlahnya di hape Deo!" Suruh Deo dan menggeser ponsel mahalnya ke hadapan Agla.

"Maksudnya?"

"Selamat ulang tahun mama, Deo bingung mau ngasih kado apa. Ini aja ya, kayak Daddy tadi," ucap Deo dan Agla menggelengkan kepalanya. Beranjak duduk dari tempatnya dan memeluk anak sulungnya.

Deo berdiri menyambut pelukan hangat dari perempuan hebat seperti mamanya, meski beberapa kali harus ia tegaskan, ia sayang pada wanita ini tetap tidak akan tergambarkan oleh kata.

"Makasih udah jadi Mama hebat buat Deo, I love you Mommy," ucap Deo sembari mencium sebelah pipi Agla. Agla mencium seluruh wajah Deo hingga pemuda itu tertawa geli, ternyata ia tetap jadi anak manja mamanya.

Tapi ia juga tetap tidak terima jika Ayahnya memanggilnya anak manja.

"Makasih sayang. Tapi gak perlu," ujar Agla dan Deo memberenggut.

"Kenapa?" Tanya Deo dan Agla tersenyum.

"Uang dari papa kamu udah lebih dari cukup. Uang hasil usaha kamu mending ditabung," ucap Agla dan membereskan meja makan.

"Tapi Deo pengen ngasih sama Mama, belum pernah kan."

"kalo gitu, temenin mama shopping aja. Mau?"

"Tapi Deo yang bayar oke?!" Agla menganggukkan kepalanya dan Deo tersenyum senang. Pemuda tampan itu mengepalkan tangannya kegirangan, lalu berjalan memasuki kamar.

Sementara Agla yang baru saja mencuci piringnya, mendengar bel rumah berbunyi. Lantas wanita itu melangkah untuk membuka pintu. Benar dugaannya, ART rumahnya baru saja datang.

"Bapak udah berangkat ke kantor. Saya sama Deo mau keluar. Jaga rumah ya Teh," ujar Agla pada ART rumahnya, umurnya sekitar 45 tahun. Namun, beliau masih cetakan dalam bekerja. Sebenarnya Agla tidak tega mempekerjakan orang tua semacam Teh Darmi, tapi mau bagaimana lagi. Jika mempekerjakan wanita muda ia takut.

"Iya hati-hati ya, Bu."

"Belum berangkat, baru mau ganti baju" ujar Agla dan Darmi terkekeh.

Agla masuk ke kamarnya dan mencari baju yang pas. Semenjak perutnya sudah bulat seperti sekarang, Agla jarang menggunakan celana. Bahkan di rumah ia sering menggunakan daster. Paling barter ya kaos oversize.

Akhirnya baju pilihan Agla jatuh pada tunik rayon lengan pendek, dengan belahan di sisi kanan kirinya. Memakai lipstik warna nude, juga menyisir rambut sebahunya.

Oke, ia akan kencan dengan anaknya. Jika dipikir-pikir ia memang jarang keluar berdua dengan Deo. Anaknya kan jarang sekali di rumah.

"Kunci mobil putih mana?" Tanya Deo saat Agla menuruni anak tangga. Deo yang melihat itu dengan sigap membantu mamanya berjalan.

"Kenapa gak pindah kamar aja sih, dilantai bawah apa susahnya."

"Iya, bawel deh."

"Kunci mobil putih kemana?" Tanya Deo lagi dan Agla merogoh tasnya. Sepertinya kunci itu masih disana, mengingat kemarin habis Rio pakai.

"Berangkat!"

Ibu dan anak itu meninggalkan rumah, hari Minggu pagi yang nampak begitu cerah. Sepertinya ia juga harus membelikan ponsel baru untuk Jeje mengingat tadi malam ia benar-benar membawa Jeje tanpa memberi kesempatan pada perempuan itu untuk mengambil tasnya lebih dulu.

Grand Indonesia. Jadi tempat yang Deo pilih untuk mentraktir mamanya. Kapan lagi ia membawa Agla keluar rumah tanpa Ayahnya itu.

"Mama mau kemana dulu?" Tanya Deo saat mereka berdua sudah di dalam Mall tersebut.

"Pengen yang manis-manis tau!"

"Yaudah, balik ke sajaKKopi aja kuy!"

"Kamu ini, ya bosenlah makan di cafe punya sendiri." Deo tertawa mendengarnya dan menggandeng tangan Agla saat menaiki eskalator.

"Pokoknya hari ini semua Deo yang bayar. Uang Deo, bukan tf-an dari Ayah. Titik!"

_____

aku yang notabenenya anak rantau, main ke GI speechless banget wkwk



ARDEO MAHENDRAWhere stories live. Discover now